17. Cherry Lips 🍒

300 61 40
                                    



Rahangku terbuka menyaksikan megahnya bangunan yang menjulang di hadapanku.

Rumah besar bergaya Mediterania ini didirikan di atas bukit.

Kalian tahu apa yang membuatku terpana?

Bukan.  Bukan karena bagus dan mewahnya rumah ini.

Hal paling tak terduga adalah perkataan Dyaz bahwa rumah ini milikku.

Milik Cayyuzu Aruna!

Siapa yang nggak shock coba?

"Ini welcome gift dari aku, di hari pertama pernikahan kita.." ucapnya penuh senyum.

"I-ini beneran?? Serius ini punyaku?" kukonfirmasi dengan menatap Dyaz.

Dan cowok itu mengangguk yakin.

Kututup mulut dengan kedua telapak tangan.


Dyaz menerima kunci mobil dari private chauffeur  yang telah berjasa mengantar kami ke sini.

Semalam, setelah dia bilang capek, aku menyuruhnya mandi lalu istirahat.  Tapi setelah mandi, bukannya melipir ke kasur, dia malah mengeluarkan koper besar dan mulai packing  baju-baju milik kami berdua.

Pas kutanya mau kemana, dia cuma tersenyum simpul.  Tak lama, ponselnya berdering, yang ternyata sang private chauffeur  sudah tiba di depan apartemen.

Walhasil, Dyaz memakaikanku coat  untuk melapisi tubuhku yang cuma terbalut piyama, dan membawaku ke mobil bersamanya.

Kami duduk di bangku belakang, dengan jemari Dyaz yang terus menggenggam milikku.

Niatku untuk menginterogasinya pupus sudah, kala melihatnya tertidur pulas seperti bayi.


Dan, setelah menempuh berjam-jam perjalanan, di sinilah kami. Di depan rumah kokoh yang mulai diterpa sinar mentari pagi.

Kulihat, dari pintu samping keluar sepasang suami-istri paruh baya berjalan tergopoh-gopoh ke arah kami.

"Itu Bude Tika dan suaminya, pengurus rumah ini." bisik Dyaz di telingaku.

Kusambut kedatangan mereka berdua dengan senyum yang tersemat di bibir.

"Oalah.. sudah sampai, to. Gimana kabarmu, Nduk?" sapa wanita lembut ini seraya memelukku.

"Baik, Bude." jawabku sopan.

Dyaz menyalami suami beliau yang kudengar disapa Pakde Larso.

Melepaskan pelukan, masih dengan wajah ramah, Bude Tika mengelus pelan perut rataku.
"Gimana programnya? Sukses?"

Kagok sebab nggak tahu mau merespon apa, kulirik Dyaz.

Ia tersenyum santun dan menyahut halus, "mohon do'anya ya, Bude.."

"Pasti itu, Mas. Saya nggak pernah lupa doakan panjenengan berdua."

Kini, netranya beralih ke wajahku.

"Makin ayu  kamu, Yuzu.. santai saja, ya.. Nikmati hidup. Jangan banyak pikiran." ucapan penuh perhatiannya membuatku sedikit tersentil.

Aku cuma bisa menanggapi dengan anggukan disertai senyum seramah mungkin.

"Ayo. Ayo. Sarapan dulu. Saya sudah siapkan di dalam."

Bude Tika melangkah lebih dulu, memandu kami menuju ruang makan.
Sedangkan suaminya membantu membawakan koper ke lantai atas.

Dazzling YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang