19. My Everything

272 61 35
                                    


Sekuntum magnolia jatuh tepat di atas sepatuku. Mengalihkan sejenak perhatianku yang tengah berdiri satu langkah di belakang Dyaz.

Cowok itu sedang berlutut di depan pusara berpahatkan sebuah nama.
Alyssa Daphney.

Ia membisu, menunduk menatap pusara itu dengan sendu.

"Maafkan aku, Bunda.." suara lirihnya ini merupakan kalimat pertama yang kudengar darinya sejak kami tiba di sini dua puluh menit lalu.

Setelah itu kembali senyap.

Aku memilih diam dan memberi ruang untuknya.
Karena, ku rasa tak semua hal bisa dinikmati berdua.

Tak lama, Dyaz menegakkan kepala dan menoleh padaku.

Meraih tanganku, lalu tersenyum.

Ia membimbingku untuk berlutut di sebelahnya, "Bunda.. kali ini juga aku datang bersama Yuzu. Aku kira nggak akan bisa lagi.."

Menjeda, ia menarik nafas.

"Thank God, Dia memberi kami kesempatan kedua." sambungnya.

Kesempatan.. kedua??

"Aku harap Bunda mengerti atas keputusanku.."

Kupandangi wajah lelaki ini lamat-lamat. Masih gagal paham akan perkara yang dibicarakan.

"Bunda pernah bilang kan.. bahagiaku, bahagianya Bunda juga." sambungnya.

Karena melihat sorot matanya yang semakin pilu, aku menggenggam jemarinya hangat.

Berharap bisa menyalurkan sedikit kekuatan untuknya.

Ia beralih menatapku disusul senyum tipis, dan balas mengeratkan genggaman.

Tanpa kata, bibirnya singgah cukup lama di keningku.

Meski belum mampu menelaah situasi, aku tetap bisa merasakan luapan afeksi dari orang ini.

Kuharap, aku bisa jadi tempatnya bersandar, seperti dirinya yang menjadi sandaranku selama ini.


Di perjalanan pulang, Dyaz tak bersuara.

Kurasa pikirannya sedang tidak di sini.

Beberapa kali ku curi pandang ke arahnya yang tengah mengemudi.

Sejujurnya, level kekepoanku sudah memuncak.

Tapi aku masih dilema untuk membuka obrolan.

"Mau tanya apa?"

Lah! Ni orang cenayang, ya?!

"Nggak usah bingung. Tinggal tanya aja apa susahnya."

Tapi.. gimana kalau nggak mau jawab?

"Selama kamu yang tanya, aku pasti jawab."

Ya tapi-

Tunggu.

Kok dia tau?!

Dari tadi aku belum buka mulut, loh!

Sudut bibirnya naik sedikit.
"Mukanya biasa aja kali... Kan aku sudah pernah bilang, kalau kamu itu transparan. Gampang kebaca." lanjutnya tanpa memandangku.

Aku segera beralih ke jendela, menghembuskan nafas pelan. Lalu menoleh padanya lagi.

"Aku.. pernah ketemu ibumu nggak?"

Ia menatapku heran lantas tertawa hambar. "Pasti tadi kamu nggak baca tahun kematiannya ya.."

Eh, iya!

Dazzling YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang