Jangan lupa vote dulu.. 🥳
"Se, coba tenang dulu. Tarik napas..., baru bicara pelan-pelan."
Intonasi serius nan halus yang meluncur dari mulut Dyaz sontak menghentikan gerakanku mengeringkan rambut.
Aku yang baru saja keluar kamar mandi dan masih mengenakan bathrobe, memilih berdiri tak begitu jauh darinya yang tengah membelakangi.
Perhatian cowok itu terfokus pada pembicaraan telepon dengan seseorang, yang tanpa bertanya pun aku sudah tahu siapa.
Firasatku mengatakan ada hal yang kurang menyenangkan tengah terjadi.
"Terus langkah apa yang akan kamu ambil?" tanyanya lagi.
Dyaz masih di posisi yang sama, mendengarkan lawan bicara dengan seksama.
Sesekali dia menggumam pelan dan mengiyakan.Sejujurnya nggak pas kalau aku dituduh menguping. Karena nggak ada informasi berarti yang bisa kudengar, sebab Dyaz lebih banyak menyimak dibanding bersuara.
Meski begitu, nyatanya kakiku enggan bergeser sedikitpun.
Dengan atensi tertuju pada punggung tegap suamiku, aku menunggu.
Menunggu kepastian apakah aku akan dapat informasi setelah cowok itu menutup telpon, atau justru sebaliknya.
Setelah beberapa saat terdiam, helaan nafas berat Dyaz terdengar. "Maaf, Se. Aku nggak bisa."
Dengan lembut, dia menyuruh gadis itu istirahat sebelum tangannya menekan layar ponsel untuk mengakhiri sambungan.
Tanpa menoleh sama sekali, Dyaz berjalan masuk ke kamarnya.
Ya. Kamarnya sendiri.
Bukan kamar kami berdua.
Sudah lumayan lama kami tidur di kamar terpisah.
Agaknya dimulai sejak malam insiden dengan Kevin di restaurant waktu itu.
Karena amat sangat paham kalau pihak yang bersalah di sini adalah diriku sendiri, jadi selama ini aku nggak bernyali untuk mempermasalahkan keadaan kami.
Tapi kini di antara kami berdua ada Seanna, yang terang-terangan mengibarkan bendera perang, juga selalu punya cara untuk mengambil alih perhatian Dyaz.
Atau kemungkinan terburuknya, cinta pria itu.
God forbid!
Jangan sampai, deh!
Pokoknya, aku harus secepatnya ambil tindakan sebelum Seanna melangkah terlalu jauh.
Apapun tanggapan Dyaz nanti, ya itu urusan nanti.
Bergegas ke walk in closet, kuambil gaun tidur satin ungu bertali spaghetti yang panjangnya cuma sampai setengah paha, lalu memakainya.
Kusisir rambut dan membiarkan nya tergerai sebelum berdiri di depan pintu kamar cowok itu.
Belum sampai tanganku mengetuk, daun pintu berwarna coklat gelap itu terbuka.
Dyaz berdiri tegak sementara tatapannya tertuju padaku dengan salah satu alis terangkat.Jari-jariku sempat saling bertaut gelisah sedangkan atensiku terarah lurus ke manik beningnya seraya bertukas lirih,
"aku mau tidur di sini."kujeda sejenak, lalu melanjutkan dengan mantap.
"..sama kamu."
Dyaz tertegun, matanya bergulir ke tubuhku sejenak lalu kembali menatap mataku lekat.
Beberapa detik setelahnya, tanpa bicara sepatah katapun, ia menyingkir sambil membuka pintu lebih lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dazzling You
RomanceSebelum tidur, Yuzu sudah bertekad untuk confess pada crush sekaligus cinta pertamanya, tapi saat bangun, gadis itu terkaget-kaget karena ternyata dia malah sudah jadi istri orang lain. Apalagi, suaminya orang yang sama sekali nggak dia kenal. Buka...