Oleh Lingliana
Bobo Nomor 45 Tahun XXIX 7 Februari 2002
"Mimi, ayo mandi!" Itulah yang selalu diserukan Ibu setiap pagi, siang, dan sore.
"Ya, Bu!" Dan itulah yang selalu dijawab Mimi setiap kali Ibu menyuruhnya mandi. Namun Mimi jarang menuruti anjuran Ibu. Mimi memang anak perempuan yang paling malas mandi. Dia juga jarang gosok gigi dan jarang menyisir rambutnya sendiri. Tak diragukan lagi Mimi adalah anak yang paling jorok di kelas, tapi dia tidak pernah peduli.
Ibu bekerja sebagai seorang perawat yang cukup sibuk. Setiap pagi beliau selalu harus menyiapkan sarapan bagi Ayah, Mimi dan Toby, adik laki-laki Mimi yang baru berusia empat tahun. Karena kesibukannya, Ibu kadang-kadang tidak punya waktu untuk mengawasi Mimi mandi.
Suatu malam ketika Mimi sedang bersiap-siap hendak tidur dan hendak menutup tirai jendela kamar tidurnya, tiba-tiba ia melihat sesuatu yang kecil dan bersinar melayang-layang di dekat jendela. Mimi menyipitkan matanya untuk melihatnya lebih jelas. Sinar yang berwarna ungu itu melayang menghampiri jendela Mimi dan berhenti di tepi jendela.
Mimi hampir tidak mempercayai penglihatannya sendiri. Ternyata itu peri kecil yang cantik sekali! Mimi bersembunyi di balik tirai agar tidak mengagetkan peri itu. Peri itu kecil sekali, hanya setinggi jari telunjuk orang dewasa. Seluruh tubuhnya berwarna ungu. Rambutnya yang panjang, matanya, untaian bunga di rambutnya, sayapnya, bahkan gaun dan sepatunya semuanya ungu. Cantik sekali. Baru pertama kali itulah Mimi melihat peri.
Raut wajah peri cantik itu tampak cemas. Ia memperhatikan gaunnya yang indah. Ternyata bagian bawah gaunnya sedikit sobek. Mimi ingin membantu peri itu. Karena itu Mimi melangkah keluar dari persembunyiannya dan menyapa peri itu.
"Halo," Mimi berkata pelan. "Kau butuh bantuan?"
Peri itu terlonjak kaget dan langsung melayang di udara.
"Jangan takut," sela Mimi cepat-cepat, takut peri itu akan terbang pergi. "Namaku Mimi. Aku tidak bermaksud mengagetkanmu. Gaunmu sobek. Mungkin aku bisa membantu menjahitkan gaunmu."
"Kau mau menolongku?" Peri itu bersuara. Suaranya merdu sekali.
Mimi mengangguk dengan bersemangat.
"Terima kasih. Kau anak yang baik sekali," kata peri itu lega. "Namaku Lilac. Aku sudah hampir terlambat ke pesta para peri. Ketika aku terbang di dekat semak-semak, gaunku tersangkut dan sobek."
Dengan cekatan Mimi memperbaiki gaun peri yang sobek itu. Tak lama kemudian gaun ungu yang indah itu sudah selesai dijahit. Jahitan Mimi sangat rapi dan hampir tidak terlihat bekasnya. Lilac sangat senang.
"Wah, kau pandai menjahit, Mimi," puji Lilac sambil mematut-matut diri di depan cermin Mimi. "Aku sangat berterima kasih padamu."
Mimi kelihatan ragu-ragu sejenak sebelum bertanya, "Apakah aku boleh ikut denganmu ke pesta? Aku belum pernah menghadiri pesta para peri. Aku ingin melihatnya. Boleh?"
Lilac berpikir-pikir sejenak, lalu ia mengangkat bahu. "Tapi, Mimi, kau harus mandi dulu. Kau kan tidak mungkin pergi ke pesta para peri tanpa membersihkan dirimu."
Mimi tidak peduli. "Tidak, kalau aku mandi, kita akan terlambat. Ayolah, aku akan memakai gaunku yang paling bagus dan tidak ada yang tahu kalau aku belum mandi. Boleh ya? Aku kan sudah membantu menjahitkan gaunmu."
Sebenarnya Lilac enggan mengajak Mimi, tapi karena rasa terima kasihnya maka ia setuju. "Tapi hanya sebentar ya? Kau kan harus tidur karena besok kau sekolah."
"Ya, ya," Mimi mengangguk-angguk dengan gembira. Ia pun memakai gaunnya yang paling indah. Dengan tongkat ajaibnya, Lilac menyihir Mimi menjadi sekecil dirinya dan ia pun membawa Mimi terbang keluar lewat jendela kamar.
Mereka terbang tinggi sekali menembus awan. Kemudian mereka sampai di suatu tempat yang terang benderang. Mimi menutup matanya karena silau. Lalu pelan-pelan Mimi membuka matanya dan ia tercengang melihat yang ada di hadapannya. Istana di atas awan!
Istana itu sangat besar dan amat indah, dihiasi ratusan lampu berwarna-warni, bunga-bunga beraneka ragam, dan menebarkan wangi harum. Mimi merasa seperti berada dalam mimpi. Dilihatnya juga banyak sekali peri yang menghadiri pesta. Mereka semua memakai gaun yang indah sekali dan bersinar-sinar. Ada yang memakai gaun berwarna putih, biru, hijau, kuning, dan lainnya.
Dengan perasaan yang bercampur aduk dalam hatinya, Mimi mengikuti Lilac masuk ke dalam istana yang selama ini hanya ada dalam khayalan Mimi. Ruangan-ruangan di dalam istana itu sangat luas dan indah. Di atas meja-meja besar sudah tersusun rapi bermacam-macam makanan enak. Ada puding cokelat, es krim stroberi, kue-kue, dan banyak lagi yang lain.
"Teman-teman pasti akan iri bila mendengarkan ceritaku nanti," pikir Mimi dalam hati.
Lilac memperkenalkan Mimi pada peri-peri lain yang tidak kalah cantiknya.
"Jadi namamu Mimi?" tanya peri bergaun jingga. "Kau yang membantu menjahitkan gaunnya ya? Kau tentu sangat pandai."
Mimi senang sekali mendengar pujian itu. Mereka pun saling bersalaman.
"Lo, mengapa kuku-kukumu panjang dan kotor?" tanya peri bergaun biru muda ketika memperhatikan tangan Mimi yang jarang dicuci.
Mimi buru-buru menarik kembali tangannya.
"Rambutmu kusut sekali. Apakah kau tidak menyisir rambutmu setiap hari?" tanya peri berbaju merah jambu dengan heran.
Wajah Mimi memerah karena malu. Ia tidak berani mengatakan apa-apa.
Peri yang bergaun hijau lumut terbang ke belakang Mimi dan berkata, "Lihat, dia juga tidak pernah membersihkan belakang telinganya!"
"Wah, apakah kau pernah gosok gigi?" tanya peri yang lain.
Mimi merasa terpojok dan malu. Tanpa berkata apa-apa dia segera pergi mencari Lilac untuk mengantarnya pulang. Lilac tidak merasa heran mendengar cerita Mimi.
"Makanya, Mimi. Kami peri-peri di sini suka semua hal yang bersih. Mulai sekarang kau harus rajin mandi, gosok gigi dan membersihkan seluruh bagian tubuhmu. Bahkan belakang telingamu sekalipun. Dan jangan lupa untuk selalu menyisir rambutnya. Mungkin bila kau sudah bersih dan bila ada pesta lagi aku akan mengajakmu."
Mimi pun diam-diam berjanji untuk mengikuti nasihat Lilac. Keesokan harinya Ibu pun kaget dan senang melihat Mimi mandi sendiri tanpa ada yang menyuruh. Ia menggosok gigi sendiri, membersihkan siku dan lututnya, tak lupa membersihkan wajah dan bagian belakang telinganya. Ia juga meminta agar Ibu membantunya menggunting kuku karena ia masih terlalu kecil untuk menggunting kuku sendiri. Setelah itu ia mengikat rambutnya dengan pita merah. Mimi benar-benar berubah menjadi anak perempuan yang bersih dan manis sekali.
Semua temannya di sekolah menghampirinya dan memuji penampilannya yang cantik. Bahkan ibu guru pun ikut memujinya. Mimi senang sekali. Ia baru sadar kalau menjaga kebersihan tubuh sendiri ternyata sangat penting. ***
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2002
Короткий рассказlanjutan dari Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2001