Oleh Susana K. Yulianti
Bobo Nomor 40 Tahun XXIX 3 Januari 2002
Koko, Reza, Budi, Doni, dan Iwan pulang sekolah bersama-sama. Mereka asyik membicarakan cta-citanya masing-masing. Budi dan Doni ingin jadi dokter. Iwan ingin jadi insinyur. Tapi Reza yang semula ingin jadi astronot, mendadak mengganti cita-citanya.
"Aku ingin jadi presiden saja, ah!" kata Reza mantap.
"Tidak boleh! Aku yang duluan punya cita-cita itu. Tanya saja pada Iwan atau Doni kalau tak percaya!" jawab Koko mendadak sengit.
"Lo, kenapa tidak boleh?" Reza keheranan, sedikit jengkel juga.
"Presiden itu cuma satu! Mana ada negara yang presidennya dua!" elak Koko berang. Teman-teman lainnya membenarkan juga.
"Iya, Rez! Lebih baik kamu tetap bercita-cita jadi astronot. Nanti kalau insinyur-insinyur sudah bisa bikin helikopter angkasa, siapa yang akan menerbangkannya kalau tak ada astronot?" sambung Doni.
"Biar saja! Pokoknya aku ingin jadi presiden!" Reza tak perduli.
Usai berkata begitu, Reza berlari mendahului yang lain. Koko, Iwan, Budi, dan Doni berusaha mengejarnya, namun gagal.
Esok harinya saat akan berangkat sekolah, Koko mendadak ngambek. Ia diam saat Reza berseru-seru memanggilnya. Mamanya jadi bingung sendiri. Ia terus membujuknya, namun Koko tetap saja diam. Akhirnya mamanya mengalah. Baru ketika terdengar suara Doni, Budi, dan Iwan, Koko baru menjawab. Tas sekolah langsung disambarnya dan buru-buru pamit sambil berlari.
"Pokoknya, Reza jangan diajak bicara. Dia harus ganti dulu cita-citanya itu," Doni membuka pembicaraan dalam perjalanan.
"Harusnya dia bercita-cita jadi insinyur saja seperti aku. Kalau insinyurnya ada banyak, kan rumah-rumah juga jadi bagus-bagus," sambung Iwan.
"Iya! Tapi Reza memang ngaco!" jawab Koko sengit.
Mereka berempat lagi membuat kelompok baru yang kompak. Karena pulang sekolah tidak bersama Reza, Mama Koko jadi heran.
"Di mana Reza? Biasanya kan kalian pulang bersama," tanya Mama Koko. Keempat murid SD itu saling pandang.
"Reza sudah bukan teman kami lagi, Tante," jawab Doni.
"Mengapa begitu?" tanya Mama Koko lagi ingin tahu.
"Pokoknya, kami tidak mau lagi berteman dengan Reza!" jawab Koko.
"Benar, Tante! Reza itu ngaco!" jawab Iwan dan Doni hampir berbarengan. Mereka lalu pamit pulang.
Kini Mama membuntuti Koko yang masuk rumah.
"Sebenarnya ada apa sih dengan Reza?" tanya Mama penasaran. Koko menghela napas.
"Koko kan sudah lama bercita-cita ingin jadi presiden. Reza waktu itu ingin jadi astronot. Eeh, tahu-tahu dia ingin jadi presiden juga seperti Koko. Itu kan ngaco!" jelas Koko.
"Tapi, kalau cuma ganti cita-cita, kenapa harus sampai musuhan?" Mama Koko masih belum mengerti.
"Mama ini bagaimana sih! Presiden itu kan cuma satu. Mana ada satu negara presidennya dua. Jadi Reza itu ngaco!" serang Koko lagi.
"Hahaha ..." kini Mama Koko tersenyum geli. "Ko, punya cita-cita sama kan tidak salah. Cita-cita itu membuat orang jadi rajin belajar. Jadi bersemangat."
"Tapi, mana ada negara yang presidennya dua, Ma?" Koko tetap ngotot. Mamanya kembali tersenyum.
"Ko, tidak semua orang berhasil mencapai cita-citanya. Bila bercita-cita jadi insinyur, belum tentu juga berhasil jadi insinyur. Yang penting sudah belajar dan berusaha sungguh-sungguh. Waktu kecil dulu, Papa juga ingin menjadi presiden seperti kamu. Tapi nyatanya, papamu bekerja sebagai dosen. Dan Papa senang dengan pekerjaan itu!"
Koko terdiam.
"Cita-cita itu membuat tingkah lakumu jadi teratur. Karena ingin jadi presiden, kamu tentu akan berusaha jadi anak baik, kan? Coba bayangkan, kalau kamu bercita-cita ingin jadi pencuri?" lanjut mamanya lagi.
Koko semakin terdiam. Ia mulai mengerti arti dari cita-cita. Ah, Koko jadi menyesal telah marah pada Reza. Ia akan meminta maaf pada Reza dan berteman lagi seperti biasanya.
***
Hai! Terima kasih telah membaca kliping cerita ini. Kalaukamu tertarik membaca kliping sejarah juga, silakan berkunjung ke http://klipingsejarahku.blogspot.com/.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2002
Short Storylanjutan dari Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2001