Oleh Yoga Triana
Bobo Nomor 19 Tahun XXX 8 Agustus 2002
Pangeran Willi sedang asyik bermain dengan Simon, kucing hitam kesayangannya. Saking asyiknya, ia menabrak sebuah patung. Siuuut .... BRAAAK!!! Patung itu membentur tembok, sampai hancur berkeping-keping.
"Haaa!" Pangeran Willi sangat kaget.
Patung itu adalah patung kakeknya yang sedang memegang sebilah pedang emas. Pangeran Willi tahu, ayahnya sangat menyayangi patung itu. Selain benda seni yang sangat berharga, patung itu dibuat untuk mengenang kakeknya. Namun kini ia telah menghancurkannya.
"Wah, bagaimana ini? Jantung Pangeran Willi berdegup keras. Keringat dingin mengucur dari seluruh tubuhnya. Ayahnya pasti marah besar.
"Simon, ayo kita lari saja!" Pangeran Willi segera menggendong kucingnya. Lalu berlari kabur dari istana.
Ketika senja tiba, Pangeran Willi sudah memasuki sebuah hutan. Setelah memakan buah-buahan, Pangeran tertidur lelap di dekat perapian. Simon disuruh menjaganya.
Saat fajar menyingsing, Pangeran Willi terbangun. Sayup-sayup terdengar suara langkah kaki kuda. Pangeran terhentak. Mungkinkah itu prajurit utusan ayahnya?
"Simon, ayo sembunyi!" setelah memadamkan api, Pangeran Willi mengintai dari balik semak-semak.
Derap kaki kuda semakin dekat. Dan ternyata benar. Mereka prajurit kerajaan, jumlahnya sepuluh orang. Tapi ... hei! Di belakang mereka ada sebuah kereta megah. Ternyata kereta itu membawa Perdana Menteri Bryan. Kenapa ia masuk ke hutan? Tak mungkin Ayah menyuruhnya untuk ikut mencariku. Tentu ada hal lain. Pangeran Willi jadi penasaran.
"Ayo kita buntuti mereka, Simon!"
"Meong!"
Pangeran Willi berlari membuntuti rombongan itu. Tepat di depan sebuah gubuk, para prajurit berhenti. Semua turun, termasuk Perdana Menteri Bryan. Mereka menurunkan sebuah benda yang dibungkus kain hitam dari dalam kereta. Semua lalu masuk ke dalam gubuk.
"Benar! Mereka bukan mencariku. Benda apa yang mereka bawa? Aku jadi curiga." Dengan sangat hati-hati Pangeran Willi mendekati gubuk itu. Lalu ia menyelinap ke belakang. Ia mencari-cari lubang untuk mengintip. Untunglah tak lama kemudian ia berhasil menemukannya. Di dalam gubuk, suasananya cukup terang hingga semua terlihat jelas.
Sepuluh prajurit dan Perdana Menteri Bryan tengah mengelilingi benda yang dibungkus kain hitam.
"Hahaha ... kita berhasil!" Perdana Menteri Bryan membuka kain penutup benda itu.
Di luar, Pangeran Willi sangat terkejut. Patung Kakek? Bukankah telah hancur? Tapi ... kenapa sekarang ada pada mereka? Masih utuh lagi? Hatinya bertanya-tanya.
"Hahaha ... kita semua akan kaya! Besok aku akan menghubungi saudagar dari negeri seberang. Ia pasti akan membeli patung indah ini dengan harga yang sangat tinggi!" kata Perdana Menteri.
"Raja bodoh itu tak tahu patung yang di istana sekarang adalah patung palsu! Haha ...!" lanjutnya.
"Ha! Jadi ..." Pangeran Willi tambah kaget.
"Dan untunglah patung palsu itu pecah. Jadi anak bodoh itulah yang disalahkan!" Perdana Menteri Bryan nampak puas.
"Kurang ajar!" Pangeran Willi amat kaget dan dongkol.
Perlahan Pangeran Willi meninggalkan tempat itu. Ia bermaksud kembali ke istana untuk melapor pada ayahnya. Namun ia tak tahu jalan pulang. Untunglah Simon berhasil menuntunnya keluar dari hutan itu.
Di desa, Pangeran Willi menyewa seekor kuda. Ia cukup mahir menungganginya. Hanya beberapa saat saja ia dan Simon tiba di istana. Begitu sampai, Pangeran disambut ayahnya dengan kemarahan.
"Tenang dulu, Ayah!" Pangeran berusaha menyabarkannya.
"Bagaimana Ayah bisa tenang! Kamu apakan patung kakekmu itu?" Raja nampak geram.
Dengan tenang Pangeran Willi mengambil pedang di patung kakeknya.
"Coba Ayah perhatikan baik-baik! Apakah ini emas asli atau bukan?"
Ayahnya meneliti dengan seksama. "Ini palsu!" serunya tak percaya.
"Nah, aku tahu di mana yang aslinya, Yah!"
Pangeran mengajak bicara empat mata. Semua yang terjadi dan diketahuinya diceritakan pada ayahnya. Raja marah bukan main!
Begitu Perdana Menteri Bryan kembali ke istana, ia langsung diringkus. Dua puluh prajurit handal masuk ke hutan dan menangkap sepuluh prajurit pengkhianat. Patung yang asli dapat dibawa kembali ke istana.
Pangeran Willi tak menyangka kalau gara-gara memecahkan patung kakeknya, kejahatan Perdana Menteri Bryan jadi terbongkar.
"Terima kasih, Willi! Ayah bangga padamu. Tapi meski begitu kamu harus tetap mendapat hukuman. Karena telah kabur dari istana."
"Apa hukumannya, Ayah?"
"Guru istana akan menambah PR Matematikamu!" jawab Raja.
"Baik, Yah! Siapa takut!" jawab Pangeran.
"Meong!" timpal Simon, si kucing cerdik. ***
Hai! Terima kasih telah membaca kliping cerita ini. Kalaukamu tertarik membaca kliping sejarah juga, silakan berkunjung ke http://klipingsejarahku.blogspot.com/.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2002
Contolanjutan dari Kumpulan Cerpen dan Dongeng Bobo 2001