SIBLINGS ENERGY

4K 292 13
                                    

Salma tiba di rumahnya yang ternyata berpapasan juga dengan Kakaknya, Paul. Keduanya sama-sama baru memasuki garasi khusus motor vespa di rumahnya, Paul melepas helmnya begitu juga dengan Salma.

"Habis darimana Sal? Kok gaada chat apa-apa sih kalo kamu pulang semalem ini? Pergi sama siapa?" Tanya Paul posesif, dirinya membuat peraturan bahwa Salma harus selalu lapor kepadanya jika hendak kemana-mana. Yang pasti Paul harus tau ia pergi kemana dan bersama siapa.

"Lo juga gak ngabarin gue kalo pulang telat, gue bosen bang di rumah sendirian gak ada orang. Gue nungguin lo sampe magrib ternyata gak ada kabar, yaudah gue keluar aja ke cafe deket sini sendirian, gue takut kalo chat lo jadi ganggu. Salah?" Kata Salma sambil melipat kedua tangannya dan menatap datar Paul.

Paul menyadari bahwa dirinya juga salah, meninggalkan Salma sendiri di rumah tanpa mengabarinya bahwa dirinya akan pulang terlambat. Ia mendekatkan diri pada Salma menatap adik kesayangannya itu lalu mengusap halus lengan Salma.

"Hei, maafin abang ya. Tadi abang pulang sekolah mampir ke PIK 2 dulu sama Nabila, abang lupa banget ngabarin kamu dan abang juga lupa kalo Mami ikut Papi tadi pagi berangkat ke luar kota." Ucap Paul merasa bersalah pada adik kesayangannya itu.

Salma menghembuskan nafasnya kasar dan mengalihkan pandangannya dari Paul. Paul langsung memeluk adik kesayangannya itu karena Paul sadar bahwa dirinya lah yang salah kali ini.

"Maaf." Ucap Paul lirih yang masih bisa didengar oleh Salma. Salma membalas pelukan kakak kesayangannya itu, sebenarnya ia tidak mengapa. Tapi Paul mungkin menilai bahwa Salma sedang marah padanya saat ini.

"Udah, gapapa bang. Gue cuma ngejelasin aja kok tadi, gak marah." Salma melepskan pelukan abangnya dan tersenyum. Paul membalas senyumannya dan mengajak Salma masuk ke dalam rumah.

Keduanya sudah saling bercanda lagi dan saling menceritakan kejadian yang baru saja mereka alami, sesekali mereka saling mencubit dan menggelitik satu sama lain. Paul juga sangat excited menceritakan bahwa Ayah Nabila sudah merestui mereka berdua untuk menjalin hubungan asmara.

"Jadi lo beneran udah jadian sama Nabila dong nih?" Tanya Salma menatap Paul dengan rasa penasarannya. Paul mengangguk tersenyum, Salma langsung tertawa bahagia dan bertepuk tangan.

"Akhirnyaaa abang gue demen juga sama cewek." Goda Salma, Paul mengusapkan telapak tangannya yang lebar ke wajah Salma untuk membalasnya.

"Bercandaaaaaa." Ucap Salma masih dengan tawanya.

"Eh tapi bang, lo gak pernah cerita ke gue apa alasan lo suka dan akhirnya sayang sama Nabila?"

"Gue ada bilang ke lo gak sih Sal waktu pas awal MPLS? Gue pernah nanyain lo cewe yang pake hijab, cantik dan ngabantuin temennya." Tanya Paul balik.

Salma sedang berusaha mengingat kejadian enam bulan yang lalu itu, Salma mengangguk paham. Ternyata wanita yang kakaknya tanyakan itu adalah Nabila.

"Ohh itu lo nanyain Nabila, gue gak kenal bang waktu itu. Gue aja baru kenal kemarin gara-gara gue bantu dia nerobos lewat pintu samping, ya lo tau sendiri kan dia anak IPA sedangkan gue IPS." Jelas Salma yang mendapat anggukan dari Paul.

"Iya Sal, awalnya gue jatuh hati karena dia cantik. Gue kira rasa itu bakal ilang dengan sendirinya, tapi nyatanya semakin hari semakin gue merhatiin dia dan makin kuat perasaan ini buat Nabila, Sal." Salma mengangguk mendengar penjelasan Paul, tidak salah kakaknya itu menyukai Nabila. Sudah cantik, baik hati pula.

"Lo sendiri, kok bisa ketemu Rony di cafe?" Tanya Paul balik.

Salma menjelaskan panjang lebar dengan kejadian yang ia alami tadi bersama Rony dan Boy, Paul tertawa mendengarkan cerita adiknya itu. Bagaimana bisa terlintas dipikiran Salma untuk mengaku bahwa dirinya dijodohkan dengan Rony sejak embrio, dan bodohnya Boy percaya.

STORY OF PANAROMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang