Avalle berjalan menuju ruang makan. Seperti biasa sudah ada Arthur, Askar, dan Latasha di sana.
"Nina, bisa bikinkan teh?" Avalle menatap pelayan baru, yang biasa membuatkan dia teh.
Nina menganggukkan kepalanya lalu beranjak dari sana.
"Kamu kayaknya suka banget ya sama teh bikinannya Nina." Arthur tersenyum lembut melihat Avalle.
"Iya. Enak soalnya." Avalle mendudukkan diri di kursinya.
"Aku jadi penasaran, pengen coba juga." Latasha menatap Avalle dengan berbinar.
"Nggak boleh. Cuma kakak yang boleh minum teh itu."
Latasha mengerucutkan bibirnya kesal, "Dih kok gitusih. Curanggg."
Avalle tertawa kecil melihat itu, lalu dia menghentikan tawanya saat merasakan sakit pada kepalanya. Avalle memejamkan mata mencoba menahan sakitnya, dia mempertahankan senyumnya tidak mau orang-orang tau kondisinya.
Para maidpun datang menghidangkan sarapan mereka, begitupun Nina yang datang dengan teh nya.
"Sini biar aku siapkan makanannya." Avalle seperti biasanya menyiapkan makanan untuk anggota keluarganya.
"Askar mau makan apa?" Avalle menatap Askar dengan sendu. Askar tidak menjawab pertanyaan Avalle dan langsung saja mengambil makan yang dia mau.
Lagi, Avalle merasakan hatinya berdenyut sakit.
"Oh... Mau ambil sendiri ya."
Avalle kembali duduk ke tempatnya. Arthur dan Latasha sama-sama mengepalkan tangannya, tidak tahan melihat Avalle yang diperlakukan seperti itu.
Avalle mengambil teh buatan Nina, sebelum meminumnya dia menghirup aromanya, Avalle tersenyum kecil diam-diam melirik ke arah Nina, dia lalu meminum habis teh itu.
Merekapun lanjut makan dengan penuh keheningan.
Selesai makan mereka bersiap-siap untuk pergi ke sekolah dan ke kantor.
Avalle mengernyitkan dahinya melihat Askar membawa sebuah helm, "Askar... Mau pake motor?"
Askar tidak menjawab dan berlalu keluar mansion begitu saja. Avalle kembali menundukkan kepalanya. Latasha yang melihat itu langsung saja menghampiri Avalle dan memeluknya, "Kakak... Jangan sedih, aku akan selalu ada dipihak kakak."
Avalle tersenyum lembut lalu mengelus puncak kepala Latasha, "Terimakasih ya. Ayok kita berangkat sekolah, nanti kesiangan." Latasha menganggukkan kepalanya dengan semangat, lalu keduanyapun berlalu dari sana.
Sementara itu...
"Bagaimana?"
"Dia meminumnya, tuan. Bahkan dia terus meminta saya untuk terus memberinya teh itu."
"Hahahaha... Bodoh sekali, ku pikir dia orang yang pintar. Bagus bagus, terus berikanlah dia racun itu, sampai dia mati perlahan."
"Tentu, tuan. Saya akan terus memberikan racun itu padanya."
"Baiklah aku tutup telponnya, nanti ada orang yang mendengarmu. Ingat! Terus pastikan dia meminum racun itu! Jika anak itu mati, aku akan memberimu bayaran yang sangat besar."
Setelah itu sabungan telponpun terputus.
😇
Avalle memegang kepalanya yang terasa sakit, badannya terasa gak enak. Avalle tersenyum tipis, dalam hati dia berkata, 'Sepertinya mulai bereaksi, ya.'Arkanna yang menyadari itu memegang bahu Avalle, "Lo gapapa? Muka lo pucet banget."
Avalle menggelengkan kepalanya, "Gapapa kok. Cuma semalem aku gadang, jadi sekarang ngantuk-ngantuk gimana gitu, hehe."
KAMU SEDANG MEMBACA
Avisha or Avalle : An Extra
Ficção AdolescenteAvisha Ansell Nayaka. Seorang pemuda yang terkenal karena kelembutannya. Suatu hari ia harus meregang nyawa karena penyakit yang dideritanya, atau lebih tepatnya karena kondisinya tambah down setelah menangisi karakter figuran di novel yang ia baca...