Arthur menatap makam di depannya dengan sendu, Arthur menerka-nerka sudah berapa tahun dia tidak ke sini. Arthur berjongkok lalu menaburkan bunga ke makam itu, "Hai... Sudah berapa lama ya, aku tidak ke sini."
"Maaf, karena baru mengunjungimu sekarang."
Arthur mengelus nisan bertuliskan nama, 'Raina Allaver', nama mendiang istrinya.
"Sayang... Hidupku hancur setelah kamu pergi. Saking hancurnya sampai aku... Menyakiti anak-anak kita."
Arthur terisak pelan, "Aku selalu merasa menjadi orang paling tersakiti, sampai tanpa sadar aku menyakiti anak-anak kita. Maaf... Karena aku, anak-anak yang kamu cintai tumbuh dengan luka yang besar di hati mereka. Aku membiarkan Askar tumbuh dengan kenangan pahit sebagai korban kekerasan, begitu juga dengan Latasha. Aku bahkan sempat membenci anak perempuan kita, anak yang kamu perjuangkan sampai merelakan nyawamu. Maaf, maaf karena aku sudah gagal menjadi ayah yang baik.
Tapi, apa kamu tau sayang. 2 tahun lalu, secercah harapan muncul lagi di kehidupan kami. Aku membawa seorang anak terlantar. Awalnya, aku membawa dia ke mansion kita hanya sebagai bentuk pertanggungjawaban, karena aku tidak sengaja menabraknya. Tapi, siapa sangka, justru anak itu yang membawa perubahan besar ke keluarga kita. Dia memberikan kasih sayang pada anak-anak kita, hal yang tidak mereka dapatkan selama bertahun-tahun mereka hidup. Dia membantu memperbaiki hubungan kami, menyatukan kami kembali menjadi sebuah keluarga.
Tapi... 2 tahun lalu, cahaya itu kembali meredup. Baru saja kami merasakan menjadi keluarga yang utuh, dia justru tertidur untuk waktu yang lama.
Sayang, aku tau kamu mendengarku dari tempatmu saat ini. Jika bisa, jika saja kamu bisa melakukannya, tolong... Bawa dia kembali. Tolong, bantu kami membangunkan dia. Tolong, katakan padanya, bahwa kami menunggunya. Jika kamu bisa melakukannya, kumohon tolonglah kami..."
Drrrt drrt
Arthur mengambil ponselnya, tertera nama sekretarisnya di sana.
" Maaf tuan, tapi rapat akan segera dimulai sebentar lagi."
Tanpa mengatakan apapun, Arthur menutup telpon itu. Arthur lalu mengecup nisan istrinya, "Aku pergi dulu. Aku berjanji akan lebih sering mengunjungimu."
Arthur berdiri dan berlalu dari sana.
😇
Semilir angin menyejukkan menerpa wajah Avalle, dia masih setia menutup mata meresapi elusan lembut di kepalanya. Saat ini, Avalle dan Arvie sedang tiduran di paha wanita tak dikenal yang mereka temui beberapa waktu lalu.
Mereka sudah menghabiskan waktu bermain sepanjang waktu. Avalle dan Arvie sudah menanyakan nama wanita itu, tapi dia tidak mau menjawab. Karena itu Avalle dan Arvie memutuskan untuk memanggilnya 'Bibi bidadari.'
Wanita itu menolehkan kepalanya ketika melihat sebuah cahaya terang tidak jauh darinya, dia tersenyum lebar kemudian menatap 2 makhluk manis di pangkuannya, "Hey anak-anak manis, bangunlah. Pintunya sudah muncul."
Avalle dan Arvie sontak membuka mata mereka. Arvie membulatkan matanya, "Heeeeee beneran ada pintu."
Wanita itu kemudian berdiri, "Ayok, sudah waktunya untuk kalian keluar dari sini."
Avalle dan Arviepun berjalan menuju pintu itu, dituntun oleh bibi bidadari mereka. Ketiganya berhenti tepat di depan pintu itu, perlahan pintu itu terbuka. Wanita itu mengelus puncak kepala Avalle dan Arvie, "Masuklah ke sana, dan kalian akan keluar dari sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Avisha or Avalle : An Extra
Fiksi RemajaAvisha Ansell Nayaka. Seorang pemuda yang terkenal karena kelembutannya. Suatu hari ia harus meregang nyawa karena penyakit yang dideritanya, atau lebih tepatnya karena kondisinya tambah down setelah menangisi karakter figuran di novel yang ia baca...