Waktu sudah menunjukkan pukul 10 lewat namun mata Ida belum juga terpejam. Perasaannya campur aduk antara senang dan gugup. Besok dia akan mulai membuka warung di depan rumahnya segalanya sudah siap mulai dari peralatan dan barang jualan, meski karena itu separuh tabungannya harus terkuras untuk dijadikan modal.
Dulu Ida tidak pernah berpikir untuk menjadi pedagang. Baginya pekerjaan itu bukan pekerjaan mudah, orang harus memiliki bakat untuk bisa menarik pembeli agar barang jualannya laku.
Sifatnya yang tertutup dan introvert membuatnya sama sekali tidak tertarik untuk menggeluti bidang itu. Dulu saat dirinya menganggur ada beberapa temannya yang mengajaknya berjualan secara online atau ikut MLM tapi Ida selalu menolak.
Namun ternyata dia salah, dunia dagang ternyata sangat menarik. Membuatnya selalu tertantang mencari cara agar jualannya laris. Meski idenya banyak diambil dari masa depan namun baru di masa ini Ida benar-benar praktek secara langsung.
Ida berharap usahanya kali ini benar-benar berjalan lancar. Karena berbeda dengan kios yang ada di sekolah di mana memang anak-anak dilarang keluar pagar untuk jajan. Buka usaha di tempat umum memiliki resiko banyak saingan dan calon pembeli bebas menentukan pilihan.
Rasa kantuk belum juga datang sementara jam di dinding hampir menyentuh angka 11. Ida lalu teringat dengan novel yang diberikan Fadil sore tadi sewaktu mengantarkan banner pesanannya.
Tanpa perlu beranjak dari pembaringannya Ida meraih novel tersebut dari atas lemari. Kata Fadil novel itu akan menginspirasinya agar lebih semangat lagi. Judulnya SANG PEMIMPI, dan sesuai ucapan kekasihnya itu isi novelnya memang sangat menarik hingga rasa kantuk itu baru datang saat pukul satu dini hari.
🍀🍀🍀
Saat menuruni tangga Ida bisa mendengar suara adiknya Ira dan ibunya sedang berbincang, sepertinya tentang kegiatan Ira di sekolah barunya, dari nada suaranya dia terdengar sangat senang dan antusias.
"Kakak tumben bangun telat aku sudah setengah jam yang lalu bantuin ibu." Ujar Ira saat melihat sosok kakaknya memasuki area dapur. Meski terkesan menyindir tapi tak ada ekspresi kesal dari wajah adiknya ia masih dengan telaten menata telur gulung dan corndog yang sudah digoreng ibunya.
Ida hanya menyengir lalu lewat begitu saja menuju kamar mandi dia harus melapor kepada Tuhannya dulu sebelum beraktivitas.
Setelah salat subuh Ida kembali ke dapur dan menggantikan ibunya menggoreng sisa adonan sementara ibunya memasak air untuk membuat kopi lalu menyiapkan sarapan untuk mereka.
"Sudah tinggalin aja nanti biar kakak yang lanjutin kamu pergi mandi sana biar nggak telat ke sekolah." Perintah Ida kepada adiknya setelah melihat Jam menunjukkan pukul 05.30 pagi.
Sebenarnya jika tidak ada pesanan dari kantin mereka tidak perlu bangun terlalu awal, karena di kios semua menu dibuat langsung di tempat. Ada kompor dan alat masak di sana jadi tinggal membawa bahan mentahnya saja, namun siapa yang bisa menolak rezeki, keuntungan dari 300 porsi lebih dari lumayan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fix My Past (End)
ChickLitFarida merasa gagal, di usianya yang menginjak 35 tahun dirinya malah menjadi seorang pengangguran dan bahkan belum menikah. Dia merasa telah menyia-nyiakan masa mudanya. Hingga suatu hari, di tengah kegundahannya, ia mendapatkan kesempatan untuk ke...