45. Bisikan Iblis

260 43 1
                                    

 IVORY MANGGALA

"Hiehehe... Mau kuceritakan tentang bapak kau?"

Ucapan Vincent membuatku kehabisan kata-kata. Ayahku orangnya seperti apa? Sekarang dia ada dimana? Kenapa dia pergi meninggalkan aku dan ibu? Kenapa dia tidak pernah pulang? Itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang aku tanyakan setiap hari, dan kali ini aku bisa mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaanku.

"Bapak kau adalah orang paling keras kepala yang pernah aku kenal. Aku sampai heran, kok bisa ya ada orang yang seperti itu."

"Keras kepala?"

"Dia gak mau menggunakan tenaga dalam!" Vincent terdengar begitu kesal "Gak seperti kau yang memang gak bisa tenaga dalam, dia bisa, tapi dia ini gak mau menggunakannya. Bahkan ketika nyawanya sedang terancam."

"Apa dia bisa memenangkan pertarungan kalau dia tidak menggunakan tenaga dalam sama sekali?"

"Bukan cuma menang, semua orang yang pernah bertarung melawannya berakhir masuk rumah sakit karena persendiannya lepas. Hal ini yang kemarin memberiku ide mengenai cara melatih kau! Hiehehehe. Sini kuberi tahu caranya dia melakukannya." Vincent melangkah pergi ke arah area ujian.

"Hey tunggu! Mumpung kamu sedang membahas tentang ayahku, kita bahas latihannya nanti saja lah! Ayo ceritakan lagi! Sekarang ayahku ada di mana?"

"Rahasia! Hiyahahahaha, lihatlah muka bodoh kau itu! Penasaran ya?"

"Ayolah! Setidaknya... Beritahu aku siapa namanya!"

"Baiklah, baiklah... Nama ayahmu adalah–"

"Ivo!"

Ava berteriak dari jauh, membuatku menengok. Dia berlari kepadaku.

"Liz..." Ava berkata sambil terengah-engah. "Dia sudah sadar!"

"Hah?!"

Aku berlari mengikuti Ava ke tempat Liz berada. Masalah tentang ayahku bisa menunggu.

***

Liz duduk bersandar di bantalnya. Seluruh cahaya yang dulu dia miliki di wajahnya, hilang. Tubuhnya kini tinggal kulit membalut tulang. Separuh tubuhnya tertutup selimut, dokter sudah menjelaskan padanya bahwa bagian tersebut kini sudah tidak bisa digerakkan.

Melihat Liz yang seperti ini aku tidak sanggup untuk menatap matanya, apalagi berbicara. Aku hanya bisa menangis sambil mendekapkan wajahku di selimut yang Liz pakai. Liz berusaha untuk terdengar tegar, namun aku tahu benar apa yang dia rasakan. Aku bahkan belum memberitahunya tentang Jeff.

Jeff... Liz... Aku sudah berjanji untuk selalu melindungi kalian berdua. Aku ini memang teman yang tidak berguna. Aku ini memang lemah!

Seandainya aku lebih kuat, pasti aku bisa mengalahkan monster itu.

Seandainya aku lebih kuat, Liz tidak perlu mengorbankan dirinya untuk melindungi ku.

Seandainya waktu bisa diulang...

Seandainya kami tidak pernah masuk ke tower... Ini semua memang salahku.

Sebuah ingatan muncul kembali di kepalaku, ingatan saat Nicolaus mendorong kami di pintu keluar labirin menggunakan tenaga dalam.

Aku ingat betul saat-saat itu.

Aku ingat betul senyumannya saat menutup pintu itu.

Bangsat kau Nicolaus...

***

Aku berjalan dengan tergesa-gesa melewati area ujian yang sudah bersih, rupanya Ava membantuku membersihkannya saat aku menemui Liz.

The Trials of SatriakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang