51. Sang Ketua

230 35 11
                                    

Sang ketua tidak memberikan jawaban apa-apa. Dia hanya menghisap dan menghembuskan rokoknya beberapa kali seolah-olah kami tidak ada. Dia mengambil tombak yang dipegang salah satu pengawalnya. Dia mencari-cari posisi yang pas untuk memegang tombak tersebut.

Oh tidak! Posisi ini–

Whush!

Mata tombak itu tiba-tiba berada persis di depanku. 

Berhenti!

Saat aku memfokuskan diri, tombak itu seperti berhenti di udara. Aku memperkirakan bagian mana dari tubuhku yang dia incar... pundak kanan!

Set!

Aku menghindar dengan memutar bahuku ke belakang. Tombak itu melesat melewatiku, meleset hanya beberapa senti. Ketika mataku mencari sang ketua dia kursinya, dia sudah tidak ada.

Hah?

Baru saja dia ada disana! Kemana dia–

Betapa terkejutnya aku ketika menoleh ke belakang.

Topeng hitamnya hanya berjarak dua senti dari mukaku.

"Hmm... lumayan juga kemampuan kau ini."

Sontak aku melompat untuk menjauhinya dan siaga untuk bertarung.

"Cara kau menghindar itu... sangat efisien." Terdengar ia tertawa kecil dari dalam topengnya.

"Sepertinya aku memilih orang yang tepat." kata Puntadewa, sang ketua, pada Janaka.

Janaka tidak merespon. Aku masih terdiam di tempat saking kagetnya dan tidak tahu harus berbuat apa. Dia berjalan melewatiku untuk kembali ke kursinya.

Tak... Tak... Tak...

Suara sepatunya adalah satu-satunya suara yang terdengar ketika dia berjalan. Asap rokok mengepul dari pipa di mulutnya. Dia kembali duduk.

Janaka menurunkan tangan dari dadanya dan berjalan ke arah depan tanpa suara. Ke arah dua anggota lain yang bertopeng hitam, aku yakin itu adalah Nakula dan Sadewa, dua orang yang kata Jeff telah menyelamatkanku setelah insiden manusia kalajengking di lantai enam. Keheningan suasana menambah kegelisahan di hatiku. Kini aku dan Jeff berhadapan langsung dengan sang ketua.

"Mungkin kau sudah tahu bahwa kami menginginkan diri kau sejak lama. Untuk bergabung di sini, seseorang harus diundang, dan setiap abdi hanya bisa menggunakan haknya satu kali untuk mengundang orang masuk demi menjaga kerahasiaan identitas setiap anggota."

Puntadewa menghisap cerutunya dan menghembuskan asap putih tebal-tebal.

"Sekali bergabung, seorang abdi gak boleh keluar." lanjutnya. "Selain itu, perlu diingat bahwa dengan bergabung bersama kami, orang-orang terdekat kau bisa berada dalam bahaya apabila otoritas tower sampai tahu."

Orang-orang terdekatku bisa berada dalam bahaya? Aku merasa bahwa kalimat tersebut bukan hanya sekedar peringatan agar aku berhati-hati untuk tidak ketahuan, tapi juga merupakan ancaman dari mereka bahwa mereka bisa saja melukai orang-orang terdekatku kalau aku mengkhianati mereka.

"Apa kau tetap bersedia?" Puntadewa bertanya kepadaku.

"Hhhh... Dari cara kalian merekrutku, aku rasa aku tidak punya pilihan." kataku.

"Bingo!" kata Puntadewa sambil menjentikkan jari.

"Aku telah mengetahui markas kalian. Itu berarti aku tidak akan selamat kalau aku menolak."

"Hahahaha... pintar juga kau."

"Aku asumsikan bahwa kalian akan memaksaku untuk melakukan apapun yang kalian mau dengan orang-orang terdekatku sebagai tawanan."

The Trials of SatriakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang