52. Cerita Dari Utara

243 36 8
                                    

Setelah pantun yang luar biasa garing itu, kami melangkah menuju pintu keluar.

"Tunggu, semua keluar kecuali Wisanggeni. Aku perlu berbicara tentang Putri Ava."

"Baik ketua." Kata semua anggota serempak. Semua orang meninggalkan ruangan ini kecuali aku dan Puntadewa. Jantungku berdebar mengkhawatirkan apa yang ia akan lakukan pada Ava.

"Huff...." Dia menghembuskan rokoknya di depan wajahku. "Wisang–"

"Aku bisa menjamin kalau Ava tidak akan berbicara mengenai Abdi Satrio Piningit kepada pihak tower ataupun pihak kerajaan timur!!" Kata-kata langsung mengucur dari mulutku tanpa kusadari.

"Aku sepenuhnya paham apa konsekuensinya membiarkan Putri Ava bebas. Bahkan banyak yang menentangku dalam keputusan ini, tapi aku percaya bahwa kau akan menjaga agar dia tidak macam-macam."

"Ya! Aku bersumpah!!" Aku menepukkan tanganku di depan kepala dan menunduk.

"Ya... Ya... Aku percaya karena kau tahu apa akibatnya kalau sampai rahasia ini bocor. Teman kau ada di lantai lima, bukan?"

Aku mengepalkan tangan dengan erat mendengar dia menyinggung soal Liz.

"Tapi bukan itu yang mau kubahas..." Dia bangkit dari kursinya. "Kenapa kau memasuki tower ini?"

"Eh?"

Aku... tidak menyangka itu yang dia tanyakan.

"Tentu saja untuk mendapatkan hidup yang lebih enak... dan juga... mencari ayahku."

"Memangnya kemana perginya bapak kau ini? Ke dalam tower?"

"Sepertinya begitu... Vincent bilang– Emm, maksudku ksatria pengawas lantai satu, berkata bahwa ia tahu ayahku. Ah!! Kamu bilang kamu punya intel di setiap lantai bukan?! Apakah aku bisa menggunakannya untuk mencari ayahku?"

"Hoho... Tentu saja, siapa nama bapak kau? Jangan khawatir, aku tahu semua identitas para anggota, tidak perlu menjaga kerahasiaan denganku."

"Ah... A-aku tidak tahu... Yang pasti ada kemungkinan dia punya marga yang sama denganku, Manggala."

"Namanya tidak tahu? Hahahaha!! Bagaimana dengan penampilannya? Kau tahu warna rambutnya? Atau tanda fisik yang mudah dikenali?"

"Eh... Aku tidak ingat... Dia meninggalkanku waktu aku umur tiga tahun."

"Huahahahah!!! Jadi kau mencari orang yang kau tidak tahu namanya, dan juga tidak ingat bagaimana penampilannya?! Nak, sama saja kau seperti mencari hantu."

"Hmm... Ya, bisa dibilang begitu..."

"Intinya kau ingin menjadi ksatria, sambil mencari bapakmu, dan juga membalas dendam kepada orang-orang yang menyakiti temanmu? Betul begitu?" Dia menghitung permasalahan-permasalahanku dengan jarinya.

"Emm.. Ya.. betul."

"... Kau tahu tentang cerita seseorang yang ingin menghadiri dua pesta sekaligus?"

"Eh... tidak."

"Seorang wanita kelas menengah diundang untuk menghadiri dua pesta di waktu yang bersamaan. Satu pesta diadakan oleh kerajaan, dan satu pesta diadakan oleh kampung halamannya. Lalu dia baru ingat kalau pesta di kerajaan itu, meski makanannya berlimpah, makanannya tidak enak. Sedangkan di kampung halamannya, makanannya sedikit namun sungguh nikmat."

"Lalu?"

"Meski belum memutuskan ingin menghadiri pesta yang mana, Wanita itu berjalan ke arah kerajaan. Di tengah jalan, ia berubah pikiran, dan dia langsung putar balik ke arah kampung halamannya. Dia berpikir bahwa lebih baik makan enak daripada makan banyak. Namun, saat menuju kesana, dia berpapasan dengan orang-orang yang berjalan dari arah yang berlawanan dengannya. Mereka berkata bahwa makanan di pesta kampung belum siap karena penyelenggara pesta kehabisan kayu bakar. Wanita itu pun bergegas untuk berbalik ke arah lagi kerajaan. Dia berpikir, lebih baik sekarang dia pergi ke pesta kerajaan, lalu nanti ke pesta kampung saat makanannya sudah siap. Sesampainya disana, ia menjumpai bahwa makanan di kerajaan telah habis dan pesta sudah selesai. Dengan panik, wanita itu cepat-cepat berlari ke arah kampung halamannya. Sampai di kampung, pestanya pun sudah berakhir karena makanannya hanya sedikit."

The Trials of SatriakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang