Layar notebookku melampirkan berkas-berkas yang masih harus direvisi ulang sebelum bisa dicetak dan ditandatangani. Salah satu pegawai senior yang bekerja di bawahku mengajukan cuti melahirkan beberapa hari yang lalu, mau tidak mau aku harus mengambil sebagian tugasnya dan membaginya dengan pegawai senior lain.
Jari-jariku yang bergerak di atas keyboard terhenti saat layar ponselku berkedip menyala dan sedikit bergetar. Nama Mika tertera di sana.
Tanganku dengan cepat mengangkat panggilan telepon itu. "Kamu nggak apa-apa?" tanyaku bahkan sebelum terdengar suara apapun di seberang telepon.
"Aku nggak apa-apa," jawab Mika.
"Apa yang terjadi? Kenapa tidak membalas satupun pesanku? Kamu benar-benar serius dengan pria itu?"
Tiba-tiba terdengar suara isak tangis. "Kumohon bantu aku mendapatkan cintanya."
Dahiku mengernyit. "Kamu cuma dimanfaatkan oleh Adam Margo, Mika."
"Nggak mungkin. Adam sangat baik karena membantu hubunganku dengan Bayu. Dia juga di posisi yang sama denganku, dia hanya ingin mendapatkan cintamu."
Pembicaraan ini menjadi semakin tidak masuk akal. "Dia memanipulasimu. Kamu harus segera sadar, Mika."
"Please, bantu aku." Mika merengek lagi. Wanita itu sama sekali tidak mendengarkanku.
Aku merasa semakin khawatir dengan keadaan sahabatku itu. "Kamu dimana?" tanyaku. "Aku akan menunggumu di area parkir mobil. Jadi, temui aku sekarang."
Setelah Mika menyetujui pertemuan itu, aku segera merapikan berkas-berkas di depanku, menyimpan semua data, dan menutup notebook. Aku hanya membawa ponsel di tangan, sebelum beranjak berdiri dan keluar dari ruangan. Beberapa pegawai lain menyapa setiap berpapasan denganku sepanjang jalan menuju area parkir perusahaan.
Kualihkan pandanganku ke arah ponselku, mengecek kembali jika ada pesan lain yang muncul di layar. Sudah hampir tiga puluh menit setelah pembicaraan terakhirku dengan Mika. Seharusnya wanita itu akan segera tiba.
Seseorang berjaket hoodie dan celana hitam, serta topi baseball berwarna gelap, berjalan mendekatiku. Dari perawakannya yang tinggi dan dada yang bidang, aku bisa menyimpulkan bahwa dia adalah seorang pria. Hanya saja aku merasa tidak familiar dengannya karena wajahnya yang ditutupi oleh masker medis berwarna kelabu.
"Siapa, ya?" Pertanyaan itu keluar dari mulutku saat pria itu berhenti tepat di depanku dengan jarak yang cukup dekat. Aku harus sedikit mendongak untuk bisa menatapnya.
Apa Mika menyuruh pria ini menemuiku? Untuk apa?
"Kamu jadi jauh lebih cantik sejak terakhir kali kita bertemu." Pria itu mulai berbicara.
Suara berat pria itu terdengar tidak asing di telingaku. Jelas sekali aku pernah bertemu dengannya. Tapi, sulit mengingat seseorang hanya dari suaranya. "Kamu mengenalku?" tanyaku lagi. Kutatap kembali sepasang mata yang lagi-lagi cukup familiar itu.
Di sudut mataku, sebuah sedan merah berhenti di dekat kami. Aku mengenali mobil itu sebagai mobil Mika. Mobil itu hanya berhenti dan tidak ada tanda-tanda Mika akan keluar dari sana. Kurasa, Mika mencoba menungguku menyelesaikan urusanku dengan sang pria bertopi gelap.
"Maaf, aku harus segera pergi," kataku, ingin segera beranjak menghampiri mobil Mika.
"Ellen." Pria itu memanggilku.
Aku tersentak dengan suara panggilan itu. Tubuhku seketika menegang. Cara pria bermasker di depanku memanggilku, jelas sama dengan pria yang selalu muncul di setiap mimpi burukku. Refleks, kakiku berjalan mundur beberapa langkah, mencoba menjauh dari pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sex Games with A Stranger
RomancePertama kalinya Ellen bertemu pria yang bisa mengintimidasi dirinya. Biasanya, dia adalah pihak dominan dalam hubungan sosial maupun soal berkaitan dengan sex. Mungkin sudah tak terhitung lagi berapa pria yang sudah jatuh ke pelukannya untuk sex. Ta...