Bab 4

75.2K 1.5K 17
                                    

Tadi malam, sebuah kotak kado besar diberikan padaku. Kotak itu muncul begitu saja dengan seorang kurir yang tampak lebih seperti seorang bodyguard. Tanpa sepatah kata, pria itu berlalu meninggalkanku yang masih berdiri terpana di ambang pintu.

Kubuka kotak berwarna merah maroon di tanganku. Sebuah dress berwarna salem dan catatan kecil di atasnya.

Dear, Ellen..
Kali ini aku ingin hanya dress ini yang kamu pakai di tubuhmu besok.
Tak ada penutup lain.
Salam sayang,
Bian

Dengan sangat kesal, aku meremas catatan kecil itu dan membuangnya sembarang di sekitarku. Catatan itu dan kata-kata manisnya sangat menggangguku. Memang seseorang tidak bisa dinilai dari pertemuan pertama.

Aku tergelitik untuk membuka lipatan dress di dalam kotak. Kuharap dress itu tidak terlalu terbuka, mengingat besok aku tidak memakainya dengan "penutup lain".

Dasar gila!

Dress di tanganku memiliki potongan leher yang sangat rendah. Panjangnya pun kuperhitungkan hingga atas lututku. Walaupun berlengan panjang, dress ini tergolong pakaian yang sangat terbuka. Dengan warna yang hampir menyerupai warna kulit, bukan tidak mungkin tubuhku benar-benar akan terlihat seperti orang tanpa busana.

Aku frustasi. Otakku benar-benar kosong untuk memikirkan cara menyelesaikan masalah ini. Aku bisa saja mengajukan resign atau absen kerja hingga dipecat. Tapi, dapat kupastikan banyak hal jelek yang akan tercatat di referensi kerjaku nanti. Tentu saja tak mudah untuk mencari pekerjaan dalam waktu cepat dengan profesi yang cocok.

Kulempar dress di tanganku ke dalam kotaknya. Aku sudah tidak tahu apa yang akan kulakukan selain cepat tidur dan melupakan alam nyata sejenak. Tanpa perlu banyak waktu, aku pun sudah terlelap memasuki alam mimpi.

***

Aku terbangun dalam keadaan panik saat suara alarm jamku menggema nyaring di kamar. Mimpiku begitu menyeramkan dan kusadari aku berkeringat dingin di dalam ruangan ber-AC. Tampaknya pikiran-pikiranku sebelum tidur terbentuk menjadi mimpi saat aku benar-benar terlelap.

Seperti terbangun dari mimpi buruk dan kembali bermimpi buruk lagi saat aku melihat kotak maroon di sisi ranjangku yang lain. Rasanya seperti pengecut jika aku harus kabur karena hanya masalah dengan satu orang pria berpikiran sedikit tidak waras.

Entah dorongan apa hingga membuatku bisa bangkit dari ranjang dan segera mandi. Aku tidak peduli jika orang-orang kantor menganggapku wanita seperti apa. Aku hanya akan menganggap ini permainan dan aku bisa melakukan tantangannya.

Aku mematut diriku di depan cermin dengan balutan gaun berwarna salem. Seperti permintaan, aku tidak memakai pakaian apapun selain gaun itu. Gaun itu membentuk di tubuhku dengan sangat pas, seakan-akan memang dibuat khusus untukku. Potongan lehernya yang rendah menampakkan bagian atas payudaraku dan sedikit belahan di tengahnya. Samar-samar, aku dapat melihat puting coklatku di balik gaun.

Aku sedikit berbalik, mencoba melihat tampak belakang gaun di tubuhku. Pantatku menonjol sangat jelas terbentuk. Bagian bawah gaun ternyata lebih pendek dari dugaanku. Mungkin, orang-orang akan mengetahui bahwa tidak ada celana dalam di bawah sana jika sedikit terangkat.

Tentu saja aku akan sangat percaya diri jika gaun ini kupakai untuk kegiatan malamku, tidak untuk ke kantor. Semua ini akan membuat konsentrasi kerjaku kacau. Semoga saja tidak terlalu menggangguku bekerja.

Kupoleskan sedikit riasan yang tidak terlalu berlebihan di wajahku. Selain pakaian yang mencolok, aku tidak ingin wajahku juga terlihat mencolok dan mengundang perhatian lebih. Rambutku kubiarkan terurai--jika terjadi sesuatu, aku bisa menutupi bagian dadaku dengan rambut. Setelah memilih tas tangan berwarna hitam, heels hitam yang tidak terlalu tinggi, jam tangan kesayangan, dan tentu saja kacamataku--aku segera meluncur ke kantor dan berharap tidak ada sesuatu yang buruk yang akan terjadi.

Sex Games with A StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang