Hanya selembar handuk yang menutupi tubuhku saat makanan pesananku datang. Aku segera melahap seafood di hadapanku, tidak mengacuhkan Bian yang sedang menatapku. Dia hanya duduk diam di kursinya, mengamati gerak-gerikku.
"Aku membelikanmu pakaian ganti." Bian mengedikkan bahunya ke arah tas kertas yang diantar bersamaan dengan makananku.
Sambil mengunyah makanan, aku membuka tas itu. Sebuah celana denim putih, blus sabrina hitam motif bunga, serta satu set pakaian dalam berwarna hitam. Terdapat juga sebuah kotak berisikan sepatu flat berwarna salem. "Sebenarnya, kamu tahu ukuran tubuhku dari mana?"
"Mika yang memberitahuku."
Pantas saja semua pakaian yang diberikannya padaku sangat pas di tubuhku. "Terima kasih." Walaupun begitu banyak drama sejak pertemuan pertama, tidak ada salahnya aku mengucapkan terima kasih pada Bian. Dia mengeluarkan uang begitu banyak untuk membelikanku pakaian bermerk.
"Makanlah yang banyak. Aku akan ke kamar mandi." Bian bangkit dari kursi dan berjalan meninggalkanku sendirian di meja makan.
***
Kembali aku mematut diriku di depan cermin. Beberapa bagian leher dan bahuku masih terlihat kiss mark. Aku sudah mencoba menutupinya dengan make up darurat yang kubawa di tas. Sedikit tersamarkan walaupun dengan blus sabrina yang kupakai.
Tiba-tiba, terdengar suara bel. Entah room service apa lagi yang dipesan Bian. Bian tampak berjalan ke arah pintu dan membukanya. Lalu, tidak lama kemudian dia jatuh terduduk, mengerang cukup nyaring sambil menyentuh sudut bibirnya yang mengeluarkan darah.
"Kamu nggak apa-apa?" tanyaku yang masih tidak mengetahui sosok di balik daun pintu yang terbuka. Aku yang merasa khawatir pada Bian, berlari menghampirinya, sebelum aku menyadari dua pria berdiri di ambang pintu. "Kak Sam?"
Nyaliku menciut. Tanpa sadar langkahku berhenti dan mulai berjalan mundur beberapa langkah. Kak Rio dan Kak Sam berjalan melewati Bian. Kak Sam sama sekali tidak menatapku, sedangkan Kak Rio menyentuh lenganku. Hampir seperti menyeretku, Kak Rio membawaku di salah satu sofa kosong di samping Kak Sam. Lalu, Kak Rio kembali berjalan ke arah Bian, membantunya berdiri dan membimbingnya ke arah sofa di hadapanku.
"Jadi, kamu yang namanya Mika?" Kak Sam mulai berbicara dengan nada sinis kepada Bian. "Mana mungkin aku dibodohi semudah itu?" Nada suaranya meninggi. "Aku sangat tahu kalau Rio sedang berbohong."
Hening. Bahkan mata Kak Rio hanya tertunduk, seperti seorang bocah yang dimarahi orang tuanya.
"Kak--" Aku menyentuh pelan lengan Kak Sam, tapi tersentak saat Kak Sam kembali berbicara dengan nada tinggi.
"Kamu cowok macam apa? Bukannya setelah menemukan adikku, lalu mengantarkannya pulang, tapi malah mengajaknya seks hingga jam segini? Dan menyuruh Rio untuk berbohong padaku dan orang tua kami?"
"Maaf." Bian mengeluarkan suaranya dengan pelan.
Kak Sam yang sejak tadi tampak murka tiba-tiba sedikit melembut dan bersandar di dipan. "Aku tidak mempermasalahkan kamu yang having sex dengan adikku. Tapi, lihat keadaan. Kami semua di rumah mengkhawatirkan Ellen yang menghilang dari rumah semalaman. Setidaknya antarlah dia pulang lebih dulu. Kamu kira aku tidak akan mengizinkanmu? Aku tidak sekolot itu. Ini masalah kesehatan Ellen. Dia sedang menjalani perawatan."
"Maafkan saya." Hanya kata maaf yang keluar dari mulut Bian.
Bahkan orang seperti Bian takut pada Kak Sam. Ini bukan sekedar masalah fisik. Kak Sam memang memiliki tubuh besar yang sangat berotot karena penggila olahraga, tapi dia juga mengelola beberapa bisnis besar yang membuatnya disegani banyak orang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sex Games with A Stranger
RomancePertama kalinya Ellen bertemu pria yang bisa mengintimidasi dirinya. Biasanya, dia adalah pihak dominan dalam hubungan sosial maupun soal berkaitan dengan sex. Mungkin sudah tak terhitung lagi berapa pria yang sudah jatuh ke pelukannya untuk sex. Ta...