Bab 2

110K 1.6K 8
                                    

Mata biru di depanku kembali menghipnotisku. Bian merangkul tubuhku begitu dekat dengan dirinya. Kurasakan hasrat seksualnya begitu meningkat dan kubiarkan tangannya meremas pantatku. Di balik celananya, aku merasakan sesuatu mulai membesar seiring Bian menundukkan kepalanya dan menelusuri leherku dengan bibirnya.

Udara dingin malam diabaikan Bian saat tangannya mulai menurunkan risleting gaunku. Aku yang sudah mulai terangsang, membiarkan sentuhan-sentuhan hangat membekas di punggungku. Bian pun tidak sungkan untuk menarik sedikit demi sedikit bagian bawah gaunku ke atas hingga memperlihatkan celana dalam tipisku.

Kurasa, tanpa sadar aku mengeluarkan suara saat tangan hangat Bian berpindah meremas payudaraku dari luar gaun. Putingku sudah mengeras dan tercetak jelas di gaun tipisku hingga jari-jari Bian sudah bisa memainkannya.

Bibirnya dengan cepat mengalihkan perhatianku kembali. Dengan lihai, bibir itu bergerak indah mengecup bibirku. Lidahnya memaksa masuk di sela-sela gigiku, membuatku semakin melayang dibuatnya.

Di sisi lain, tangan Bian mulai menurunkan sisi atas gaunku, melewati bahu dan lenganku. Payudaraku pun menyembul keluar dari balik gaun, membuat Bian terhenti dan menatapnya. Tak tanggung-tanggung, dia pun akhirnya melepaskan gaunku, meninggalkan sebuah celana dalam sebagai perlindungan terakhir.

Bian mengangkat tubuhku, membawaku ke sebuah ranjang mewah bernuansa elegan. Dia merebahkan tubuhku di tengah ranjang, sama sekali tidak terganggu dengan heels yang masih kupakai.

Dia masih terus menatap payudaraku untuk beberapa lama. Bian tampak mengagumi tubuhku yang hanya disinari cahaya remang dari sebuah lampu di sisi ranjang. Dia merangkak di atasku. Bibir kami kembali bertemu. Lidahnya menjelajahi mulutku. Semuanya dilakukannya tanpa tergesa-gesa, membuatku begitu hanyut oleh permainannya.

Bibirnya menelusuri wajahku, meninggalkan bekas napas hangat di setiap bagian kulitku. Turun ke leherku, dia mengecupnya meninggalkan tanda di sana. Lalu, semakin turun hingga payudaraku. Lidahnya begitu lama bermain di sana. Bian mengulum putingku yang disertai gigitan kecil, membuat desah napasku mulai tidak beraturan.

Tangan Bian akhirnya ikut bermain. Tangannya meremas payudaraku yang lain, memijatnya, dan jari-jarinya memainkan putingku. Aku menggigit bibir bawahku, menahan suara desahanku yang bertambah keras saat tangannya yang lain menyentuh pangkal pahaku.

"Sudah basah rupanya," gumam Bian.

Satu jari Bian mulai menggosok klitorisku saat meraba celana dalam. Mendengar desahanku, dia pun semakin berani memasukkan jari tengahnya ke dalam vaginaku. Jarinya meraba-raba dindingnya, membuat pangkal pahaku semakin basah.

Bian kembali memasukkan satu persatu jarinya hingga kini tiga jarinya sudah membuat sesak lubang vaginaku. Dia memasukkan dan kembali mengeluarkan jari-jarinya secara perlahan namun teratur. Bertahap, Bian menambah kecepatan jarinya. Dia melakukannya semakin cepat dan berhenti tepat sebelum klimaks.

Aku mengerang dan menatap Bian dengan sedikit merajuk padanya. "Kenapa berhenti?"

Bian terkekeh, menunjukkan lesung pipinya yang menghias manis di pipinya. Dia merangkak kembali ke atas tubuhku dan berbisik. "Ayo, kita lihat caramu menggodaku."

Alisku terangkat, sedikit terkejut dengan pernyataan Bian. "Aku terima tantanganmu."

Kusunggingkan senyum nakal. Kukaitkan kedua lengan tanganku di lehernya. Aku menarik diriku ke arah Bian untuk mencium bibirnya.

Tanganku meraba tubuh Bian, melepaskan satu persatu kancing kemeja di tubuhnya. Sesaat aku terpana dengan tubuhnya yang membentuk sempurna di hadapanku. Dia benar-benar memiliki tubuh yang akan membuat semua wanita merebutkannya.

Jari-jariku menelusuri garis-garis bidang di tubuh Bian. Dengan perlahan aku menuju bagian bawah tubuh Bian. Kubuka gesper celananya dan menemukan penis Bian sudah tegang terjejal di balik celananya. Tanganku begitu cekatan hingga penis Bian menampakkan dirinya.

Aku menyentuh benda panjang di depanku dengan hati-hati. Urat-urat di balik kulitnya tampak lebih jelas saat sentuhan jariku membuatnya semakin tegang. Bian sedikit mengerang saat jariku menekan lembut kepala penisnya. Dia tampaknya sangat menyukai permainan ini.

Tangan Bian menghentikanku. Dia menjauh dariku dan melepas semua pakaiannya. Dia tampak begitu menawan saat berdiri bugil di depanku.

Tak mau ketinggalan, dia pun melepaskan semua kain di tubuhku--termasuk melepas heels-ku. Bian membuat posisiku kini duduk di atas tubuhnya. Kubiarkan vaginaku menyentuh penis Bian, membuat sensasi hebat di dalam diriku mulai bermunculan.

Kuawali dengan ciuman ringan di bibir Bian. Dia membiarkanku mendominasi permainan, meraba tubuhnya, hingga memijat pelan penisnya. Nafas Bian semakin tidak teratur saat aku mengulum penisnya di mulutku. Penis itu begitu besar, membuatku kesulitan untuk memasukkan semuanya ke dalam mulutku. Tanganku yang bebas, memainkan benda bulat di pangkal penisnya.

Terdengar suara desahan Bian memenuhi ruangan. Aku menambah kecepatanku mengulum penis Bian. Kurasakan beberapa saat benda itu semakin menegang dan akhirnya mengeluarkan cairannya di tenggorokanku. Tanpa pikir panjang, aku menelannya. Sebagian cairan, mengalir keluar di sela bibirku--tampaknya membuat Bian begitu ingin mencium bibirku.

Bibir Bian dengan ganas memainkan lidahnya di dalam mulutku. Tangannya pun meremas payudaraku dengan lebih kasar dan mencubit putingku dengan gemas. "Aku sangat suka dengan payudaramu." Dia menarikku lebih dekat agar bisa memainkan putingku dengan bibirnya.

Aku meringis saat gigi Bian menggigit putingku. Tapi, entah kenapa permainan kasarnya itu membuatku sangat bergairah. Tangan kirinya menggesek-gesek vaginaku dan berakhir dengan beberapa jarinya masuk di liangnya. Sedangkan tangan kanannya mencari lubang anusku, lagi-lagi dia memasukkan jari-jarinya ke liang keduaku.

Aku tersentak saat jari-jari Bian bergerak bersama di dalam tubuhku. Aku tidak menyadari seberapa keras desahan yang kukeluarkan. Yang kutahu, aku sangat menikmati keadaan ini. Bian dengan cepat mengetahui G-spot di tubuhku. Tanpa sadar, tubuhku mengikuti irama gerakan jari-jari Bian.

Lagi-lagi, Bian menghentikan permainannya saat diriku mendekati klimaks. Sebelum sempat protes, Bian memasukkan penisnya ke dalam vaginaku tanpa ada peringatan. Benda itu memenuhi setiap ruang di dalam vaginaku. Bahkan, kurasakan dinding rahimku bersentuhan dengan kepala penisnya.

Aku bergerak secara refleks untuk menikmati setiap jengkal gesekan penis Bian di dalam tubuhku. Kubiarkan jari-jari Bian kembali bermain di lubang anusku. Bahkan aku tidak peduli dengan Bian yang sangat begitu bernafsu melihat payudaraku bergerak naik turun karena gerakanku.

Bian mengeluarkan cairannya di dalam tubuhku begitu banyak hingga meleleh keluar. Cairanku yang bercampur dengan milik Bian kubersihkan dengan handuk bersih yang kutemukan di kamar mandi. Tampaknya Bian sudah sangat lelah dan terlihat sudah tertidur dengan posisinya saat ini.

Aku menghela napas dan tersenyum. Aku sangat yakin perjalanan panjangnya dari luar negeri cukup menguras tenaganya hingga dia bisa tertidur tanpa peduli dengan kondisinya saat ini.

Kubersihkan dan kuusap keringat Bian dengan handuk. Kuselimuti tubuhnya dan menutup rapat pintu balkon.

Sudah saatnya aku pergi.

Aku memakai pakaianku. Kutinggalkan sebuah pesan singkat di notes kecil di meja untuk Bian. Aku pun melenggang keluar meninggalkan kamar Bian, berjalan keluar hotel, dan kembali ke apartemenku dengan sebuah taksi panggilan.

Sex Games with A StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang