8. Rembulan Hilang

866 96 57
                                    

Sepagi ini, lelaki dengan rambut terlihat acak itu sudah berada di hadapan panasnya kompor, tangannya lihai mengaduk sepiring nasi goreng dengan potongan sosis sebagai pelengkapnya. Beberapa menit kemudian, gurihnya nasi goreng ala Fatih tercium semerbak, dia tersenyum puas memandangi hasilnya, lantas memindahkannya ke atas piring.

Berselang kemudian, Zanah datang dengan mengenakan pakaian sekolah. Baju yang lumayan ketat dengan rok di atas lutut, rambut ikalnya yang kekuningan dibiarkan terurai menggoda, menambah kesan pada leher jenjangnya yang memadu dengan kalung liontin yang indah.

Fatih geleng-geleng melihat penampilan istrinya itu, apa dia setiap hari mengenakan pakaian ketat seperti itu? "Mau ke mana kamu?"

Sang empu yang sudah berada di depan itu berbalik kesal, "Mau ngamen! Mata lo gak liat gue udah pake seragam?"

"Harusnya yang bilang gitu aku, matamu gak melihat kalau suamimu ada di sini? Seorang istri harus izin ke suami sebelum keluar rumah!" Fatih memandang peremuan itu sambil berpangku tangan. "Lagi pula aku ga akan izinin kamu keluar pakai pakaian seperti itu, kamu ga malu apa, mempertontonkan lekuk tubuhmu kayak gitu?" pungkas Fatih menyambungnya.

"Lo udah gila? Mana bisa gue tiap mau keluar kudu izin sama lo, yang bener aja. Ribet banget hidup lo, belasan tahun gue hidup sama nyokap gue, ga ada kekangan sama sekali, terus lo dateng mau ngatur-ngatur? Sadar!" Zannah tersulut emosi mendengar penuturan suaminya. Lagi pula, kenapa dia harus menurutinya, bukankah sudah jelas pernikahan ini hanya di atas kertas, tanpa harus bersikap selayaknya suami istri? Zannah berdebat dengan argumennya sendiri dalam hati.

"Ganti seragammu pakai rok panjang," papar Fatih tanpa memedulikan respon Zannah yang kurang mengenakkan itu.

"Ga mau, enak aja ngatur-ngatur. Gue udah bilang ya semalam sama lo, ga usah ngurus urusan gue, dan gue juga ga akan ngurus hidup lo. Biarin gue bebas, ga usah berlagak kayak suami istri beneran. Ga sudi gue!" Mungkin perdebatan seperti ini akan menjadi rutinitas baru di antara mereka, Fatih yang berusaha menjadi suami yang baik dengan mencintai istrinya tulus, tapi Zannah menolak keras.

Melihat tanggapan Zannah yang semakin kurang ajar, Fatih pikir tidak ada cara lain kecuali adanya sedikit pemaksaan. Fatih melangkah mendekat, lantas menggapai lengan Zannah dan menyeretnya ke meja makan. Zannah dia suruh duduk diam, sejurus kemudian Fatih meletakkan sepiring nasi goreng dan telur dadar di hadapannya. "Makan, aku antar akan kamu ke sekolah."

"Tapi-" Belum sempat Zannah menyelesaikan kalimatnya, Fatih sudah lebih dulu melenggang pergi. Perempuan yang masih memanyunkan bibir kesal itu berpaling menatap sepiring nasi goreng di hadapannya, tampilannya mengguncang lambung Zannah. "Ustad sok alim itu tau aja kalo gue suka nasi goreng, awas aja kalo rasanya ga enak!" Perlahan, tangannya mulai menggiring suapan pertama, matanya cukup terbelalak dibuatnya kemudian. "Kok enak? Lebih enak dari langgananku lagi!" serunya.

"Tidak perlu memuji, aku tau masakanku emang enak." sahut Fatih dari arah belakang, merapikan kerah kemeja polos warna biru tua yang dikenakannya.

"Dih, siapa yang muji lo?" Zannah merutuki dirinya sendiri sebab ketahuan telah memuji masakan lelaki yang paling dibencinya saat ini, dia tak tahu alasan apa lagi yang akan dia berikan.

"Jangan mengelak. Habiskan, baru ganti seragammu, lalu habis itu aku anter."

"Gue lebih baik ga sarapan dan ga dianterin lo daripada harus ganti seragam. Orang-orang tuh harus liat betapa bagusnya bodi gue, kan sayang kalau ditutup-tutupin," terang gadis itu sembari tanpa sadar tetap terus menyuap nasi goreng itu, yang bahkan sekarang sisa separuh.

"Maksudmu biar orang-orang berselera menyicip tubuhmu, begitu. Hm?" Pernyataan Fatih mampu membunuh kalimat Zannah mutlak, mengingat apa yang menimpa dirinya. Bayangan bagaimana senyum seringai Farel malam itu datang tiba-tiba. Fatih lantas menyambungnya sambil manggut-manggut, berkata kemudian, "Oh, ga mau sarapan nasi goreng ini, ya? Tapi kok aku liat-liat udah mau abis aja tuh."

Imam untuk Zannah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang