24. Dunia Gelap

962 82 41
                                    

Kembali membuka mata, di saat terisolasi oleh masalah, menghirup udara kotor yang penuh kamuflase, adakah yang lebih mengerikan dari itu? Andai bisa, Zannah rasanya ingin melanjutkan tidurnya saja, tanpa pernah lagi terbangun untuk menyaksikan dunianya yang sudah luluh lantak tak bersisa. Semuanya dimulai dari hubungan gilanya dengan Farel, yang kemudian berujung petaka.

Perempuan itu mengucek matanya, seisi kepala terasa berat. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali, sembari melihat sekelilingnya, ruangan asing yang dibalut cat cokelat tua. "Ah, di mana gue?" pikirnya bertanya sendiri.

Bayang kejadian semalam terlintas, bagaimana dia diseret paksa oleh Farel, dibius, lalu dibawa pergi. "Gue dibawa ke mana ini?" Zannah lalu menelisik tubuhnya, takut jika ternyata Farel kembali menikmati tubuhnya ketika dia tidak sadar. Namun tidak ada bekas sama sekali, dia masih mengenakan pakaian semalam. "Huh, gue kira gue diapain lagi sama si berengsek itu, tapi gimana caranya gue keluar dari sini?"

Perlahan Zannah berusaha bangun dari ranjang empuknya, berjalan perlahan menuju pintu dengan langkah tertatih. Namun ketika jemarinya hendak meraih gagang pintu, seseorang lebih dulu membukanya dari luar. Perempuan itu terperanjat kaget, "Farel?"

"Hei, Sayang. Kamu sudah bangun? Bagaimana tidurmu?" Lelaki itu datang membawa nampan berisi nasi goreng serta air. Biasanya, Zannah akan selalu semringah melihat gurihnya nasi goreng, tapi kali ini tidak sama sekali. Dia justru berangsur mundur perlahan, "Loh, kamu jangan takut, Sayang," kata Fare setengah berbisik.

"Lo mau apa sebenarnya, hah?" Bibir Zannah bergetar, terus menghindari jangkauan lelaki itu.

"Aku cuma ingin hidup denganmu, dan anak kita. Salahnya di mana? Bukankah kamu pun mendambakan keluarga kecil yang cemara?" Farel meletakkan nampan itu di atas nakas, lalu duduk di tepi ranjang. "Come here, Baby."

"Ga usah ngarep lo, liat muka lo aja gue udah muak," geram Zannah. Dengan posisi dia yang dekat dengan pintu sementara Farel yang duduk di ranjang, Zannah memikirkan cara gila untuk kabur dari ruangan itu. Tanpa pemikiran matang, perempuan dengan tampilan kusut itu berlari melewati pintu membawa perut besarnya terpongah. Farel yang kemudian menyadari langkah Zannah sigap mengejarnya. Alhasil, dia kembali ditangkap sebelum menuruni tangga.

"Lepasin gue, anjing!" Zannah berusaha melepaskan diri.

"Dasar pelacur kurang asem! Gue baik-baikin malah ngelunjak, lo ga akan bisa kabur dari gue," bentak Farel marah, membawa Zannah kembali ke kamar. "Masuk." Farel mendorong Zannah kuat, hingga perempuan itu terbentur di kaki ranjang.

"Awas aja lo berani kabur lagi, dasar Wanita Murahan! Makan, gue ga mau repot kalo lo sampe mati di sini." Lelaki bak psikopat itu menatap Zannah tajam, kemudian melangkah pergi.

Benturan pada tubuhnya menyebabkan perutnya kembali ngilu, hatinya pun tak kalah ngilunya, dia menangis tersedu. Sebelumnya dia tak pernah memikirkan keputusannya yang pura-pura balikan dengan Farel akan berakhir seperti ini. "Gue takut ...," lirihnya pilu.

"Akh, perutku ...." Jemarinya masih setia memegangi gundukan janin itu, dengan mata terpejam menahan sakit. "Apa ini semua adalah teguran dari Tuhan untukku? Aku terlalu banyak berbuat dosa." Zannah tiba-tiba saja terpikir bagaimana dia menjalani hidup.

Dia yang tak pernah mau belajar agama, tumbuh di pergaulan bebas, tak pernah salat, sangat gemar memakai pakaian terbuka. Ketahuilah, sejatinya setiap orang punya kadar iman di hatinya, hanya saja iman setitik itu tertimbun oleh perbuatan-perbuatan buruk. Iman itu akan kembali dirasa, ketika seseorang berada di saat-saat paling rendah, di saat inilah tiada tempat bergantung dan meminta, kecuali kembali kepada Tuhan yang Maha Esa.

"Sekarang aku harus bagaimana? Apa aku akan mati di tangan psikopat gila itu?" Perempuan rengsa itu menghimpun kekuatannya yang tersisa untuk naik ke atas ranjang, meringkuk tubuhnya menyamping.

Imam untuk Zannah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang