10. Jangan Lagi

835 102 31
                                    

"Singkirkan tanganmu dari wajahnya!" Urat-urat wajah Fatih menegang, mengikis tajam belaian pria itu dari wajah Zannah. "Ayo pergi." Fatih hendak menarik tangan Zannah untuk segera pergi, tapi rupanya si pria itu menghalanginya.

"Sialan, nih, bocah! Belagu amat, sini lo maju kalo berani," remeh pria itu, memandang Fatih dengan dagu terangkat.

Fatih mengacuhkannya, menghindari kekerasan di antara mereka. Namun rupanya si pria menyerang lebih dulu, tangan kanannya mengepal hendak mendaratkan di rahang Fatih. Namun sayang, kepalan tangannya itu hanya mengawang sebab lebih dulu di tahan oleh Fatih. Lelaki yang selalu setia memakai kopiah itu adalah santri terbaik pada ilmu bela diri, jadi tak heran dia bisa menangkis serangan dari pria berbadan kekar itu.

Fatih lantas menghadiahinya satu pukulan mentah di daerah perutnya, hingga pria itu berangsur menunduk memegangi perutnya yang terasa keram, menyender di dinding dan membiarkan fatih membawa pergi Zannah tanpa adanya penyerangan lagi.

Fatih menyeret Zannah tergesa, keluar dari kelab itu dikuti Adira. Ketika langkah mereka sudah melewati pintu utama kelab, Zannah justru menarik tangannya kasar dari cekalan Fatih, lalu berteriak dengan nada parau, "Lo mau apa, hah? Lo mau nyicip tubuh gue juga sama kayak si bajingan itu, hah?" Perempuan itu mundur teratur, sambil menyilangkan tangannya tepat di depan dada.

Fatih menatapnya aneh, "Kenapa dia? Apa dia mabuk?" Dahinya mengernyit menatap Zannah yang bersikap aneh. Tak lama setelahnya, Zannah justru menangis, dan ambruk di tempatnya yang semula berdiri.

Fatih yang panik buru-buru mendekat, tapi dihalang oleh teriakan Zannah. "Stop di situ, jangan mendekat! Gue mohon, biarin gue pergi, jangan ngerusak gue lebih dalam lagi. Gue udah cukup dibuat hancur karena si laki-laki bejat itu!" Tangisannya memadu dengan kalimat itu, dia tersedu pilu. Dalam keadaan mabuk, orang-orang memang akan berkata jujur sebab berada di alam bawah sadar. Dan sering kali orang-orang yang mabuk itu menyerukan semua keresahan hatinya yang selama ini dia pendam.

Demikian pula Zannah, semakin lama tangisnya semakin pecah. "Dan sekarang gue harus ngehadepin peliknya pernikahan dengan ustad sok alim itu! Gue kasian sama diri gue sendiri, yang masih terus tertinggal di kejadian brengsek malam itu. Gue membenci diri gue, gue benci saat melihat kotornya tubuh gue yang udah disentuh tiap inci oleh dia. Gue benci Farel, gue benci semua ingatan malam itu yang terus datang tiap malam. Dia udah merebut hal berharga gue tanpa sisa, dia nyiksa gue." Nafas Zannah tersengal.

Lantas dengan isakan tangis yang tersisa dia kembali menyambungnya tanpa kesadaran penuh mengenai apa yang dia bicarakan. "Tapi gue lebih kasihan sama si sok alim itu. Dia berusaha cinta ke gue, tiap hari buatin gue sarapan, gue kasian kenapa dia harus dapetin gue yang kotor ini. Gue merasa gak cocok lagi dengan siapa pun, apa lagi lelaki sebaik dia. Makanya gue ga pernah mau berusaha cinta sama dia, biarin gue tetap berada di bawah cinta bodoh dengan si bajigan itu, biarin ini nyiksa gue untuk penebusan dosa gue di atas benih suci ini. Dan gue yang udah rusak, hanya boleh dimilikin oleh yang udah merusak pula."

Lama dibiarkan berteriak sesukanya, Fatih tersentuh oleh pengakuan tak sadar Zannah itu. Apa itu alasannya selama ini kenapa dia selalu bersikap acuh dan kurang ajar di hadapannya? Fatih merasa iba tiba-tiba. Perempuan yang selalu nekat itu rupanya tersiksa oleh trauma, mengakibatkan dia merasa dirinya sudah sekotor itu dan tak pantas untuk siapa pun. Dia menghindari Fatih agar Fatih membencinya dan menalak dirinya.

Air matanya terus mengalir tanpa henti, sampai pada akhirnya dia merasa mual, kepalanya sudah terasa sangat berat. Tak lama kemudian, segunduk sesuatu keluar dari kerongkongannya, Zannah muntah. Melihat itu, Fatih buru-buru mendekat, meraih Zannah ke dalam dekapannya. Memberikan pijatan urut yang lembut pada tengkuknya, sampai semua isi muntahannya keluar. Adira sedari tadi hanya mematung menyaksikan bagaimana buruknya sahabatnya itu mabuk untuk yang pertama kalinya. Hampir seluruh rahasianya dia ucapkan.

Imam untuk Zannah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang