21. Lautan Luka

1K 85 37
                                    

Bagaimana sakitnya? Luar biasa, bukan? Menangis bersama derai hujan itu sakitnya dua kali lipat. Bahkan perempuan sayu itu tak lagi bisa memilah mana yang lebih laju antara presipitasi cair yang jatuh dari langit itu ataukah yang jatuh dari lentik matanya. Keduanya memiliki filosofi yang seirama, tentang sebuah rindu yang tak mungkin lagi berujung temu, menyisakan labirin yang telah kehilangan tuan.

Tangisnya pun dengan hujan belum kunjung reda, tubuh Zannah telah menggigil disebabkan belaian angin juga lara. "Ternyata sesakit ini," lirihnya bersimbah di antara genangan air, juga genangan nestapa.

"Sekarang talak itu sudah benar-benar kamu ucapkan." Seutas senyum pilu dia paksakan, "setidaknya inilah titik tertinggi pembuktian cintaku, dengan membiarkanmu kembali dengan cinta sejatimu, Ruqayyah. Berbahagialah dengannya, agar hancurku tidak sia-sia." Zannah berbisik pada percik air.

"Biarkan aku gila bersama rasaku, agar dalam kegilaan ini, aku kembali menemukan dirimu sebagai ilusi yang semu."

Di tengah terpuruknya perempuan itu, tiba-tiba ada terang yang menyorotnya dari arah perempatan jalan, Zannah berbalik dengan mata sembab, menutup matanya dari silau. Perlahan mobil itu mendekat, lalu berhenti tepat di sampingnya.

Zannah berusaha menyeka air matanya, berpikir siapa di dalam mobil sana? Seorang lelaki lalu turun dari sana, dengan menenteng sebuah payung hitam. Zannah masih kesusahan untuk melihat siapa lelaki itu, sebab lampu mobil yang teramat terangnya. Seketika terlintas dalam harapnya, mungkin dia adalah Fatih yang menyusul dirinya?

Namun harapannya terpatahkan melihat yang datang adalah Farel. "Hei, Sayang. Kenapa kamu di tengah jalan sendirian?" tanya Farel menunduk, sembari menaungi tubuh Zannah dari hujan.

Pada apa yang sebenarnya terjadi, Zannah sama sekali tidak berniat keluar malam bersama Farel malam ini, lagi-lagi perempuan itu membohongi Fatih demi kelancaran rencananya. Kini usaha berpihak pada hasil, tingkahnya berbohong kali ini berhasil menarik kata talak dari Fatih.

Melihat Zannah yang terdiam melamun, Farel kembali bertanya. "Sayang, hei? Kamu kenapa?"

Zannah melirik Farel sinis. "Sayang? Lo ga usah manggil-manggil gue sayang, jijik gue!" decak perempuan itu mengalihkan pandangannya, sungguh tak minat bertemu mata dengan Farel.

"Loh, bukannya kita sudah balikan?" Farel menatap Zannah aneh, ada apa dengan perempuan di depannya ini?

Tawa mengejek lantas muncul dari bibir tipis perempuan itu. "Balikan? Lo bener-bener percaya kalo gue sebego itu mau balikan lagi sama lo? Denger suara lo aja gue muak, Farel. Gue punya alasan sendiri kenapa gue mau diajak balikan waktu itu, dan sekarang apa yang gue mau udah terkabulkan. Jadi gue ga perlu lagi pura-pura balikan sama lo, minggir. Gue ga mau liat muka lo lagi!"

Rahang Farel mengeras mendengarnya, pikirnya Zannah telah berani bermain-main dengannya. "Jadi lo mainin gue, hah?" Intonasi juga tutur kata Farel pun berubah tiba-tiba.

"Menurut lo?"

Netra Farel memanas, seakan ingin melahap Zannah hidup-hidup. Hijau uratnya pun sampai muncul dari balik jenjang lehernya di tengah temaramnya malam. "Ga bisa! Lo ga bisa kaya gini ke gue, gue ga akan lepasin lo lagi!" kekehnya tak tertahan.

"Heh, bajingan! Pake otak dong, emang ada cewek yang mau sama banci kaya lo, hah? Pergi lo dari sini, jangan muncul lagi di depan gue!" Zannah mendorong bahu Farel kuat-kuat, hingga lelaki itu terpelanting ke belakang.

Payung hitam yang semula melindungi mereka berdua terlepas, sehingga hujan pun kembali leluasa menyiksa mereka. "Pelacur sialan!" bentak Farel mencerca. Dia lantas bangkit, dan mendekat ke arah Zannah.

Melihat bagaimana Farel yang seakan kesurupan, takut tiba-tiba menyerapi Zannah. Perempuan itu mundur teratur, berusaha menghindar. "Jangan macam-macam lo, anjing!"

Imam untuk Zannah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang