13. Hati atau Ego?

802 89 51
                                    

Panas surya menyengat, tepat berada di atas kepala, tidak ada jejak semilir angin di sana. Tak ubahnya dedaunan kering yang dibakar, demikianlah yang kini dirasa oleh lelaki itu. Duduk termenung di depan pintu menunggu dokter yang menangani istrinya. Dalam diam lelaki itu menyalahkan dirinya, kenapa dia seceroboh itu?

Setelah terjatuh adalah posisi duduk, perutnya terasa sakit sebab benturan pada bokongnya yang terus hingga perut. Terasa keram, hingga beberapa detik setelahnya cairan merah menetes. Fatih yang panik sesegera mungkin menggendong Zannah dan membawanya ke rumah sakit terdekat.

Dan di sinilah dia sekarang, duduk termenung sembari berdoa agar Istri dan janin dalam perutnya baik-baik saja. Entah bagaimana Fatih akan menghadapinya jikalau terjadi hal buruk di antara mereka.

Berselang beberapa menit, seorang dokter wanita keluar dari ruangan. Buru-buru Fatih menghampiri, "Bagaimana keadaan istri saya, Dok?"

"Beruntung dia tidak mengalami kerusakan saraf tulang belakang. Hanya saja mungkin beberapa hari ke depan dia akan kesusahan dalam berjalan dan aktivitas lainnya. Harus banyak istirahat," terang Dokter itu lantas melangkah pergi setelah Fatih mengangguk paham pada kalimatnya.

Dibukanya pintu ruangan itu, Netra Fatih seketika dipenuhi keadaan perempuan yang terbaring lemah sembari memejamkan matanya. Fatih perlahan mendekat, mendudukkan dirinya di kursi samping brankar. Dia menatap lamat wajah istrinya yang terlihat menggemaskan itu kala tertidur.

Membayangkan apa yang baru saja menimpa Zannah, Fatih merasa bersalah. Perlahan tangannya yang semula diam, bergerak meraih jemari Zannah. Elusan penuh kasih dituai jemari lentik itu, Fatih pun semakin menatapnya dalam, berbisik kemudian. "Zannah, maafin aku ...," lirihnya tanpa memalingkan pandangan dari ayu wajah Zannah.

"Ini semua salahku, aku kurang memedulikanmu belakang ini. Aku membiarkan kamu salah paham denganku. Ketahuilah, Zannah, aku bukannya menyerah denganmu, aku hanya ingin kembali menata hati setelah bertemu Ruqayyah kemarin. Andai pertemuan itu tak ada, mungkin ini tak akan terjadi. Namun kita sebagai Hamba bisa apa? Kehidupan memang penuh kejutan."

Dia terdiam untuk sejenak. "Tenang saja, Zannah. Aku sudah utuh menjadi suamimu, baik hati dan ragaku, semuanya sudah milikmu. Aku selalu meminta agar Allah tanamkan rasa cinta di hatiku dan hatimu, dan aku rasa ... sepenggal doa itu mulai membumi. Di kesempatan kali ini, aku akan lebih sungguh dalam menjadi suamimu, bahkan jika harus kukatakan di depan Ruqayyah. Aku ikhlas."

Tanpa Fatih tau, Zannah sudah mendengarnya sedari tadi. Kesadarannya merambat perlahan setelah jemarinya disentuh, tapi dia memilih membisu dan membiarkan Fatih merampungkan kalimatnya.

Setelah mendengar kalimat Fatih yang teramat panjang itu, Zannah berdialog dengan hatinya sendiri, "Jadi sebenarnya siapa Ruqayyah itu? Lo apanya dia? Sampe-sampe ketemu sebentar sama dia aja, itu udah bisa buat lo ngehindarin gue selama seminggu. Andai lo tau, gue ga tau kapan persisnya rasa aneh ini datang, tapi gue merasa cemburu denger lo nyebut nama perempuan lain. Dan gue juga senang liat lo khawatir sama gue, gue mau tangan gue selalu dielus kayak sekarang ini, dan jujur, gue nyaman dengan pelukan lo yang tadi. Fatih ... mungkin gue bener-bener udah jatuh hati sama lo. Semakin gue menyangkal rasa ini, semakin gue tersiksa rindu yang ingin selalu tau tentang lo. Makasih udah jadi obat buat trauma gue tentang cinta. Tapi ... gue ga tau apa bisa bilang secara langsung depan lo soal ini apa engga. Gue malu ...."

Lama Zannah membatin, nyaman memejamkan mata sambil berspekulasi dalam pikirannya sendiri. Sebenarnya dia ingin berpura-pura belum sadar untuk beberapa menit lagi, tapi rupanya rasa penasarannya atas nama Ruqayyah yang disebut Fatih itu lebih membumbung. Dia harus tau, bagaimana hubungan Fatih dengan perempuan itu.

Perlahan matanya terbuka, seketika terpampang senyum merekah Fatih menyambutnya. "Zannah ... kamu sudah sadar? Bagaimana perasaanmu? Apa ada yang sakit?" sembur Fatih dengan banyak pertanyaan.

Imam untuk Zannah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang