Sofia membuka undangan reuni dari kampusnya. Di dalam surat tertera jika yang diundang adalah anak angkatan tahun 2009 dan 2010, itu artinya tidak hanya satu alumni Sofia melainkan alumni kakak tingkat turut meramaikan acara reuni.
Sebenarnya Sofia sedikit malas dengan kehadiran Kakak tingkat, masalahnya ia ingat dulu pernah ada senior yang tiba-tiba memarahinya hanya karena laki-laki incarannya menyukai Sofia. Jangan sampai Sofia bertemu dengan perempuan yang sama sekali tidak dikenalnya. Tapi, sangat disayangkan kalau tidak hadir, karena ia pun penasaran dengan perubahan teman-teman alumninya setelah lulus kemarin langsung terbang ke Negeri Paman Sam.
"Reuninya sabtu ini," gumam Sofia sambil meletakkan tasnya di dalam lemari.
Setelah meletakkan tasnya ke dalam lemari, gadis itu langsung membersihkan badannya di kamar mandi dan turun ke lantai bawah untuk makan malam.
Sofia menghabiskan waktu selama dua puluh menit membersihkan badannya. Selepas mandi, ia langsung melaksanakan ibadah magrib. Selama di Amerika, ia harus berjalan lumayan jauh menuju tempat ibadah. Tidak banyak masjid di daratan Amerika, untungnya kehadirannya sebagai dokter beragama muslim tidak mendapatkan diskriminasi seperti yang dikatakan beberapa orang baik di media sosial atau langsung.
"Assalamualaikum warahmatullah," ucap Sofia memberi salam sambil menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan secara bergantian. Menadahkan kedua tangannya seraya berdoa untuk dirinya, keluarganya, dan kebahagiaannya. Selesai berdoa Sofia melipat kembali mukena dan meletakkannya di sofa. Ia segera turun sebelum Ibunya menghampiri ke kamar.
"Sudah selesai sholat?" tanya Pak Julianto.
"Sudah Pa," Sofia menarik kursi makan dan duduk. Bu Raden mengambil piring gadisnya dan menyendoki nasi serta lauk pauk.
"Undangan apa dari kampus, Sof?" tanya Bu Raden.
"Reuni Ma," jawab Sofia sambil memasukkan satu suapan makan malam ke dalam mulutnya.
Mendengar kabar perihal reuni kampus, wajah Bu Raden berubah sumringah hingga membuat Sofia keheranan.
"Kenapa wajah Mama berubah gitu?" tanya Sofia.
"Tentu Mama sangat bahagia mendengar kabar reuni dari kampus kamu. Itu artinya sebentar lagi kamu akan melepas masa lajang."
Sofia sudah biasa mendengar kalimat pernikahan dari mulut ibunya. Ya maklum, di usianya yang hampir menginjak kepala tiga hingga detik ini belum memperkenalkan calon suami. Jangankan calon suami, calon pacar saja belum punya. Toh, Asher yang awalnya ingin Sofia kenalkan kepada kedua orang tuanya memiliki akhir cerita menyedihkan.
"Sayang, anak perempuan kita itu sedang fokus untuk karirnya. Nanti juga ada jodohnya, sabar Ma. Allah juga sedang mempersiapkan calon suami Sofia, semuanya butuh waktu dan proses. Apa Mama mau Sofia menikah dengan lelaki sembarang? Nanti hal-hal yang tidak kita inginkan malah terjadi ke Sofia," ucap Pak Julianto menasehati istrinya.
"Iya Mama tahu Pa, tapi sampai kapan? Usia kita itu semakin lama semakin tua dan usia Sofia pun sudah cukup untuk menikah. Mama selalu berdoa untuk kebahagiaan Sofia."
"Mama jangan khawatir soal aku, benar apa yang Papa bilang soal jodoh Sofia sudah diatur Allah," jelas Sofia.
Mereka bertiga kembali melanjutkan makan malam setelah sedikit membicarakan perihal reuni dan jodoh Sofia. Sofia pun jadi kepikiran, terkadang ucapan Ibunya membuat isi kepalanya overthinking namun terkadang ucapan ayahnya membuat hati Sofia tenang.
***
Hari ini Sofia berangkat lebih pagi, karena tidak ingin terjebak dalam kemacetan jalanan Tangerang. Tentunya kondisi jalan tidak akan pernah diketahui manusia, apakah lancar atau tidak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hospital Diary [Terbit] ✅️
General Fiction"Mengapa begitu sulit memintamu untuk tetap bertahan?" Seorang pria tengah berbicara kepada seseorang yang sudah terkubur jauh di dalam tanah. Tangannya terus mengusap lembut sebuah batu nisan bertuliskan dua nama dalam satu liang lahat. "Aku membay...