Keputusan

528 50 19
                                    

Adrian dan Sofia masih terpaku di dalam laboratorium rumah sakit. Tangan laki-laki itu tidak pernah lepas menggenggam tangan seorang gadis yang baru saja menangis di depannya. Tidak mudah menjadi seorang dokter yang setiap hari selalu berjibaku antara kesembuhan atau kematian. Begitu juga yang dialami Sofia, Adrian tahu betul jika perempuan ini benar-benar kalut dalam pikirannya. Mungkin jika bukan Natalia yang malam-malam menghubungi Adrian, maka ia tidak tahu apa yang akan terjadi pada Sofia.

"Sudah merasa baikan?" Sofia mengangguk.

Merasa dirinya sudah baik-baik saja, Sofia melanjutkan pekerjaannya menyelesaikan jurnal yang seharusnya ia kerjakan pagi ini. Namun, karena sudah terlanjur di rumah sakit, maka sekalian gadis itu kerjakan. Agar tidak repot ketika tengah memeriksa keadaan pasien sambil membuat jurnal laporan.

Malam itu sengaja Adrian membeli beberapa roti untuk Sofia. Saat ia memasuki ruang kerja Sofia, Adrian mendapati gadis itu tengah tertidur pulas di atas jurnal, pulpen di tangannya masih terselip di antara ruas jari.

Entah mengapa tiba-tiba Adrian tersenyum melihat wajah teduh Sofia saat tidur. Benar-benar berbeda, namun ia teringat akan mendiang istrinya yang juga memiliki kebiasaan serupa dengan Sofia. Selalu tertidur di atas tumpukan jurnal maupun kertas-kertas tebal.

Adrian berjalan dan mengangkat pelan-pelan kepala Sofia. Ia sengaja mengambil jurnal milik Sofia dan mengerjakannya sambil menjaga gadis itu dalam tidurnya.

***

Gadis itu benar-benar terlelap dalam tidurnya hingga menjelang pagi. Ia terbangun ketika dering alarm di ponselnya berbunyi berkali-kali.

"Astagfirullah!" Sofia terkejut, namun ia lebih terkejut lagi melihat Adrian tengah tertidur di sofa dalam ruang kerjanya. Apalagi laki-laki itu tertidur sambil memegang jurnal.

Sofia menghampiri Adrian dan membangunkannya.

"Adrian." Sofia mengguncangkan tubuh Adrian pelan-pelan. Sontak membuat Adrian terbangun.

"Sorry, aku ketiduran."

"Kenapa lo bisa tidur di dalam ruang kerja gue? Itu jurnal kenapa bisa di tangan lo?"

Adrian bingung bagaimana menyusun rangkaian kata untuk menjawab pertanyaan Sofia. Salah sedikit bisa salah paham. Tahu sendiri jika Sofia tidak selembut wanita pada umumnya.

"Semalam aku masuk ke dalam ruang kerjamu untuk memberikan roti yang saya beli di alfa depan rumah sakit. Terus begitu masuk, kamu sudah tidur di atas jurnal yang sedang dikerjakan. Jadi, saya membantu menyelesaikan jurnalmu," jawab Adrian panjang lebar. Sofia menatap dalam kedua mata Adrian, mencari titik kebohongan pada laki-laki itu. Bisa saja Adrian berbohong dan bertindak macam-macam terhadapnya.

"Benar? Jangan bohong! Laki-laki di era sekarang nggak bisa dipercaya omongannya!" ketus Sofia. Benar saja tebakan Adrian soal ketidakpercayaan Sofia terhadap kalimatnya.

"Gunanya aku bohong apa? Kalau tidak percaya lihat saja jurnalmu," ucap Adrian kesal dan meninggalkan Sofia. Gadis itu benar-benar tidak mengucapkan kalimat terima kasih. Wanita egois dan keras kepala.

Sofia langsung memeriksa jurnal miliknya yang telah diselesaikan Adrian. Ternyata isinya tidak ada yang keliru, semuanya benar dan sesuai dengan prosedur. Sofia jadi malu sendiri karena sudah berbicara ketus kepada Adrian. Apalagi hari minggu ini seharusnya Adrian libur bersama dirinya.

Teringat pesan Ayahnya, Sofia memberanikan dirinya pergi ke ruang kerja Adrian dan meminta maaf. Pertama kali dalam hidupnya Sofia mengucapkan permohonan maaf kepada seseorang yang belum dikenalnya dalam sebulan terakhir.

Hospital Diary [Terbit] ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang