Gadis itu tersenyum melihat dirinya di depan sebuah cermin. Tanpa mengenakan jas dokter, ia berencana menemui Adrian dan memberitahukan semuanya. Mengatakan dengan bangga bahwa ia telah berhasil menemukan bukti kematian Naira dan menemukan ibunya. Walaupun belum melakukan tes DNA tapi gadis itu yakin jika benar perempuan bernama Tamara Ayu Adisthira adalah ibu biologisnya alias ibu kandungnya yang selama tiga puluh tahun terpisah.
Sofia segera mengambil kunci mobil dan melajukan kendaraannya menuju rumah sakit. Sengaja gadis itu mendatangi Adrian di saat sebagian dokter sudah selesai bekerja dan pulang ke rumah.
Lalu, berbeda halnya dengan Adrian. Laki-laki itu tampak lesu dan tidak bersemangat. Tidak ada sosok Sofia disisinya, benar-benar membuat linglung. Biasanya suara gadis itu selalu terdengar bahkan suara kedua langkah kakinya saja sudah hafal diluar kepala.
Ketika mobil Sofia sampai di parkiran rumah sakit, tak sengaja ia berpapasan dengan Tania. Tania menatapnya penuh kemarahan, hanya saja Sofia mampu mengontrol keadaan wajahnya agar tidak terlihat mencurigakan.
"Enak banget jadi keponakan direktur bisa cuti semaunya!" sindir Tania pedas.
Sofia malas meladeni, tapi jika dibiarkan begitu saja tanpa melakukan balasan menohok, pasti gadis itu tidak berhenti berbicara.
"Sangat bersyukur mempunyai om dengan jabatan tinggi. Jadi, sangat mudah sekali untuk izin. Lagipula, gue izin karena ada hal penting yang berkaitan dengan nyawa seseorang." Seperti tebakan Sofia, Tania langsung diam dan pergi meninggalkan Sofia begitu saja. Tidak ada rasa kepedulian dalam diri Sofia.
Ketika Tania sudah menjauh dari hadapannya. Sofia berbicara pelan.
"Lo akan membayar atas kematian Naira, walaupun bukan lo pelaku utamanya. Tapi, gara-gara keserakahan dan obsesi lo yang tinggi terhadap Adrian, sampai begitu tega ikut andil membantu pembunuhan istrinya."
"Maaf sudah tutup." Adrian tidak melihat siapa yang membuka pintu ruangannya. Ia terlalu sedih ditinggal Sofia.
"Aku pulang lagi?" Adrian langsung berdiri mendengar dan melihat Sofia. Sosok yang dirindukannya. Laki-laki itu berlari memeluk Sofia. Tanpa minta persetujuan dari Sofia, ia langsung mencium bibir Sofia. Wanita itu tersenyum dan keduanya saling melepas rindu yang tertahan.
Adrian melepas ciumannya dari bibir Sofia, menanyakan soal dirinya yang pergi ke Garut. Akhirnya Sofia memberanikan diri menceritakan semuanya, perjalanan awal hingga menemukan Tamara Ayu, ibu kandungnya.
Namun, tidak mudah menceritakan Tamara Ayu. Sofia paham betul sifat Adrian yang masih terpaku oleh fakta bukan ucapan.
"Soal Naira, aku sudah menemukan bukti lain. Buktinya aku berikan kepada kedua orang tuaku di Jogja, ada om Tan juga yang ikut mereka ke sana."
"Sebahaya itu sampai kamu benar-benar melupakan keselamatan kamu sendiri? Ada aku, kamu tinggal beritahu aku, biar aku yang menemani pencarianmu. Naira juga istri aku."
"Ad, aku tahu dia istri kamu. Tapi, dia juga sahabat kecilku. Kamu harus lihat ini, semua bukti sudah aku pindahkan ke ponselku."
Sofia memberikan sebuah rekaman kejadian awal mula sampai rekaman penyiksaan istrinya, Naira.
Selama menyaksikan rekaman tersebut, Adrian terus mengepalkan kedua tangannya. Perasaan marah dan sedih bercampur jadi satu. Melihat istrinya yang berjuang mempertahankan bayi di dalam kandungannya.
Sofia terus mengusap bahu Adrian, menguatkan laki-laki itu. Hingga teringat sesuatu.
"Jadwal di tahun 2020 tepatnya di bulan september, ada dimana?"
"Di ruang arsip, lantai lima. Tapi itu dikunci, kuncinya ada sama Pak Tarsim, malam ini giliran dia yang jaga."
"Aku teringat jadwal kamu yang janggal, bukannya pada saat hari dimana istrimu meninggal, kamu tidak lembur? Tapi, diharuskan lembur mendadak karena ada revisi jadwal dadakan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hospital Diary [Terbit] ✅️
General Fiction"Mengapa begitu sulit memintamu untuk tetap bertahan?" Seorang pria tengah berbicara kepada seseorang yang sudah terkubur jauh di dalam tanah. Tangannya terus mengusap lembut sebuah batu nisan bertuliskan dua nama dalam satu liang lahat. "Aku membay...