Sebuah Rasa

348 50 313
                                    

Sofia bersandar pada kursi di dalam ruang kerjanya. Kenangannya bersama Asher yang semula menghilang telah kembali meracau pikirannya. Mengapa disaat ia sudah melupakan dan ingin membuka lembaran baru, laki-laki itu kembali datang ke dalam hidupnya.

Sofia mengelus pelan keningnya mencernakan pikiran. Berharap perasaannya tidak sama seperti lima tahun lalu. Mencintai Asher yang berujung bertepuk sebelah tangan.

Memikirkan Asher membuatnya tidak fokus bekerja. Kalau sudah begini, Sofia memilih untuk pulang ke rumah. Segera dikeluarkan ponselnya dan memesan taksi online melalui aplikasi. Tak perlu menunggu waktu lama, taksi yang dipesannya sudah tiba, cepat juga. Biasanya menunggu sekitar lima sampai tujuh menit.

Tidak ada yang aneh dalam pesanan Sofia, menunggu di jalan perumahan yang lumayan sepi tak masalah. Yang penting dirinya bisa merehatkan sejenak pikirannya. Tidak bagus juga dalam kondisi seperti ini melayani pasien.

"Bu permisi ini saya mau kasih jurnal." Pintu ruang kerja Sofia diketuk oleh Diana yang membawa laporan untuk dikerjakan.

"Saya kerjakan ini di rumah saja bisa?" Sofia benar-benar tidak bisa berpikir jernih apalagi menyangkut urusan jurnal, bisa kacau semua.

"Boleh, memang dokter Sofia ingin kemana?"

"Pulang, saya lagi nggak enak badan. Saya sudah pesan taksi online dan dari drivernya menunggu di jalan Biak depan perumahan sana." Diana tahu jalan tersebut, selain dikenal sepi tidak jarang ada beberapa kejadian di luar nalar, kabar yang sering terdengar adalah marak kasus begal walaupun di siang hari. Tidak ada istilah siang atau malam jika menyangkut kejahatan.

"Bu maaf saya sudah lama tinggal di daerah sini. Jalan Biak itu termasuk area sepi, banyak dari kita saja nggak berani menunggu di sana apalagi driver online. Coba dicek lagi, apa benar itu taksi online atau memang disadap? Jaman sekarang sudah canggih."

"Tenang, saya bisa bela diri ya walau sebatas menendang lawan. Saya pamit dulu, thank you jurnalnya. Bye!"

Sofia tidak mengindahkan ucapan Diana, baginya jaman sekarang sudah banyak polisi yang kapan saja bisa melaporkan kejahatan, tinggal menelepon saja sudah cukup.

Diana yang sangat khawatir memberitahukan hal ini pada Adrian. Seingat pesan Natalia, jika terjadi sesuatu yang mencurigakan pada Sofia segera beritahu Adrian. Karena laki-laki itu yang lumayan dekat dengan Sofia.

Sofia memakai kemeja berwarna pink muda bukan? Saya sudah melihatnya dan seperti yang saya ucapkan sebelumnya. Kalau saya ingin bermain dengan gadis itu. Sepertinya menyenangkan bermain dengan gadis keturunan Chindo.

Adrian kembali mendapatkan pesan di ponselnya. Khawatir jika gadis itu terluka, Adrian langsung keluar dari ruang kerjanya dan berlari menuju ruangan Sofia.

Namun, ruangan Sofia sudah kosong. Untung saja bertemu dengan Diana. Perawat sekaligus asisten Sofia memberitahu jika Sofia sedang menghampiri driver di jalan Biak.

Adrian yang masih mengenakan pakaian dokternya segera berlari menyelamatkan Sofia. Mengkhawatirkan kondisi gadis itu jika berada di tangan orang yang salah.

"Pak Sapri, lihat Sofia?" Di depan gerbang utama rumah sakit, Adrian menanyakan keberadaan Sofia kepada salah satu satpam rumah sakit.

"Oh si cantik Sofia? Itu baru tadi keluar, belum ada tujuh menit. Ada apa Adrian?" Adrian menggeleng dan berlari kembali menyusul Sofia.

Sofia masih mencari keberadaan driver melalui maps aplikasi yang terhubung ke nomor driver tersebut.

Benar apa yang dikatakan Diana, jalanan sangat sepi. Jauh sekali dari keramaian. Memang banyak rumah, tapi kebanyakan rumah tersebut menghadap ke belakang bukan ke depan.

Hospital Diary [Terbit] ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang