Setelah mendapatkan persetujuan, gadis itu berjalan menuju kamar inap Ilyas yang berada di lantai dua untuk memberitahukan kabar menggembirakan kepada keluarga besar anak itu terutama kedua orang tuanya.
Baru kali ini selama mengabdikan dirinya sebagai dokter spesialis, Sofia merasakan kebahagian yang tidak bisa digambarkan oleh apapun. Bahkan puisi terindah sekalipun masih kalah telak dengan kebahagiaannya.
Langkahnya berirama mengikuti keadaan hatinya, ditekan angka dua lalu bersamaan dengan senyum cerahnya.
Saat dirinya memasuki ke kamar perawatan Ilyas, ternyata anak kecil itu sedang membaca buku bergambar. Entah apa yang tengah dibacanya, hal utama yang ingin Sofia sampaikan adalah bahwa lusa operasi biopsi sumsum tulang akan dilaksanakan. Karena terlalu bahagia, gadis itu sampai lupa membawa informed consent atau surat persetujuan tindakan medis.
"Permisi," sapa Sofia.
"Pagi dokter Sofia," jawab mereka kompak.
"Ada yang ingin saya sampaikan terkait operasi biopsi sumsum tulang Ilyas," ucap Sofia. Wajah kedua orang tua Ilyas berubah antara senang atau takut. Senang karena akan segera mengetahui sudah sejauh mana kanker neuroblastoma Ilyas berkembang dan takut jika usaha Sofia berakhir sia-sia.
"Beritahu kami dokter," tutur Bu Sarah.
"Hasil dari rapat bersama direktur dan beberapa tim dokter di rumah sakit ini hasilnya lusa Ilyas akan menjalani operasi biopsi sumsum tulang. Mereka semua sudah mengkonfirmasi dan memvalidasi operasi tersebut. Jadi, akan saya bawakan informed consent atau surat persetujuan yang akan ditandatangani oleh Ayah dari Ilyas." Sofia menengok ke arah Ilyas yang ikut merasakan kebahagiaan. Rona kegembiraan pada wajahnya tergambar jelas.
"Bu dokter terima kasih sudah berjuang untuk Ilyas," ucap Ilyas. Sofia menghampiri Ilyas dan mengelus kepalanya lembut. Jika melihat Ilyas, gadis itu teringat akan keponakannya yang bernama Azka.
"Ilyas tidak usah takut, dokter Sofia selalu bersama Ilyas. Katanya Ilyas kalau sudah besar nanti mau seperti dokter Sofia. Jadi, harus sehat."
"Walaupun kami tidak punya uang banyak untuk hal ini. Saya selalu mendoakan dokter Sofia agar mendapatkan kebahagian dalam hidup," ucap Bu Sarah.
"Terima kasih, kalau begitu saya pamit dulu mau ke bagian administrasi perihal informed consent. Kalau ada apa-apa terhadap Ilyas, cepat beritahu saya. Assalamualaikum." Setelah berpamitan dan keluar dari kamar rawat Ilyas, gadis itu kembali melangkahkan kedua kakinya menuju lantai satu.
***
"Ya namanya juga jalur orang dalam jadi begitu. Mau salah atau nggak tetap benar di mata direktur Tan. Jelas enak lewat jalur orang dalam, nggak ngerasain panas dan hujan apalagi nunggu panggilan interview," cibir salah satu staf dengan mengatakan sebuah kalimat yang belum tentu benar tentang Sofia.
Beberapa staf ada yang terpengaruh dan tidak mempedulikan cibiran salah satu staf bernama Andini.
"Husss! Jangan ngomong begitu, jelas-jelas dokter Sofia baru lulus kuliah langsung merantau ke negeri orang dan kerja sebagai dokter. Sudah jalan takdir Allah," ucap Yeni bagian administrasi dalam hal surat-menyurat.
"Alah ketimbang kerja di Amerika jadi belagu. Lihat saja gayanya berpakaian, sok mewah. Gue bukan sirik, tapi apa pantas seorang dokter kerja pakai tas bermerk. Sedangkan dokter yang lain nggak seperti si dokter yang sok kebaratan gayanya."
Sedang asik mencibir Sofia, secara tidak sadar Sofia sendiri sudah berdiri sambil bertumpu pada kedua tangannya. Semua staf bagian administrasi mendadak diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hospital Diary [Terbit] ✅️
General Fiction"Mengapa begitu sulit memintamu untuk tetap bertahan?" Seorang pria tengah berbicara kepada seseorang yang sudah terkubur jauh di dalam tanah. Tangannya terus mengusap lembut sebuah batu nisan bertuliskan dua nama dalam satu liang lahat. "Aku membay...