Hal Terberat

422 56 140
                                    

Mobil fortuner dengan plat B 2456 SKV telah sampai di depan gerbang rumah milik seseorang. Laki-laki itu langsung membangunkan seseorang di samping kemudinya sambil menepuk bahunya pelan.

Rupanya tidak hanya di tempat kerja, bahkan di mobilnya saja gadis itu tertidur nyenyak.

"Sofia," panggil Adrian pelan.

Sofia mengerjapkan kedua matanya, pelan-pelan memaksakan tubuhnya untuk bangun. Sebelum benar-benar keluar dari mobil Adrian, Sofia mengucapkan terima kasih.

"Thank you!" Sofia melepaskan seatbelt.

"Sama-sama. Sof, maaf sebelumnya, untuk kondisi Ilyas bagaimana?" tanya Adrian hati-hati, takut pertanyaannya memancing emosi Sofia.

"Hasilnya baru keluar besok, itu juga gue seharian ngerjain sampel sumsung tulang Ilyas," jawab Sofia.

Baru juga Adrian ingin membalas ucapan Sofia. Gadis itu tiba-tiba mengatakan sebuah kalimat yang membuat Adrian mengetahui jika Sofia takut kehilangan Ilyas.

"Awalnya gue mau jadi pelukis karena hobi menggambar. Tapi, ketika Kak Nandita jatuh dari sepeda, dengan sigap gue obati lukanya. Dari situ gue pengen jadi dokter sampai sekarang. Namun, setelah gue tahu kalau seorang dokter nggak boleh memberikan harapan hidup kepada pasiennya, gue jadi bimbang. Sudah sejauh ini usaha gue untuk menjadi seorang dokter spesialis onkologi. Hmmm gue ke dalam dulu, bye!" Belum sempat Adrian berucap, gadis itu sudah pamit dan berjalan ke dalam rumahnya sambil melambaikan tangan kanannya ke Adrian.

Adrian tersenyum dan memutar kembali mobilnya menuju kediamannya yang berjarak tidak terlalu jauh dari rumah Sofia.

Tidak memerlukan waktu lama, Adrian sudah sampai di kediamannya. Ia keluar dari mobil dan membuka gerbang rumahnya. Semua dilakukan Adrian seorang diri tanpa bantuan siapapun. Rumah yang dibeli atas hasil kerja kerasnya menjadi hampa ketika istri dan anaknya tidak ikut merasakan kebahagiaan lebih dalam. Naira dan calon buah hatinya sudah tenang bersama Tuhan di tempat yang tepat. Kini, tersisa Adrian untuk meneruskan hidupnya dan mencari tahu kebenaran di balik kecelakaan tunggal Naira, istrinya tiga tahun lalu.

Menjajaki alas lantai rumahnya memberikan satu-persatu kenangan manis yang hanya dimiliki Adrian. Biasanya ketika dirinya pulang kerja, di sofa sudah ada Naira yang dengan setia menunggu kepulangannya bahkan sampai tertidur pulas.

"Mas mau minum apa? Mau makan apa? Biar aku masakin."

Adrian berdiri di sofa yang biasa diduduki Naira sambil mengingat kenangannya dulu.

"Mendingan Mas mandi, habis itu turun ke bawah untuk makan malam."

Senyumnya getir, andai saja ia memiliki indera keenam, mungkin ia bisa menyelamatkan nyawa istrinya. Teringat malam di mana kecelakaan yang merenggut nyawa Naira, di saat itu juga Adrian mendapat jadwal lembur di rumah sakit karena ada pasien yang harus dirinya tangani. Malam itu, tidak ada tenaga medis dan kebetulan Adrian masih di dalam rumah sakit. Jadi, dirinya membantu pasien tersebut untuk mendapat pertolongan pertama.

Tangan Adrian menggapai bingkai foto yang terpajang di tembok rumahnya. Foto Naira yang tersenyum memakai baju putih selutut, istrinya sangat menyukai warna putih untuk perihal pakaiannya. Adrian benar-benar merindukan istrinya. Sambil melihat foto istrinya, Adrian bermonolog.

"Aku akan mencari tahu penyebab kematianmu. Meskipun nantinya yang terlibat adalah orang-orang yang aku sayangi, aku tetap melaporkannya kepada pihak berwajib. Naira, kamu pasti sudah tahu jika aku telah bertemu kembali dengan Sofia, gadis yang pernah aku ceritakan padamu saat diriku mendapatkan perundungan semasa kuliah dulu. Kini, gadis itu masih memiliki sifat yang sama."

Hospital Diary [Terbit] ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang