Perlahan Membaik

428 49 131
                                    

Sofia langsung melepaskan pelukan Adrian dan mendorong pria itu menjauhinya. Ia terdiam, tidak bisa mengatakan seuntai kalimat. Lidahnya kelu, selain karena kematian Ilyas melainkan sosok Adrian sendiri. Memang benar mereka berdua baru bertemu kembali setelah sekian lama. Sofia teringat tentang kepulangannya ke Indonesia, yang dimana dirinya mempunyai foto saat wisuda, namun di belakang foto tersebut terdapat seorang laki-laki yang tidak sengaja melihat ke arah kameranya.

Adrian mengerti posisi Sofia, tanpa permisi Adrian langsung keluar dari ruang kerja Sofia. Masing-masing keduanya terhanyut dalam pikiran masing-masing. Adrian yang mulai terbiasa dengan kehadiran Sofia setelah mengetahui jika gadis itu yang telah menolongnya. Sofia pun sama, dirinya mulai terbiasa dengan kehadiran Adrian. Namun, tidak ada soal Sofia, Adrian masih mencari kepastian kecelakaan tunggal yang dialami Naira.

Sofia terbuai dalam lamunannya, sambil menopang dagu dengan kedua tangannya, gadis itu terus memikirkan kejadian yang baru saja menimpanya. Mengapa ia seberani itu memeluk Adrian? Padahal kesan pertama bertemu tidak menyenangkan untuknya.

Adrian pun juga sama, terbuai dalam lamunannya. Bedanya, ia terus memikirkan cara menyelidiki kematian istrinya. Walaupun dirinya sudah bertemu dengan Sofia, sosok perempuan yang ia cari selama bertahun-tahun.

"Stupid Sofia! Kenapa lo bisa peluk Adrian? Haduh! Kacau banget pikiran gue!" umpat dirinya kasar mengatai diri sendiri.

Natalia yang menerobos masuk ke dalam ruang kerja Sofia, sedikit terkejut melihat sikap Sofia yang bengong. Wanita itu tidak menyadari kehadiran sahabatnya.

"Kesambet setan budek lo ye?"

Sofia sadar dari lamunannya. "Ha? Iya? Kenapa?" Suaranya terdengar gugup.

"Are you okay? Everything is good?" tanya Natalia.

"Ya, I'm fine."

"Bohong! Lo habis nangis kejer pasti," pekik Natalia.

Lantas Sofia mengeluarkan foto dirinya saat wisuda dengan penampakan Adrian di belakang dirinya. Menunjukkan foto tersebut kepada sahabatnya.

"Lo ingat foto ini?" tanya Sofia. Natalia mengangguk.

"Kenapa Sof?"

"Fokus ke laki-laki yang di belakang gue. Secara nggak sengaja ikut masuk ke dalam kamera bokap gue. Ingat?" Lumayan susah mengembalikan kembali ingatan Natalia semasa kuliah dulu setelah bertahun-tahun lamanya.

"Iya gue ingat. Kalau nggak salah gue pernah lihat laki-laki itu membawa hadiah yang dibungkus sama paper bag hitam. Nggak sengaja ketemu pas lagi berpapasan."

"Adrian?" celetuk Natalia. Sofia mengangguk.

"Kalian berdua pernah kehilangan. Tapi, untuk hal ini, sorry maksud gue persoalan masa depan lo nantinya hanya hati lo yang berhak memilih bukan orang lain."


***

Sore hari, Sofia pulang lebih awal dari biasanya. Ia mengantarkan mobil ambulans yang membawa jenazah Ilyas menuju kediamannya. Sofia ikut di rombongan mereka, air matanya masih terus menitih walau tidak sekeras tadi siang.

Jarak rumah Ilyas lumayan jauh dari rumah sakit. Memori bersama Ilyas masih melekat dalam ingatannya.

Masih membekas ucapan Ilyas ketika anak itu menceritakan cita-cita terbesarnya. Bercita-cita menjadi seorang dokter hebat seperti Sofia yang telah merawatnya dengan setulus hati.

Fokus menyetirnya terganggu saat dering ponselnya terus berbunyi. Ia segera mengambil ponselnya yang ia letakkan pada dashboard phone holder. Anehnya, nomor anonim lagi yang kembali menghubungi Sofia. Ketika diangkat, teleponnya malah dimatikan oleh si penelpon.

Hospital Diary [Terbit] ✅️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang