Memang seharusnya Raiga tidak perlu mempercayai apa yang dikatakan oleh Madavaㅡseharusnya pula ia tidak mempercayai jika Madava akan bermain lebih lembut dari biasanya, sebab demi apapun pagi ini submissive itu harus menghabiskan waktu lebih banyak untuk sekedar menutupi banyak tanda yang dibuat Madava diarea leher putihnya dan belum lagi ia harus mengoleskan salep pereda nyeri dibagian bawahnya.
Madava itu bajingan bahkan sepertinya saking bajingan itu bisa mengalahkan Marvinㅡya, benar-benar bajingan dan ditambah dengan gilanya.
"need help, Sach?"
"nggak, you better get out." usir Raiga sebelum Madava melangkah lebih memasuki kamarnya.
nggak nekat bukan type Madava yang nyatanya mengabaikan perkataan Raiga dan memilih memasuki kamar submissive itu yang sudah cukup lebih rapi daripada semalam, "have you put any painkiller ointment on your hole?"
"please.." hela Raiga yang dengan malas menoleh kearah Madava yang sudah berdiri dibelakangnya, "you better shut up and go out."
"I don't want." tolak Madava yang kemudian mengambil alih foundation dari tangan Raiga yang saat ini hanya bisa menghela nafas pasrah, "hadap depan biar saya pakaikan bagian tengkukmu." titah Madava.
"huftt.. do you think you did it on purpose? what if suddenly baba or ayah comes into my room?" meskipun begitu Raiga tetep menuruti perkataan Madava, ia menghadap depan dengan Madava yang langsung mengolesi foundation pada tengkuknya yang masih terdapat kissmark karya dominan itu.
"tenang, mereka tidak akan datang kesini."
dari pantulan cermin meja rias Madava dapat melihat submissive yang ada dihadapannya saat ini tengah mengrenyit kebingungan, "kenapa gitu?"
"karena mereka belum bangun."
"huh, wait.." Raiga reflek berbalik sepenuhnya menghadap Madava dengan ekspresi curiga, "kamu apain ayah dan babaku?"
"just give them sleeping pills, that's all."
"what the fㅡ" Raiga mengacak surainya sendiri sangking tidak habis pikir dengan perbuatan Madava, "ini terakhir ya kamu bisa bertingkah seperti ituㅡdon't do it again, Madava.. mereka itu orang tuaku sekaligus kakak dan kakak iparmu."
"of course if you obey me, Sach."
d e s p e r a d o
Sesuai dengan pernyataan Yares pagi buta tadi, mereka bertiga; Raiga, Yares dan Hakail berkumpul dikantin setelah bell istirahat berbunyi. Bangku kantin paling pojok menjadi tempat mereka bertiga untuk berbagai cerita tidak senonoh, lebih tepatnya sih Yares yang saat ini dituntut Raiga untuk menjelaskan tentang bagaimana bisa pemuda yang memiliki hubungan gelap dengan sang paman bisa berhubungan intim dengan sang mantan.
"jelasin cepet, Resh." dihadapan Raiga sudah ada Yares dan Hakailㅡoh, omong-omong Hakail tidak begitu mengerti topik Raiga dan Yares sehingga pemuda itu lebih memilih fokus makan ketimbang mendengarkan pembicaraan kedua temannya.
"om gue milih diaㅡ"
"uhuk!"
Raiga dan Yares spontan menoleh kearah Hakail yang buru-buru meminum es tehnya sebelum berdehem dan melayangkan tatapan kesal kearah Yares.
"ya jelaslah kalau om lo pilih dia secara kan istri sahnya! gimana sih lo? sadar, bro, lo cuma selingkuhannyaㅡlo itu cuma second choice om lo." hujat Hakail pada Yares yang hanya bisa mengukir senyum miris kearah Hakail dan Raiga yang saat ini justru menahan tawa. "Mending deh lo putusin om lo sebelum terlambat, toh cowok dominan tuh banyak, apa perlu gue cariin selusin buat lo?" tawar Hakail tanpa memperdulikan siswa-siswi dimeja sebrang menoleh kearah meja mereka, "sini sebutin kayak gimana type cowok dominan lo, gue catetㅡ" bahkan pemuda Tan itu sudah siap menyalakan ponselnya untuk menyatat sebab Raiga menyambar dan menghentikan aktifitasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Desperado
Fanfiction‹ discontinued › hubungan darah belum tentu bisa mencegah nafsu bejat, "we are related by blood Abisatya." (n) bxb. kalau tidak suka dengan genre atau pair cerita, jangan baca.