Akhir-akhir ini seperti ada yang aneh dari Raiga, akan tetapi Hakiel enggan bertanya pada teman dekatnya itu, takut-takut malah berdebat jika ternyata apa yang dirasakannya itu tidak benar. Tapi, sepertinya Hakiel harus berkompromi dengan Yaresh.
"Kenapa sih lo makannya disingkirin? Biasanya juga langsung dimakan."
Menghela nafas lega, Hakiel amat bersyukur karena Yaresh lebih dulu berkomentar tentang cara Raiga memakan soto ayam.
"Gak enak,"
"Itu enak anjir," Heran Yaresh melihat sayuran seperti kubis dan toge, "Lo bahkan biasanya minta ekstra toge."
Raiga menggidikan kedua bahunya secara acuh, ia kembali memakan habis sotonya dengan khidmat tanpa memperdulikan tatapan aneh atau heran yang ditunjukkan Yaresh dan Hakiel.
"Diet ya?"
Raiga menelan kunyahannya, "Apanya? Gue?"
"Iya, dari kemarin perasaan lo banyak diem dan milih-milih makanan." Hakiel mengakui, mengesampingkan perasaan takut berdebat daripada harus memiliki rasa penasaran.
"Gue gak diet." Klarifikasi Raiga.
Hakiel dan Yaresh saling berpandangan curiga tapi pada akhirnya mereka menepis kecurigaan itu.
"Kayaknya gue perlu bicarain hal ini sama lo berdua," Ujar Raiga meletakkan sendoknya lalu mengelap mulutnya dengan tisu yang disediakan pihak kantin, "I'm pregnant."
"..Ha? Gimana?" Yaresh memiringkan kepalanya.
Reaksi yang tidak sesuai prediksi, Raiga menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi kantin kemudian melipat kedua tangannya di depan dada sembari menatap kedua teman dekatnya yang terlihat kebingungan.
Hakiel mencondongkan wajahnya, "What are you talking about?"
"Hamil."
"Siapa? Siapa yang hamil?" Ulang Yaresh dengan ekspresi yang sangat ingin Raiga tertawakan, melongo.
"Gue."
"Damn..?" Hakiel mendengus geli, "Lo lagi ngaco ya?"
"Bapaknya siapa?"
Pertanyaan realistis, Raiga jadi agak merasa susah memberikan jawaban.
Hakiel membulatkan kedua matanya dengan tangan menutup mulutnya yang juga sempat membulat, "Jangan bilang kalau bapaknya itu Madavaㅡ"
"Anjing? Gila ya lo?" Hardik Yaresh frustasi padahal Raiga belum memberikan jawaban atas pertanyaan sebelumnya, "Beneran sama Om lo?"
Dengan helaan nafas pasrah, Raiga menjawab dengan acuh, "Iya."
Brak
Tangan Hakiel memukul meja kantin sampai atensi beberapa siswa-siswi di sekeliling mereka menoleh sesaat sebelum kembali pada aktifitas masing-masing.
"LoㅡGila? Gimana bisa ceritanya, anjir? Hell, terus bokap lo gimana?" Tuntut Hakiel dengan berbagai pertanyaan, "Eh, tapi bokap lo udah tahu kan?"
Raiga mengangguk singkat.
"Gimana? Lo gak pakai pengaman ya? Wah, Stress." Hardik Yaresh, sosok yang juga pernah melakukan hubungan dengan Om-nya sendiri namun tidak sampai separah Raiga, "Gila, Basically Madava is your uncleㅡ"
"Tapi, gak ngaruh gak sih? Kan Madava bukan adek kandungnya Om Yudhis."
Yaresh merotasikan bola matanya karena perkataan Hakiel yang terkesan mendukung hubungan Raiga dengan Madava, "Madava kan masih satu Ayah sama Om Yudhis, adek tiri sih tiri beda ibu tapi kan tetep masih satu darah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Desperado
Fanfiction‹ discontinued › hubungan darah belum tentu bisa mencegah nafsu bejat, "we are related by blood Abisatya." (n) bxb. kalau tidak suka dengan genre atau pair cerita, jangan baca.