🔸Hak Milik

821 94 41
                                    

POV "ADZAR"

Bruk!
Gua lelah.
Perang dengan kerumunan orang demi sebuah kendaraan ternyata sangat melelahkan.

Gua nyerah.
Sangat kagum dengan mereka yang selalu berjuang setiap hari untuk berangkat dan pulang setelah mengais rejeki demi keluarga ataupun diri sendiri.

"Rasanya remuk badan gua." Keluh gua.

Jam 11.15 malam.
Gua menghela napas, rasanya lebih segar setelah mandi dan berganti baju. Lelah membuat mata ini pun mengantuk.

Gua rindu Aaron.
Dan mata ini kembali terbuka, menatap atap langit kamar dengan hati sedikit gelisah. Berakhir menyerah saat tak mendapatkan jalan keluar.

"Gua pikirin besok lagi." Gumam gua pelan sembari kembali memejamkan mata. Mencoba berkompromi dengan gelap.

Sumpah!
Ini pertama kalinya gua diambekin pacar dengan imbas yang sangat luar biasa. Lalu bagaimana jika bertengkar dengan istri?

Glup!
Gua menelan ludah.
Merasakan sakit entah karena apa, seolah pertengkaran itu adalah sesuatu yang sangat mengerikan.

Bruk!
"Auh!" Keluh gua saat merasakan berat yang menimpa perut.

"Aaron?!" Kaget gua saat membuka mata dan mendapati Aaron duduk di perut ini.

"Sama siapa elu kesini?" Tanya gua khawatir, karena Aaron suka bertindak nekat tanpa pikir panjang.

"Maafin gua." Gumamnya pelan, berakhir menjatuhkan dirinya keatas tubuh gua.

Gua diam.
Mengerutkan kening, menatap ujung rambutnya tak mengerti kenapa ia harus meminta maaf.

"Gua salah." Lanjutnya dan merasakan lingkaran tangan itu semakin erat memeluk.

"Elu nggak salah kok. Emang ada apa?" Gua mencoba memahami ucapannya.

"Karena gua sempat berpikir untuk serakah." Jawabnya.

Oke!
Gua nggak paham.
Nih Aaron lagi mabok atau habis mimpi karena sikap dan ucapannya benar-benar aneh.

Gua terpaku.
Diam membeku, menatap langit kamar tak berkedip saat mendengar isakannya dan air mata itu membasahi baju tidur gua.

"Ron?" Panggil gua mencoba untuk memahami situasi.

Sial!
Ini kelemahan terbesar gua. Melihat Aaron menangis adalah hal tabu buat gua. Karena tangis itu membuat hati ini terasa sakit.

"Aaron? Sayang?" Panggil gua lembut, meraih bahu itu, bergerak untuk duduk, membiarkan Aaron tetap dipangkuan.

Matanya memerah, bahkan hidung itu pun merah. Melihatnya seperti ini benar-benar bikin hati nggak nyaman. Gua lebih suka ngelihat dia marah atau ngambek.

"Ada apa? Ayo cerita!" Pinta gua sembari membersihkan sisa air mata yang mengalir di pipinya, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Gua cinta sama elu." Ucapnya.

Gua mengangguk, tersenyum dengan hangat, menggenggam tangan itu erat. Percaya dengan ucapannya yang sejak gua mengenal Aaron ini kedua kalinya ia menyatakan cinta.

"Apa gua terlihat bodoh?" Tanyanya dan sumpah Aaron benar-benar menggemaskan.

Kepala ini menggeleng, masih tersenyum menatapnya dalam diam. Menikmati wajah cantik itu sepuasnya selagi memiliki kesempatan.

"Cantik." Puji gua sepenuh hati.

Deg!
Jantung ini bertalu saat ia mencium bibir gua tanpa sebuah kompromi alih-alih menampar atau muntap karena pujian itu.

BIG BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang