POV "AUTHOR"
Ramai.
Hiruk pikuk memenuhi seluruh penjuru sekolah saat kegiatan lomba tingkat nasional di gelar dengan megah, bertepatan dengan ulang tahun sekolah tuan rumah. Mengisahkan persaingan namun tak luput dari kesenangan."Woi! Bangsat! Sini lu!" Teriakan itu memenuhi penjuru koridor tak jauh dari taman samping sekolah.
Putih biru.
Menjadi hiasan di sepanjang sekolah menengah atas. Canda tawa, obrolan ringan bahkan permainan khas anak remaja tanggung menjadi hiasan tersendiri."Gen?! Nih elu ngerjain gua?!" Pekikan itu memenuhi keramaian.
Mata beloknya berpendar tak percaya saat melihat seragam otaku model cewek terpampang mentereng di depannya. Detik itu juga otak Aaron mendidih bersama kengerian.
"Yang ini juga?" Seru Dinda tersenyum penuh kebahagiaan.
"Din???" Aaron mendadak lesu.
Ia menghela napas berat.
Duduk merosot di lantai demi merasakan nasib buruk yang dihadapinya dalam waktu yang bersamaan."Nih muka gua di tarok di mana, hah?! Elu kira gua nggak punya malu apa?!" Urat itu tertarik karena kesal.
"Tenang aja, nggak bakal ada yang tahu selain kita. Lagian nggak ada yang kenal ma elu deh selain guru penjaga lomba. Terus ini kan sekolahannya si Dinda. Jadi elu tenang aja." Jelas Lewi.
"Bangsat! Elu semua udah kompakan buat ngerjain gua." Dumel Aaron, melempar jaketnya pada Lewi.
"Elu bilang kan taruhannya milih tantangan bukan kejujuran." BinBin mengingatkan.
"Bener banget! Ini kan tantangan." Senyum Dino penuh kemenangan.
Aaron diam.
Menatap dua pakaian model kartun jepang bergantian dengan bulu kuduk merinding. Baik yang di tangan Genno maupun Dinda, semuanya menyesatkan."Cewek Bro!" Pekik Aaron dalam hati.
"Yang di gua buat elu pakai pas lomba lukis." Senyum Genno sangat menusuk.
"Dan yang di gua buat elu tampil di atas panggung." Jelas Dinda.
"Anjing! Kejam lu Din?!" Seru Aaron putus asa.
"Kan cuma main piano doank Ron. Di penampilan solo elu. Kalo ngeband kan tetep jadi diri elu." Rayu Dinda penuh maksiat.
"Anjing, nasib gua." Ratap Aaron.
Sumpah!
Ia menyesal telah ikut taruhan dengan Dinda dan bandnya sendiri. Sadar jika mereka semua menjebaknya untuk berakhir teraniaya."Lagian gua kan udah ingetin. Nggak usah ke pancing." Ucap BinBin.
"Bangke! Mana tahu kalo mereka bakal menang." Dumel Aaron tak ikhlas dikalahkan begitu saja.
"Nih gua bakal hitung dendam buat kalian semua?!" Ancam Aaron saat mata itu kembali menatap pakaian otaku yang di pegang Dinda dan Genno.
"Ya udah, elu buruan ganti sono. Bentar lagi lomba lukis bakal mulai! Nggak udah ngoceh mulu." Lewi mengingatkan, tak lupa mengambil seragam otaku dari tangan Genno. Ia sudah tak sabar melihat sosok Aaron lainnya.
"Din, elu bantu Aaron." Lanjutnya, menyodorkan seragam pada Dinda.
"Hah?! Elu gila?! Ini beneran gua make beginian?!" Aaron tak rela.
"Gua udah nunggu seabad Ron, ibarat gajian gua tuh nunggu bonusan. Gih buruan pake!" Gemas Lewi.
"Sialan! Ogah gua." Geleng Aaron cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG BOSS
Dla nastolatkówBagaimana rasanya kalau elu dicium musuh bebuyutan elu? Bahkan itu adalah ciuman pertama elu. Elu membencinya selama dua tahun ini, karena keberadaannya meredupkan aura elu yang hampir tenggelam. Seberusaha apapun elu tetap satu kelas dengannya sej...