🔸Rentetan Kehidupan

1K 155 61
                                    

POV "ADZAR"

Helaan napas ini panjang, dengan tatapan menatap lurus kearah gerbang utama sekolah. Menatap punggung Aaron yang baru saja menghilang dari pandangan.

Motor Riswana, anak kelas 3 IPS 1, atlet voli dan juara umum di sekolah. Ayahnya seorang pembisnis sukses dan memiliki kerja sama bisnis dengan Ashan dan Pramana group.

Kami sering bertemu saat pesta kolega ketika papa mengenalkan gua sebagai penerusnya nanti. Begitu juga Riswana yang merupakan anak tunggal dari pemilik Mazza company.

"Kayaknya tunangan elu kabur lagi." Kekeh Haska.

Kami sedang menyelesaikan salinan proposal osis di depan gazebo ruang guru. Namun berakhir mendapati pemandangan yang cukup tidak menyenangkan.

"Hem, sepertinya cowok kecil gua demen ngegali lubang kuburnya sendiri." Gua tersenyum miring.

Tawa Haska meledak.
Namun tangannya masih tetap sibuk melakukan penyalinan berkas. Karena waktu kami tidak banyak lagi untuk memastikan segalanya berjalan lancar nantinya.

"Kalian ini bener-benar sesuatu. Suka sekali mencari kelemahan masing-masing. Saling menyerang namun pada saat tertentu saling mendukung dan pada akhirnya akan terlihat seperti pasangan." Terangnya.

Gua diam.
Perkataan Haska benar-benar mampu membuat diri ini terdiam. Memikirkan segalanya dan berakhir setuju terhadap penilainnya itu. Karena gua memikirkan hal yang sama.

"Mau bagaimana lagi?" Gua terkekeh.

"Terlanjur jatuh cinta." Lanjut Haska.

Gua tertawa, mengangguk mengiyakan. Karena kenyataannya itu memang bener. Aaron telah menaklukkan hati ini dengan caranya yang tak terduga. Membuat seorang Adzar Mahendra bertekuk lutut.

"Tapi penuh dengan godaan." Tambah gua.

"Tapi menyenangkan kan?" Ia menaikkan sebelah alisnya.

"Hem." Gua mengangguk, tersenyum tipis namun menit berikutnya bersikap sebaliknya.

"Ada apa?" Haska mengerutkan kening.

"Gua hanya takut. Saat nanti gua nggak bisa mengambil hati itu dan meletakkan nama gua di sana. Bukannya artinya gua harus menyerah dan merelakan Aaron untuk orang lain?" Tanya gua, menatap Haska kecut.

Ia tersenyum.
Meletakkan pena di atas berkas proposal. Mata tajamnya beralih menatap diri ini lekat. Seolah ia sedang memastikan sesuatu.

"Cinta memang nggak bisa kita paksain. Tapi saat elu yakin sama diri elu sendiri, gua yakin elu bakal dapat hasil luar biasa." Nasehatnya.

Tubuh itu bergerak, mengubah posisi duduknya dengan melipat tangan di dada, bersandar pada dinding penyangga bangunan. Tatapan itu berubah sendu.

"Boss, hati manusia itu tidak sekeras baja atau pun batu padas. Mereka memiliki sisi lembut yang saat kita datang dengan ketulusan maka semua usaha itu pun akan berjalan mendekati kita dengan hasil yang indah." Haska menepuk bahu ini, memberikan segala dukungannya.

"Elu hanya perlu percaya dengan diri elu sendiri. Karena gua yakin Aaron akan memberikan cintanya buat elu." Lanjutnya.

"Sulit Has, Aaron itu licin kayak belut dan terkadang gua nggak bisa memahaminya. Seolah perbedaan kami ini sangat jauh. Membuat gua berpikir apa nantinya dia bisa bahagia sama gua?" Jujur gua akhirnya.

Ia menghela napas, mata tajamnya menatap sendu. Dan bibir itu tersenyum tipis, gua hanya bisa diam sembari melanjutkan mengarsipkan berkas organisasi.

"Sepertinya elu emang bener-bener jatuh cinta sama tuh anak." Ucapnya pelan.

"Hem. Buat apa gua pura-pura?" Mata ini menatap Haska putus asa.

BIG BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang