🔸Jembatan Hati

464 72 12
                                    

POV "ADZAR"

Berkabut.
Suasana sejak pagi terasa suram, bawaan senggol bacok bahkan wajah itu pun terpasang masam.

Tak ada lelucon.
Bacotan sampahnya pun seolah menghilang ditelan bumi. Aura cerahnya terpendam bersama kabut yang ia ciptakan.

"Boss bini elu lagi pms?" Seru Pilga.

Perubahan tempat duduk.
Gua dan Pilga duduk di kursi belakang dan itu di ujung, dekat jendela. Alasannya susunan duduk diatur berdasarkan tinggi badan.

"Nggak tau gua." Jawab gua cepat.

"Tuh muka di tekuk aja dari tadi pagi." Keluh Pilga.

"Tan?!" Panggil Pilga pada Intan yang duduk di bangku nomer tiga dari belakang dan berada diseberang kami.

"Apa?" Tubuh itu memutar, menatap kami berdua bergantian.

"Adek elu kenapa? Bawaan senggol bacok aja tuh bocah." Pilga mulai mencari informasi.

Intan mengedikkan bahu, "gua juga kagak tahu." Jawabnya diakhir.

"Ck! Nggak guna lu?" Kesal Pilga.

"Bacot! Lu sana tanya sendiri ma orangnya!" Balas Intan kesal.

"Boss, elu gih tanya ma tuh anak." Pilga mengalihkan saran Intan ke gua.

"Ck! Elu aja." Tolak gua cepat.

"Elu kan lakinya." Gemas Pilga mulai tak sabaran.

"Elu kan sahabatnya." Gua balas tuh bacot.

"Bangke! Nggak seru lu berdua!" Pilga pun benar-benar kesal.

Gua tersenyum dalam diam.
Sebenarnya sangat paham alasan kenapa muka itu sejak pagi terpasang kesal. Cuma satu kok, masalah posisi duduk.

Aaron sangat suka duduk di tempat gua sekarang. Posisi yang sangat kramat bagi Aaron untuk sedikit bermalas-malasan dan sedikit cuci mata saat bosan.

Dekat jendela.
Pojokan.
Tempat aman buat tidur saat enggan mendengarkan penjelasan guru. Aaron kan sakti.

Sekarang?
Dia duduk di kursi depan sendiri bahkan sadisnya berada dibarisan ke dua, tepat di depan meja guru. Menghadap langsung dengan guru pengajar.

"Kasihan bini gua." Gua hanya bisa membatin.

"HUUAAA!!! BANGSAT!!" Teriakan Aaron memenuhi ruang kelas tepat setelah wali kelas pergi.

Bu Zenna.
Guru Kimia, senior dari semua guru. Pintar dan sangat disiplin bahkan menjadi guru terbaik di sekolah karena semua ketegasan yang beliau miliki.

"Babi! Kenapa guru killer nomer satu yang jadi wali kelas gua?!" Ratap Aaron kembali meluruhkan sebagian tubuhnya di atas meja setelah puas berteriak hingga membuat orang hampir terkena serangan jantung.

"Jadi elu bete cuma gegara wali kelas kita bu Zenna?" Kaget Intan tak percaya.

"Sueg! Gua kesal karena harus duduk di depan bangsat! Gua kagak bisa leluasa nyari ribut kalo berada tepat di muka bu Zenna!" Muntapnya, menatap Intan kesal.

"Emang elu punya urat takut, hah?!" Pilga mencibir.

"Hehe nggak sih." Cengir Aaron, "Gua cuma benci duduk di depan." Tuh anak mulai merengek seperti anak kecil.

"Alah! Duduk di depan juga nggak bakal ngilangin kapasitas kebejatan elu kok." Cerca Intan.

"Tetep aja, surga duduk itu dibelakang, ntan." Aaron masih tak ikhlas.

BIG BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang