🔸Lintasan Kenyataan

799 71 15
                                    

POV "ADZAR"

Ramai.
Teriakan memenuhi penjuru rumah. Lantai bawah, lantai atas bahkan taman belakang rumah tak luput dari keberadaan mereka.

"Jenny! Lu kejar Lucia jangan gua mulu?!" Teriak Aaron sembari berlari menuruni tangga.

"Hati-hati Ron. Ntar jatuh." Nasehat gua, khawatir jika ia tidak akan baik-baik saja.

"Adek elu tuh! Masa gua mulu yang di kejar." Protesnya.

Aku menggeleng, menghela napas beralih melihat Jenny yang berlari di belakang Aaron dengan penuh semangat. Seolah mengejar diskon cemilan kesukaannya.

"Jen, lu kejar tuh Keinna. Kasihan kakak ipar elu, mukanya udah kayak udang mateng." Seru gua mencoba membujuk si bungsu Mahendra.

"Lu kasih gua berapa kak?" Negonya kurang ajar.

"Barbie satu set." Jawab gua akhirnya.

"Oke." Jawabnya cepat dan detik berikutnya berbalik dan kembali menaiki tangga.

Aaron menyerah.
Berhenti tepat di depan gua dengan dada ngos-ngosan, tak lupa keringat membasahi kening, pelipis bahkan rambut.

"Elu uda tiga jam main Ron. Sebaiknya istirahat." Gua mengingatkan.

Hup!
Reflek ini cepat, menangkap Aaron yang melompat mendekat dan berakhir nemplok seperti koala.

"Capek gua. Sialan tuh adek elu! Gua mulu yang diburu." Kesalnya.

"Soalnya cuma elu yang belum dapat giliran hunter makanya si Jenny berusaha ngejatuhin elu." Jelas gua sembari menyapu punggung itu pelan.

"Kerjaan elu udah kelar?" Aaron mengalihkan obrolan.

"Sudah. Om Eldar bilang pengen ngajak elu main games." Jawab gua diakhiri dengan pemberitahuan.

"Ogah! Capek gua." Kepala itu bergerak seperti kucing yang sedang mencari tempat nyaman.

"Sebaiknya malam ini elu tidur di sini aja. Ntar gua mau keluar agak lama." Ucap gua saat ingat jika janji itu harus di tepati.

"Mau kemana?" Rengeknya manja, seperti bukan Aaron.

"Ke apartemen bang Viza." Jawab gua cepat.

"Terus gua tidur sendirian dong?"

Astaga?!
Sejak kapan nih akan jadi manja begini? Ngegemesin sumpah, jadi pengen gua makan. Cuma janji itu nggak bisa gua abaikan.

Sialan!
Gua harus nahan diri sampai nanti malam. Dan semoga otak ini tetap pada tempatnya saat berada di tempat bang Viza.

"Elu istirahat lebih awal. Nggak usah nungguin gua. Mungkin ntar gua makan bareng mereka." Sekali lagi gua menjelaskan.

Harus!
Aaron itu mood maker, bisa runyam jika membuat suasana hatinya anjlok kebawah. Bisa berantakan hidup indah gua.

"Baliknya beliin gua martabak telur spesial." Setujunya dengan diakhiri sebuah syarat.

"Oke." Gua mengangguk setuju.

Gua menghela napas, mengedikan bahu saat bertemu mata dengan Om Eldar yang tersenyum berdiri di pintu dapur dengan kedua tangan di lipat.

"Sekalian beliin gua thai tea." Lanjutnya saat kaki ini berjalan menuju sofa ruang santai, duduk hati-hati dengan Aaron dalam gendongan.

"Oke. Ntar kalo ada yang kurang elu tinggal telpon atau kirim pesan ke gua." Jawab mulut ini sembari meraih remote tv, memutuskan menonton berita di tv.

"Woi! Ron?! Elu m....." Ucapan bernada teriakan itu terputus saat melihat Aaron bermanja ria.

"Shit!" Lucia mengumpat dengan wajah yang berubah merah karena malu sendiri.

BIG BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang