POV "ADZAR"
Sialan!
Gua meringis, menahan sakit pada lengan dan lutut yang tersantuk pinggiran counter dapur demi meraih Aaron untuk tidak jatuh ke lantai.Wajah itu pucat.
Dan badan itu mendadak panas dengan keringat membanjiri tubuhnya. Perubahan yang sampai kapan pun tak bisa gua terima begitu saja.Otak gua mampet.
Bahkan untuk beberapa saat gua tak tahu bagaimana bernapas dengan benar, bahkan jantung berdetak hebat karena khawatir.Sunyi
Tak ada satu pun yang mencoba memecah sepi ini untuk sekedar memberitahu gua jika semuanya baik-baik saja."Om sudah memberi suntikan vitamin dan obat tidur. Biarkan Aaron istirahat."
Akhirnya.
Suara om Brata membuat gua bisa bernapas dengan benar. Meski tak yakin apa gua harus benar-benar lega karena wajah itu tidak terlihat tenang."Paman yakin semua baik-baik saja?" Suara bang Viza membuat hati ini kembali tak tenang.
Helaan napasnya terdengar lelah.
Tubuh itu mengendur, duduk bersandar pada kepala kasur tepat di samping Aaron yang terlelap seolah tidur panjang."Sepertinya hari ini banyak hal yang terjadi." Lirikan itu dijatuhkan ke gua.
Gua mengangguk.
Berjalan mendekat, duduk di ujung kasur, menyentuh kaki Aaron dari balik selimutnya. Merasakan panas tubuhnya yang mulai menurun."Ada yang memutus saklar kabel utama listrik dan mereka tertangkap Zodan saat mencoba masuk kedalam rumah lewat jendela samping." Jelas gua akhirnya.
"Terakhir, gua lihat pintu jendela kamar Aaron terbuka tapi tak ada yang hilang hanya ada beberapa jejak kaki." Lanjut gua.
"Apa mereka mencari sesuatu?" Mata tajam itu menyipit, memasang wajah serius dengan kedua tangan terlipat di depan dada.
"Entahlah om. Sepertinya Aaron sudah tidak aman berada di rumahnya sendiri." Putus gua diakhir.
"Sebaiknya kalian pindah ke apartemen kalian. Di sana lebih aman." Nasehat om Brata.
"Hem, gua dan Curoz bisa lebih tenang kalo kalian pindah permanen di sana bukan pindah kesana kemari kayak kucing beranak."
Sialan!
Lidah bang Viza benar-benar tajam. Bukannya gua enggan menetap di apartemen. Hanya Aaron yang masih enggan untuk tinggal menetap di sana."Kurangi dulu keluyuran keluar kalo perlu. Elu ganti mobil untuk ke sekolah." Saran om Brata sangat masuk akal.
"Biar Yuko dan Gema yang turun." Tambah bang Viza.
"Tapi bang?" Protes gua cepat.
"Gua lebih tenang kalo mereka berdua yang turun." Tepisnya tegas.
"Terus Bumi sama Kian?" Gua khawatir.
"Itu tugas gua." Sakleknya.
"Ikuti saja pengaturan Viza." Seru om Brata.
Gua menghela napas.
Menatap lekat wajah bang Viza yang dingin dengan semua topeng sempurnanya yang memang sangat sulit untuk di baca.Mereka berdua?
Apa Bumi dan Kian akan baik-baik saja tanpa pengawasan mereka? Dua orang terbaik yang berada di urutan pertama dalam daftar pelatihan bang Viza.Gua tak yakin.
Kian lebih membutuhkan Yuko ketimbang gua dan Aaron. Bahaya terbesar berada di pihak Kian bukan Aaron.Sial!
Kepala gua rasanya mau meledak.
Ini terlalu berat buat gua tanggung sendirian. Rasanya benar-benar mengerikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIG BOSS
Novela JuvenilBagaimana rasanya kalau elu dicium musuh bebuyutan elu? Bahkan itu adalah ciuman pertama elu. Elu membencinya selama dua tahun ini, karena keberadaannya meredupkan aura elu yang hampir tenggelam. Seberusaha apapun elu tetap satu kelas dengannya sej...