🔸Titik Temu sebuah Hati

554 84 9
                                    

POV "ADZAR"

Sibuk.
Gua hampir tak bisa mendekati Aaron yang nyatanya sejak gladi resik kemaren hingga hari acara sekarang seolah tak memiliki waktu untuk dirinya sendiri.

"Nyawa elu masih ngumpul kan?" Seru Kemal saat kami sedang duduk menikmati kotak berisi menu makan siang.

"Menurut elu?"

"Kayaknya belum normal." Geleng Haska.

Sueg!
Siapa yang nggak kaget lihat pacar mendadak jadi pusat perhatian. Seheboh itu pula. Dan sialnya dengan penampilan kerennya.

Gua lumer.
Tapi lebih dalamnya cemburu. Nggak rela pacar sendiri di pandang sedemikian rupa hampir oleh seluruh mata.

Bangga?
Jelaslah tapi perasaan nggak rela lebih tinggi ketika namanya di teriakin begitu heboh baik dari cowok maupun cewek.

Ah sial!
Gua pengen Aaron itu cuma buat gua. Nggak boleh diteriakin orang lain apa lagi di tatap penuh puja. Hanya gua yang boleh begitu.

"Woi! Ngelamun kan lu?!" Kesal Dave.

"Nyawa gua masih melayang sebagian." Jujur gua akhirnya.

"Bentar lagi band tamu bakal tampil. Elu kudu bantu gua handle keamanannya." Pinta Haska.

"Hem. Gua bantuin ntar." Angguk gua setuju.

"Awas elu ngilang lagi! Gua mutilasi batangan elu!" Kesal Brazon.

"Iye-iye. Lagian gua ini ketua osis bukan ketua panitia penyelenggara. Kenapa semua-semua mesti gua sih?" Kesal gua.

"Tugas elu kan bantuin Aaron buat mastiin segalanya berjalan baik." Peringat Kino.

"Ye iye. Ngarti gua." Pasrah ajalah.

Isoma berakhir tepat jam satu siang. Pembawa acara mulai kembali di atas panggung. Menghidupkan suasana dan menyusun kembali acara lanjutan.

Lomba berjalan lancar.
Bahkan sekolah Bumi ikut serta dalam lomba termasuk sepupu Aaron. Hanya saja batang hidung si iblis belum juga nampak.

"Denger-denger pacar Bumi juga ikutan lomba?" Tanya Kino saat kami berjalan menuju sisi samping panggung.

"Hem." Angguk gua.

"Aneh! Biasanya tuh anak bakal kayak pengawal yang ngintilin majikannya." Ucap Brazon.

"Tenang aja. Bentar lagi juga bakal muncul." Kekeh gua tak lupa membayangkan kedatangannya.

Bumi itu posesif.
Begitu jika ia sedang jatuh cinta atau saat ia benar-benar telah memutuskan memilih sesuatu.

Suasana mendadak sunyi saat empat orang berjalan menaiki panggung dengan baju warna putih bertuliskan Avenga di bagian depan. Mereka terlihat modis meski hanya dengan pakaian sederhana.

"Sepertinya udah mau di mulai." Seru Dave yang berdiri di sampingku.

Kami berjajar.
Berdiri di sudut ruang aula, menjaga keamanan dibagian belakang. Membantu para panitia festival mengurangi kekhawatiran.

"Avenga! Avenga!" Teriak hampir seluruh anak.

"Kanyaknya mereka terkenal." Kekeh Brazon yang bersedekap dada, bersandar pada dinding.

"Hem. Berasa kita ngundang band ibu kota saja." Setuju Kemal.

Tunggu!
Kening ini berkerut saat mereka melepaskan masker yang langsung membuat para penonton berteriak histeris.

"BinBin?!" Teriak mereka kompak.

Anjir!
Itu kan para sahabat Aaron.
Jangan-jangan bentar lagi yang nongol master band mereka.

BIG BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang