🔸Your eyes is Your heart

1.2K 185 130
                                    

Kicauan sang pipit mengalun merdu dalam buai sang pagi. Menyapa hangat sang waktu yang telah berganti. Mencoba memberi semangat pada hati yang berat.

Gua bersendaku pada bibir jendela, menatap langit pagi yang nampak cerah. Seolah mengejek karena nyatanya hati ini tak secerah sang mentari pagi.

"What's up!"

Tepukan itu mengejutkan, membuyarkan lamunan gua. Membuat atensi ini kembali pada realita. Menemukan BinBin berdiri di sampingku. Wajahnya secerah sang mentari.

"Pagi-pagi kok berduka. Pamali tau." Serunya kalem.

"Look!" Ucap gua sembari menunjukkan cincin yang melingkar di jari manis.

Senyum itu terkembang.
Mengangguk kalem tuk kemudian beralih menatap langit dengan kedua tangan masuk kedalam saku celana.

"Apa terlalu berat?" Tanyanya kalem.

"Hem, gua cuma nggak nyangka aja ama takdir hidup gua." Kekeh gua lirih.

"Semua akan baik-baik saja. Gua yakin calon laki elu itu bisa diandalkan." Jelas BinBin sembari menepuk pucuk kepala gua lembut.

"Pagi nyonya Mahendra!" Sapa Dino berteriak.

Telinga gua berdenging demi tuh bacot. Mata belok ini menatapnya nyalak dan berakhir membuat kedua tangan itu terangkat keatas, tanda jika ia tak akan mengulanginya lagi.

"Wah pagi amat elu kesini? Biasanya juga paling bontot." Cerocos Lewi, ia berjalan masuk tuk kemudian meletakkan tasnya di sofa.

Sialan!
Gua bangkit berdiri.
Mungkin butuh pelampiasan untuk menyelesaikan rasa frustasi. Mengurangi beban pikiran lebih tepatnya.

"Shuuutttt!" Seru gua sembari meletakkan jari telunjuk di bibir, menyuruh mereka diam. Sedangkan gua berjalan menuju peralatan musik.

"Gua butuh waktu lima menit." Terang gua tuk kemudian berhenti di depan alat musik drum.

Gua raih stik di atas meja tuk kemudian duduk. Menatap drum dalam diam dengan mulut terkatup rapat. Berakhir menghela napas sembari memukul crash symbal.

Menit berikutnya gua beraksi. Memukul drum dengan kekuatan penuh. Bodoh amat, kalau rusak bisa minta Adzar buat ngantiin yang baru. Dia kan banyak duit.

Me time.
Gua butuh menyalurkan rasa frustasi dan melepas semua beban yang masih belum sepenuhnya bisa gua terima dengan baik.

Okelah.
Mau tak mau gua harus menerima semua ini dengan lapang dada karena bagaimana pun hubungan itu tak lagi main-main.

Ingat, jika semua ini demi kebaikan gua sendiri. Semua orang mengatakan begitu. Bahkan BinBin sahabat gua dari orok juga mengatakan hal yang sama.

Dentuman itu menggema, memenuhi ruang studio. Bermain musik membuat gua merasa lebih baik. Setiap ketukan itu seolah mengisi kosong karena beban.

Lima menit.
Gua menepati janji, menghentikan permainan solo yang cukup menyedihkan karena gua bermain dengan kumpulan kemarahan.

"Merasa lebih baik?" Seru BinBin.

Ia mendekat, tangannya terulur untuk mengambil stik drum. Gua pun beranjak, memberikan tempatnya kembali pada BinBin. Mengangguk untuk menjawab pertanyaan itu.

"Mendung amat sih week end." Keluh Dino yang baru saja datang bersama Genno.

Mereka mendekat, bergerak pada posisi masing-masing. Melakukan pemanasan sebelum kami mulai latihan. Tiga bulan lagi kami ada jadwal manggung.

BIG BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang