🔸Games

1.1K 151 126
                                    

POV "AARON"

Sialan!
Kampret!
Bangke!
Bedebah!

Nikah?
Tuh kakek tua kalo ngomong asal ngejeplak aja. Emang gampang apa nikah. Dipikir nggak nyiapin segalanya apa? Mental juga butuh kali.

Gua menyerah setelah perdebatan kami barusan yang cukup mengerikan. Gua butuh waktu sendirian dan disinilah diri ini berakhir, membasuh wajah di wastafel.

Yah, siapa tahu air dingin bisa menjernihkan kepala ini dan mengurangi emosi yang sedari tadi meluap-luap bak listrik yang menyambar-nyambar.

"Ron?"

Gua berbalik dengan cepat, menemukan Adzar berdiri di depan pintu toilet dengan wajah sendunya. Dan emosi ini mendadak kembali naik keubun-ubun saat melihatnya lagi.

"Bagus! Berkat elu gua bakal hidup lebih sengsara!" Mulut ini kembali muntap.

"Bukannya elu yang mulai duluan?" Ia menaikan sebelah alisnya.

"Ngajak ribut lu, hah?!" Mata ini melotot. Kembali berjalan masuk kedalam kamar.

"Itu kenyataan njir! Ngapain juga omongan elu mancing begitu?" Ia membalik ucapan.

Sialan!
Gua berbalik, duduk di atas kasur dengan kasar. Melepaskan baju dengan tidak ikhlas. Melemparnya begitu saja.

Dongkol.
Sebel.
Bete.
Semua bergerak menjadi satu. Membuat hati ini kepanasan karena menahannya.

"Elu ngomong aja sama kakek buat batalin." Terangnya.

"Ntar kalo gua ngomong malah jadi besok kita dinikahinnya gimana?" Tanya gua was-was.

"Ya bacot elu kalo ngomong kudu ati-atilah. Direm gitu asal ngejeplaknya." Serunya.

Sialan!
Gua mendengus.
Namun kembali diam, memikirkan ucapan Adzar dengan seksama.

Sekarang bukan waktunya bergulat lagi di atas kasur seperti tadi. Sekarang gua harus menyusun strategi untuk melumpuhkan hati si kakek tua bangka itu.

"Pakai ini." Perintahnya sembari menyodorkan baju ditangannya.

Kening ini berkerut, masalahnya baju yang ia sodorkan bermotif gambar tayo. Yang benar saja, nih tiang listrik emang demen ngajak gua ribut kali ya.

"Maksud elu apaan?!" Nada ini naik satu oktaf.

"Baju tidur. Ini baju zaman gua kelas enam SD. Kalo baju yang sekarang ya nggak bakal pas buat elu." Terangnya.

Kening ini berkedut, meraih baju itu dengan cepat, memasang wajah sedikit tidak ikhlas. Gua merasa sedikit terhina dengan motif baju tidurnya. Berasa kalau tubuh ini tidak berkembang dengan sempurna.

Baju SD katanya?!
Anjing!
Bangke banget nggak sih?!
Sueg sueg sueg!

Tapi mau bagaimana lagi?
Nggak mungkin kan gua pakai baju yang tadi buat tidur setelah gua lempar sembarangan ke lantai?

Kenapa pula gua nggak bawa baju tidur sendiri? Kan gua juga tahu kalau ujungnya bakal menginap dan mungkin gua bakal di jadikan bahan obrolan mereka semua malam ini.

"Hem, cocok." Seru Adzar sembari tersenyum tipis saat melihat diri ini telah mengenakan baju tidur zaman SD miliknya.

"Fuck!" Umpat gua tak lupa mengacungkan jari tengah kearahnya.

Brak!
Tawa itu menggema meski gua telah menutup pintu dengan sangat beradab, pergi meninggalkannya seorang diri di kamar.

Belum terlalu malam, jadi mungkin mereka masih mengobrol di suatu tempat. Artinya gua harus menjelajahi rumah besar ini hingga menemukan keberadaan dedengkot Mahendra.

BIG BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang