🔸Sebuah Kebenaran

729 94 17
                                    

POV"ADZAR"

Panas.
Berkeringat.
Napas ini pun sedikit berantakan, bergerak lincah di lapangan basket.

Otak.
Isi hati.
Dan tubuh bergerak berlawanan. Meski logika berusaha menyadarkan diri untuk fokus.

Dast!
Shot bola terakhir pun berakhir mendarat di luar ring. Membuat anak IPA 1 kalah telak dari anak IPS 1. Membuat gua menatap tak berkedip ring basket.

Ck!
Sialan!
Kelas gua kalah di babak penyisihan. Haska pun tersenyum penuh kemenangan.

"Musuh utama berhasil gua lumpuhkan." Sindirnya sembari berjalan mendekat, memutar bola dengan jari telunjuknya.

"Sorry guys. Gua nggak bisa konsentrasi."

Gua sadar diri.
Anak IPA 1 kalah karena gua terlalu banyak melakukan kesalahan bahkan beberapa kali mengoper bola pada musuh.

"Hem. Kita cukup bersenang-senang kok." Angguk Mahren.

"Iya. Lagian kalo kalah diawal begini kita bisa santai. Nonton anak-anak cewek main volli." Kekeh Andre.

Ck!
Gua menggeleng.
Namun dalam hati tahu jika mereka sedikit kecewa. Target kami adalah mengalahkan tim basket junior.

"Lagian Aaron udah aman elu masih gelisah aja." Geleng Brazon yang menonton dengan setia.

"Hem. Cuma mikirin dia di rumah sakit sendirian bikin gua parno meski penjagaan di sana ketat." Jelas gua, duduk untuk istirahat.

"Elu bakal ketemu kita di final ntar!" Seru Dave saat kelasnya di panggil untuk pertandingan berikutnya.

"Jangan galau kalau kalah." Kino mengedipkan sebelah matanya.

"Bangke! Mentang elu berdua gua sendiri!" Teriak Haska.

Brazon dan Kemal?
Mereka kalah telak persis seperti kelas gua. Pasalnya Brazon dan Kemal urung ikut mendukung kelas mereka karena masalah Aaron.

"Derita elu itu mah." Kekeh Dave.

Gua menggeleng.
Meluruhkan tubuh, melepaskan semua lelah. Mengeringkan keringat dan kembali menata pikiran yang mulai kusut.

"Kalo hati ma pikiran elu nggak di sini mending elu minggat gih! Percuma juga kali Boss elu sekolah." Tegas Haska.

"Pengennya begitu. Tapi gua kudu ngawasi penyelesain panggung." Jawab mulut ini.

"Ada Riswana, Luga sama Lougi. Mereka kan jebolan anak seni semua. Elu bisa percayakan semua pekerjaan ke mereka." Jelas Brazon.

"Iya. Ntar kita-kita juga bakal bantu ngecek. Jadi elu nggak usah gelisah begitu." Kemal menepuk bahu ini.

"Hem. Tapi mandat Aaron kan gua ngawasi kerjaan senior." Mendadak gua ciut.

"Serah elu lah kalo kek gitu." Brazon mengedikkan bahu.

"Tapi denger-denger tadi pagi si Luga ke rumah sakit buat jenguk Aaron." Seru Kemal.

"Seriusan lu?!" Alarm ini pun bergerak dengan cepat.

"Hem. Tadi gua denger dia ngobrol sama Riswana." Muka Kemal menunjukkan keseriusan.

Ck!
Ngobrolin apaan ya mereka?
Gua kan rada parno habis lihat Aaron deket ma tuh preman. Apa lagi Aaron nggak punya penjagaan sama sekali.

"Cemburu lu?!" Sarkas Brazon.

"Nggak?! Kapan gua cemburu?!" Mendadak nada suara ini meninggi.

"Tuh ngegas?" Sindir Haska.

BIG BOSSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang