بسم الله الرحمن الرحيم
💐
Langga, laki-laki dengan rambut sedikit basah itu hanya diam ketika gadis di sebelah profesornya mengulurkan tangan untuk berkenalan. Bukankah ia sudah tahu namanya, lalu kenapa harus berkenalan lagi? Itulah yang dipikirkannya saat ini.
"Gue Jihan," ucap gadis itu tersenyum.
"Udah tau kemarin," balas Langga membuat Jihan langsung menarik tangannya.
"Ya, kan, biar lebih kenal gitu. Soalnya kita, kan, tetanggaan nih. Jadi, sebagai warga Indonesia yang baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila, undang-undang dasar empat lima, dan toleransi beragama, gue, eh saya, harus kenal sama orang-orang yang rumahnya bersebelahan dengan saya," jelas Jihan panjang lebar.
"Wah! Itu pelajaran Raka kemarin Kaka!" sahut anak laki-laki dengan tangan dipenuhi busa, datang menghampiri orang-orang di sana.
Jihan terutama Langga langsung menoleh dengan ekspresi berbeda. Langga hanya menghela napas melihat tingkah adiknya itu. Sedangkan Jihan, gadis itu langsung berjongkok di depan anak laki-laki tadi.
"Hai, adik ganteng. Kamu habis main busa, ya?" tanya Jihan sambil merapikan rambut Raka yang menutupi setengah matanya. Mungkin ia tidak mau penglihatan Raka terganggu dengan rambut tersebut karena kedua tangan Raka yang masih kotor dengan busa.
"Terima kasih, Kakak cantik. Aka ke sini mau minta bantuan Abang buat benerin rambut Aka, tapi keburu dibantu kakaknya," ujar Raka tersenyum manis. Hal itu membuat jiwa ke-kakak-an gadis itu muncul.
"Sama-sama. Oh, ya, nama kamu Aka?"
Raka mengangguk cepat. "Namaku Raka, Kak. Tapi Abang biasanya manggil Aka, Kak Jihan," jelasnya masih dengan senyuman manis tercetak di wajahnya.
Mendengar namanya disebut, Jihan sedikit terkejut. Pasalnya, ia hanya memperkenalkan diri dengan abangnya tadi, bukan dengan anak laki-laki itu.
"Aka kok tau nama Kakak?" tanya Jihan penasaran.
"Tadi, Kak Jihan, kan kenalan. Jadi, Aka dengerin, hehe."
Adeknya hangat banget kayak gini, kok abangnya kayak kutub ya? Pikir Jihan membandingkan kakak-adik itu.
"Ka, masuk sana, terus mandi. Tadi Bunda udah panggil." Langga menimbrung diantara percakapan mereka.
Entah kenapa, adiknya itu langsung menurut padahal sebelum-sebelumnya pasti menolak atau mencari alasan lain. Menyadari bahwa gurunya masih di sana, Langga menjadi tidak enak. Apalagi sekarang penampilannya jauh dari kata sopan untuk bertemu dengan seorang guru besar seperti profesor Ibra.
"Ah, maaf, Prof. Saya tidak sopan karena membiarkan Profesor berdiri di sini," tutur Langga.
Profesor Ibra yang mendengarnya langsung tersenyum. Dimana pun berada dan dalam kondisi apapun, pemuda itu selalu menjaga sikapnya. Sopan santun yang dimilikinya begitu ia pegang kuat. Apalagi jika mereka di kampus, profesor Ibra tidak pernah melihat pemuda itu tidak menunduk sopan atau pun berjalan duluan jika bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgettable Love [SELESAI] ✔️
RomanceBagi Langga, Jihan hanyalah tetangga yang suka merepotkan, gadis kecil yang bar-bar dan juga kadang membuat Langga kesal. Sedangkan, bagi Jihan, Langga sudah seperti pelangi dalam hidupnya. Bagaimana jika mereka memang ditakdirkan? *** Ini adalah ki...