28| Ruang Keluarga

192 24 18
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

بسم الله الرحمن الرحيم

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💐

Usai mengantar temannya sampai gerbang rumah sekaligus menutup pintu, laki-laki yang masih memakai koko biru muda serta sarung hitam itu tidak langsung mengganti pakaiannya ke kamar. Ia memilih untuk melangkahkan kaki menuju dapur dengan tujuan menghangatkan makanan untuk sahur nanti. Ia tahu jika bundanyalah yang mempunyai wewenang melakukan hal tersebut, tapi selama ia bisa maka ia akan lakukan.

Ketika makanan berkuah santan itu baru saja dituangkan dalam wajan, tepukan halus di pundak membuat kepalanya segera menoleh. "Bunda," panggilnya sembari menyunggingkan senyum.

"Bajunya diganti dulu, Lang. Nanti kena kuah lho," tegur sang bunda mengambil makanan lain untuk dihangatkan setelah ini.

Sosok yang mendapat teguran itu semakin melebarkan senyumnya sampai gigi-gigi putihnya terlihat. "Ini dulu, Bun. Sebentar lagi selesai kok."

Raina tidak punya balasan selain mengangguk dan tersenyum. "Raka udah tidur?" tanyanya ketika tidak melihat putra bungsunya itu rebahan di depan televisi.

Langga menoleh ke ruang tamu sebentar, kemudian menggeleng. "Mungkin lagi ngerjain tugasnya di kamar," jawabnya mematikan kompor dan mengambil wajan lain yang baru dipegang bundanya. "Bunda istirahat dulu, gih. Biar Langga yang selesaiin semuanya."

"Kamu aja yang istirahat, Lang. Besok kan full kuliah. Belum lagi harus ngerjain agenda Ramadan, tenaganya harus diisi dulu," tutur Raina yang sudah hafal semua kegiatan putranya itu.

Bukannya menurut, laki-laki dua puluh dua tahun itu malah mengambil mangkok yang dipegang bundanya. "Justru Bunda yang harus di-charger energinya. Bundalah yang paling full kegiatan besok. Belum nyiapin sahur Langga dan Raka, bebersih rumah, ngurusin pelanggan, nyiapin buka puasa juga, dan banyak hal lainnya. Langga mah tinggal lihat senyum Bunda udah keisi energinya."

Raina lantas tertawa ringan mendengar perkataan putranya barusan. Ia lupa jika putranya itu sudah dewasa sekarang. Langga bukanlah anak lima tahun yang masih murung seperti dulu. Sekarang, Langganya sudah benar-benar tumbuh menjadi pemuda tangguh dan mandiri.

"Mau modus sama Bunda?" balas Raina akhirnya.

"Itu bukan modus, Bunda. Itu namanya pengakuan. Langga kalau udah lihat orang-orang yang Langga cintai bahagia, itu lebih dari cukup," ungkap laki-laki itu langsung memeluk bidadari surganya. Sungguh, kebahagiaan keluarga bagi Langga adalah kebahagiaan paling besar dalam hidupnya. Kebahagiaan Bunda dan adiknya adalah prioritas utamanya untuk saat ini.

"Terima kasih, Nak. Terima kasih sudah menjadi penghilang duka Bunda setelah Papa pergi. Terima kasih sudah menemani Bunda." Raina mengelus punggung Langga dengan lembut seolah menyalurkan kekuatan untuk putranya.

Ia tahu, sekuat apa pun Langga di depannya, ia tetap laki-laki yang rapuh. Pundaknya telah dipaksa kuat ketika papanya meninggal belasan tahun lalu. Usia remajanya sebagian besar dihabiskan untuk memerankan sosok ayah bagi Raka yang masih sangat kecil waktu itu. Kini, Langga sudah membuktikan janjinya pada papanya untuk menjaga Bunda dan adiknya.

Unforgettable Love [SELESAI] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang