Bagi Langga, Jihan hanyalah tetangga yang suka merepotkan, gadis kecil yang bar-bar dan juga kadang membuat Langga kesal. Sedangkan, bagi Jihan, Langga sudah seperti pelangi dalam hidupnya.
Bagaimana jika mereka memang ditakdirkan?
***
Ini adalah ki...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
💐
Mentari waktu itu belum meninggi ketika potongan terakhir dari roti tadi masuk ke mulutnya. Begitu makanannya habis, ia lantas menutup kaca helm dan segera melajukan motor hitamnya keluar dari area sekolah tempat adiknya menuntut ilmu. Demi memaksimalkan waktu agar tiba di kampus sepuluh menit sebelum mata kuliahnya dimulai, ia memilih untuk melewati perumahan warga yang notabenenya lebih sepi dari jalan yang biasa ia lewati.
Berdasarkan prediksinya, ia pasti bisa sampai kampus dalam waktu dua puluh menit saja dengan kecepatan rata-rata. Ditambah dengan keadaan jalan perumahan yang begitu lenggang, membuat hatinya semakin yakin atas dugaannya tadi.
Namun, semesta punya rencana lain untuknya. Tepat ketika motornya sudah keluar dari kompleks perumahan warga, ekor matanya tidak sengaja menangkap pemandangan di membuat tangannya menekan rem secara tiba-tiba. Demi memastikan penglihatannya tidak salah tangkap, pemuda yang merupakan mahasiswa berprestasi itu segera membuka kaca helmnya.
"Fisha? Ngapain dia di sana?" gumamnya setelah berhasil mengenali seseorang yang terlihat gelisah di pinggir jalan sana.
Naluri kemanusiaannya pun menguar melihat hal tersebut. Tanpa memedulikan waktu yang terus saja berlalu, Langga segera menjalankan motornya, tapi bukan ke kampus. Melainkan ke tempat Nafisha. Ia ingin tahu apa yang membuat putri kesayangan profesor Ibra itu misah-misuh di tepi jalan.
"Assalamu'alaikum, Nafisha," ucapnya langsung turun begitu tiba di tempat perempuan berjilbab merah muda itu.
Nafisha yang sebelumnya tengah fokus melihat layar ponsel tentu terkejut mendengar suara Langga yang tiba-tiba ada di sebelahnya. Beruntung, keterkejutan perempuan itu hanya beberapa detik sebelum akhirnya berubah menjadi perasaan lega.
"Eh. Langga. Wa'alaikumussalam," jawabnya.
"Mobilnya kenapa?" tanya Langga langsung ke intinya. Ia yakin, jika kendaraan yang biasa digunakan perempuan itu untuk ke kampus sedang mengalami masalah. Langga bisa menduga itu setelah tiba di tempat itu.
Nafisha terdengar mengembuskan napas panjang. "Enggak tau, Lang. Tiba-tiba mogok. Padahal lagi buru-buru banget," keluhnya sembari menatap mobil kesayangannya itu dengan wajah murung.
"Kamu udah lama di sini?"
"Lumayan, Lang. Dari jam tujuh tadi. Aku udah menghubungi orang bengkel, tapi sampai sekarang belum datang juga."
Langga mengangguk paham. Ia pun berjalan melewati perempuan itu demi melihat bagian depan mobil tersebut. Rupanya, Langga berinisiatif untuk membantu Nafisha memperbaiki mobilnya.
"Biar aku cek, ya," katanya sekaligus meminta persetujuan dari pemiliknya.
Melihat inisiatif Langga, Nafisha langsung mencegahnya. Ia tidak bermaksud untuk menolak bantuan laki-laki itu. Hanya saja, Nafisha tahu jika kelas Langga akan dimulai sepuluh menit lagi. Kalau laki-laki itu membantunya, pasti dia akan ketinggalan materi.