Malam ke-27 Ramadhan itu terlihat agak gelap dari biasanya. Bunyi gemuruh di langit Bogor terdengar bersautan hampir ke segala penjuru. Namun sampai detik ini, bulir air hujan belum juga terasa menghampiri bumi. Bahkan, keempat laki-laki yang baru saja selesai melaksanakan ibadah tarawih sempat berpikiran untuk pulang sebelum hujan menderas. Nyatanya, prediksi mereka tidak terjadi sesuai pemikiran.
"Jadi gimana perjalanan cinta lo, Lang?" Arsyil mengambil kesempatan untuk membuka percakapan.
"Perjalanan cinta apa?" balas Langga belum mengerti.
"Sama Nafisha."
Langga menghela napas panjang. Ia lupa jika ia belum memberitahu keempat temannya tentang lamarannya pada Jihan kemarin. Mungkin inilah saatnya mereka tahu semuanya.
"Gue sama Nafisha nggak jadi, tapi-"
"Demi apa, Lang?" serobot Ben.
"Udah gue duga, sih, kalau lo emang nggak jodoh sama Fisha." Rayyan menyahut.
"Tapi lamaran gue tetap jalan." Langga kembali melanjutkan ucapannya yang sempat terpotong tadi.
"What? Maksudnya? Lo lamaran sama siapa?"
"Jihan."
"Ha?!" Ben benar-benar terkejut mendengar jawaban sahabatnya tersebut. "Lo bilang apa barusan?"
"Gue lamar Jihan," jelas Langga.
Sontak, tawa tak bermakna milik Ben keluar begitu saja. Mungkin ia hanya menganggap ucapan Langga tadi hanyalah candaan belaka. Atau, Ben sedang berusaha menolak fakta yang akan membuatnya terluka setelah ini.
"Guyonan lo lucu banget, Lang," kata Ben.
"Gue serius."
Ben menghentikan tawanya setelah melihat raut wajah Langga. Dari sisi manapun, mereka bisa melihat bahwa laki-laki itu memang mengatakan kejujuran tanpa ada canda di dalamnya. Apalagi mengenai perasaan, Langga bukanlah tipe yang suka bermain-main.
"Udah resmian, Lang?" Arsyil akhirnya bersuara lagi setelah terdiam beberapa saat.
Langga mengangguk. "Doain semoga dilancarkan semuanya."
"Lo beneran mau nikah sama Jihan, Lang?" Ben kembali bertanya, tapi kini dengan wajah yang tak kalah serius.
"Insya Allah."
"Jahat lo, Lang," kata Ben tiba-tiba. "Gue kira kita sahabatan. Gue kira lo adalah orang yang paling paham perasaan gue, tapi nyatanya?"
"Ben,"
"Ternyata lo adalah luka terbesar gue, Lang. Gue kecewa sama lo." Ben berdiri dan menatap nanar wajah laki-laki di depannya.
"Ben!"
"Lo tega ngerebut Jihan dari gue," sungut laki-laki berjaket kulit itu. Tidak lama setelahnya, ia beranjak pergi meninggalkan ketiga temannya di sana.
"Ben!" panggil Rayyan dan Arsyil segera menyusul. Sayangnya, laki-laki tadi sudah melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, bersamaan dengan rintik hujan yang semakin deras mengguyur bumi.
"Gue minta tolong kalian susul, Ben. Bahaya kalau dia ngebut-ngebut dalam kondisi seperti ini," titah Langga yang baru sampai.
"Lo gimana, Lang?"
"Jangan pikirin gue. Keselamatan Ben yang utama sekarang!" Langga benar-benar mengkhawatirkan keadaan sahabatnya itu.
Segera, Rayyan dan Arsyil memakai helmnya dan menyusul Ben sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, belum lima belas menit perjalanan, kendaraan mereka terpaksa dihentikan ketika melihat kerumunan orang-orang di depan sana.
"Itu ada apa, Ray?"
"Nggak tau. Lo tunggu di sini."
Rayyan turun dari motornya menuju orang-orang yang berkerumun di sana. "Permisi, Pak. Ini ada apa, ya?"
"Kecelakaan, Mas," beritahu seorang pria yang membawa payung merah.
Kecelakaan? Seketika, sendi-sendi Rayyan terasa melemas setelah mendengar kabar itu. Apalagi matanya sempat melihat bagian motor yang berceceran di tepi jalan. Ia sangat mengenali pemilik motor itu.
***
Halo~
Gimana kabarnya JinggaVers?
Sehat? Tabungan aman? Hehe
Gimana spoiler bab ini?
Seru? Mau lanjut?
Tunggu di versi novelnya 😍
Main tebak-tebakan yuuu
Kira-kira, yang Rayyan lihat itu motornya siapa?
A. Ben
B. Nafisha
C. JihanMakin mendekati hari pernikahan, ujiannya Langga makin menjadi-jadi ya 😌
Tenang, masih sisa 1 spoiler lagi >>
Fyi, novel Unforgettable Love insya Allah akan terbit sehabis lebaran nanti 🥳 So, jangan lupa sisihkan uang THR nya buat peluk mereka 🥰
See you ❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgettable Love [SELESAI] ✔️
RomanceBagi Langga, Jihan hanyalah tetangga yang suka merepotkan, gadis kecil yang bar-bar dan juga kadang membuat Langga kesal. Sedangkan, bagi Jihan, Langga sudah seperti pelangi dalam hidupnya. Bagaimana jika mereka memang ditakdirkan? *** Ini adalah ki...