27| Janji

185 23 9
                                    

💐

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💐

Sholat sunah muakkad yang menjadi ciri khas dari bulan kesembilan hijriah itu selesai sekitar jam sembilan malam. Begitu sang imam mengucapkan amin, seluruh jamaah yang turut meramaikan malam Ramadan dengan ibadah itu perlahan membubarkan diri. Tidak terkecuali keempat pemuda tampan yang sejak Magrib tadi menyibukkan diri membantu segala keperluan mulai dari berbuka sampai keperluan tarawih, mereka juga terlihat berjalan menuruni tangga masjid.

"Lang, gue balik dulu, ya. Mau beliin Mama sesuatu di supermarket." Itu suara Arsyil yang kini tengah memakai sepatunya.

Langga, Ben, dan Rayyan yang juga baru turun dari masjid langsung memusatkan pandangan pada temannya itu. Salah satu dari mereka langsung berlari mengejar Arsyil.

"Gue nebeng, Ar!" teriak Rayyan.

"Lo nggak ikut pulang?" tanya Langga pada satu-satunya teman yang masih bersamanya.

Ben yang sedari tadi memperhatikan dua temannya langsung mengalihkan pandangan. Ia kemudian menggeleng dan tersenyum. Entah apa arti dari senyumnya itu.

"Gue ikut lo. Motor gue ada di rumah lo, Lang," jelas Ben baru ingat jika ia tadi jalan kaki menuju masjid. Tidak lama setelah mengatakan kalimat itu, kini laki-laki itu tengah memfokuskan matanya pada pintu tempat keluar jamaah perempuan. Beberapa menit kemudian, senyumnya mengembang melihat seseorang.

"Ayo, Lang. Pulang," ajak Ben menepuk pundak Langga tanpa mengalihkan arah pandang dari objek di depannya. Mungkin karena sahabatnya itu lambat memberikan respon, akhirnya Ben berjalan lebih dulu.

"Eh. Mau kemana lo?" tanya Langga ketika temannya itu tiba-tiba meninggalkannya.

"Mau ketemu gebetan!" balas Ben yang sudah menjauh.

***

"Boleh, ya, Pa. Malam ini aja Fisha nginep di rumah Jihan," mohon perempuan itu sambil menangkupkan tangannya. Tidak lupa ia mengeluarkan mata memelasnya agar sang papa memberinya izin.

Jihan yang melihat tingkah sepupunya hanya tersenyum. Ia tidak percaya jika Nafisha akan melakukan hal seperti itu agar bisa menginap di rumahnya. "Boleh, ya, Om?" tambahnya berniat membantu Nafisha.

Ibra menghela napas panjang. Melihat sikap kedua anaknya itu membuatnya geleng-geleng kepala. "Nanti Fisha ngerepotin kamu, Nak. Dia itu susah banget dibangunin sahur," balas Ibra menatap wajah Nafisha dan Jihan bergantian.

"Fisha janji bakal bangun cepet, Pa. Boleh, ya? Please ..."

Ibra kembali menggeleng. "Nanti kalau Mama nanya gimana?"

"Papa bilangin kalau Fisha nginep di rumah Jihan. Pasti Mama izinin. Yah, yah," pintanya dengan penuh harap.

"Boleh, ya, Om? Semalam aja." Jihan ikut-ikutan memohon. Kalau sudah begini, Ibra tidak punya pilihan lain selain mengiyakan.

Unforgettable Love [SELESAI] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang