CHAPTER 35

927 26 0
                                    


"Lili Andriyani!"

"Buka pintunya, sebelum aku dobrak pintu ini sampai rusak!"

Lili membekap mulutnya agar tidak bersuara, nyalinya ciut mendengar Rafael berteriak.

Tubuhnya bergetar hebat, ia mengaku salah selama dua Minggu belakangan ini tidak pernah bertegur sapa maupun komunikasi lewat hendphone dengan Rafael.

"Sayang...bilang mau hukuman apa dari ku?" tanya Rafael lembut tapi nada suaranya menakutkan.

Tangan Lili gemetar membuka pintu, matanya sembab menatap Rafael yang melihatnya datar.

"Kenapa nangis?"

Bukannya menjawab Lili malah memeluk Rafael, ia mengelap ingusnya di kemeja Rafael.

"Jor*k." Rafael mengeratkan pelukannya, rasanya rindu belum terobati dengan pelukan saja.

"Besok aku pulang kampung, kamu jaga hati, awas kalau sampai...."

"Siapa suruh pulang kampung? Aku udah bilang kan? keluarga kamu bakalan pindah di sini," sela Rafael menghapus air mata Lili.

"Percuma aku di sini, beberapa hari lagi kamu mau ke Prancis kan?" dengan senyum paksa Lili menatap Rafael.

Ke bungkaman Rafael membuat Lili semakin yakin bahwasanya Rafael akan meninggalkan nya.

"Cuma dua tahun, setelah itu kita menikah."

"Cuma? Kamu pikir LDR itu enak? Kamu tahu sendiri aku selalu overtaking, aku di sini takut kehilangan kamu di sana takut ketahuan," cerocos Lili.

"Sembarang," Rafael menonyor kening Lili gemes.

"Aku tau aku egois, kenapa kamu nggak lanjut kuliah di sini?"

"Bosen...di sana aku bisa sekalian cuci mata," canda Rafael.

"Ya udah silahkan, kamu pikir cuma kamu aja yang bisa cuci mata? Aku juga bisa," gerutu Lili.

"Boleh...jangan salahin aku kalau kamu tiba tiba...."

"Stop." Lili menempelkan telapak tangan nya di bibir Rafael.

Niat hati ingin membalas dendam malah terancam.

"Telpon gih orang tua kamu, biar pindah di sini aja."

"Mereka nggak mau, katanya udah nyaman di kampung."

"Tunggu aku pulang dan jaga hati, sampai kamu ketahuan selingkuh aku nggak akan segan-segan...."

"Iya, ngancam terus." Sela Lili cemberut.

                              ••••••••

Dua hari berlalu kini Rafael dan teman temannya sudah di bandara, ia sengaja tidak memberi tau Lili kalau hari ini adalah jadwal penerbangan nya.

"Gue nggak yakin setelah ini sih Lili ngambek tujuh hari tujuh malam."

Rafael mendengar ucapan Raka terdiam.

"Lima belas menit lagi gue berangkat."

Zyan menepuk pundak Rafael, "setidaknya lo beri tau dia lewat WhatsApp."

Aldi menghela nafas berat, ingatannya tentang Aina menolak nya selalu terbayang bayang.

**

"Keboo! Bangun!"

Lili mengucek matanya mendengus kesal mendengar Aina yang rusuh.

"Apa sih na...."

"Sebaiknya lo cepat ke bandara, Rafael sebentar lagi berangkat."

Lili membuka matanya sempurna, dadanya berdegup kencang, kenapa Rafael tidak memberi tau dirinya jika hari ini pria itu berangkat?

Tanpa memikirkan penampilan nya, Lili berlari ke luar rumah untuk naik angkot.

Aina yang tinggal segera menyusul setelah mengunci pintu.

Di perjalanan lumayan macet membuat Lili mengumpat.

Tidak ada pilihan lain ia langsung membayar dan berlari tanpa menghiraukan orang orang yang marah marah kepadanya.

Lili terserempet motor namun ia tidak peduli ia tetap kembali berdiri dan berlari tak menghiraukan lukanya.

Kaki Lili memacu lebih cepat lagi beberapa langkah lagi ia sampai, matanya melihat orang yang ia cari dan ketemu orang yang ia cari.

Sepuluh langkah ia sudah di hadapan orang yang ia cari, matanya berkaca-kaca, untuk saat ini terserah orang ingin mengatainya cengeng.

Rasanya persendian Rafael tidak berfungsi lagi melihat wanita nya terduduk ke lantai dengan luka di siku dan kening terdapat darah kering.

Rafael berjongkok, ia menyentuh kening Lili, "Sakit?"
Pertanyaan bod*h keluar dari mulut Rafael.

Lili menggeleng lemah, "lebih sakit saat kamu mau pergi tapi nggak ngasih kabar."

Orang tua Rafael beserta Elvira menyaksikan semuanya, mereka bisa merasakan sakit hati yang Lili rasakan.

Aina terdiam membisu melihat teman nya hampir seperti orang gila

Next

#Acc_min

Posesif BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang