CHAPTER 37

1K 31 1
                                    


"Iya, tapi aku tetap mau pulang karena udah rindu mereka."

Tak terdengar lagi suara yang membantah kalau sudah menyangkut pautkan orang tua.

****
Sesuai dengan ucapan Lili pagi esoknya ia berangkat naik pesawat, Aina dan Elvira tak henti hentinya memeluk Lili.

Di dalam pesawat tak henti hentinya Lili menangis, ia benci perpisahan.

Hatinya berat sekali meninggalkan Aina, namun perempuan itu berjanji padanya kapan waktu akan berkunjung ke tempat nya.

Perlahan mata Lili tertutup kantuk menyerang.

**
"Kok gue nggak bisa berhenti nangis sih kak," racau Aina di dalam kamar Elvira.

"Sama nji"g," kata Elvira memeluk Aina.

Nadia menghapus air matanya, tak sengaja ia mendengar suara di dalam kamar putrinya.

Baru kemarin di tinggalkan anaknya dan hari ini calon menantunya.

"Mama ngapain di depan pintu? Sini kita nangis bareng," ajak Elvira menyadari keberadaan Mama nya.

Nadia melangkahkan kakinya ke dalam kamar, "Mama mau kasih tau suara kalian terdengar sampai lantai bawah, lain kali kalau mau nangis tutup pintu, malu di dengerin teman adik kamu," jelas Nadia lalu pergi setelah mengecup kening Elvira.

Elvira dan Aina cengo, mereka lupa tidak mengunci pintu.

Buru buru ke dua remaja itu membasuh muka, lalu turun ke bawah.

"Sini," Zyan menepuk sofa disampingnya menyuruh Elvira duduk.

Elvira duduk di samping Zyan sedangkan Aina duduk di samping Raka.

"Kalian tambah cantik kalau habis nangis," ucap Raka.

Aina menjambak Raka sebentar, gerakannya terhenti melihat Aldi menatap nya lembut.

Ting!

Tangan Aina agak gemetar setelah membaca pesan dari seseorang, matanya kembali memanas.

Pak Alan
[Maaf saya ingin membatalkan pertunangan kita]

Me
[Bapak ngeprenk saya?]

Ternyata no Aina sudah diblokir Alan.

"Bajing*n," lirih Aina bangkit dari duduknya berjalan ke luar rumah.

"Baru juga mau ngomong," batin Raka.

Ditinggal teman dan ditinggalkan calon tunangan sangat lah sakit.

Next

#Acc_min

Posesif BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang