Chapter 9

62 8 1
                                    

Chapter 9

Tanpa peduli dengan apa yang terjadi pada Kyra dan Arev, acara perlombaan perburuan tahunan dilaksanakan di siang hari. Hari ini grup yang akan bertanding adalah keluarga utama di kekaisaran, perwakilan dari kekaisaran tidak lain Kyra dan Arev.

Disaat seperti ini Kyra tidak memakai gaun, melainkan memakai pakaian berburu layaknya laki-laki. Model bajunya sama seperti yang dipakai Arev, pakaian model militer dengan bagian dada yang sedikit terbuka untuk memperlihatkan permata matahari, dibagian bahu tersemat jubah sepanjang lutut. Namun kedua pakaian Kyra dan Arev memiliki warna yang berbeda. Pakaian Arev dengan warna biru muda seperti warna mata Kyra, dan pakaian Kyra dengan warna hijau giok seperri warna mata Arev.

Walau terlihat dekat dan akrab, namun saat ini hati mereka sangat jauh satu sama lain. Arev dan Kyra dengan senyum profesionalnya menyambut para anggota lomba berburu dan para bangsawan lainnya.

Para peserta lomba sudah siap dengan senjatanya, Kyra dan Arev juga sudah siap dengan pedang panjang mereka. Aba-aba diberikan dan semua peserta lomba memasuki hutan. Peraturannya tetap sama, para peserta harus memasuki hutan sendiri tanpa bodyguard mereka, dan pemenang dari lomba adalah peserta yang mendapatkan hasil buruan paling besar.
Kyra terus berjalan cepat memasuki hutan paling dalam, diikuti dengan Arev yang berada dibelakangnya.

“Kyra…”, panggil Arev dengan lemah.

Kyra mendengarnya dan berhenti berjalan, ia berbalik dan menghadap Arev dengan percaya diri, walau sebenarnya hati Kyra merasakan keraguan yang besar.

Kali ini Arev yang tak bisa melihat Kyra, karena rasa bersalahnya. Ia hanya bisa menunduk sambil mencengkram ujung bajunya.

Mereka terus berdiri berhadapan dalam diam, hingga pada akhirnya Arev buka suara.

“Aku…”

Sebelum sempat Arev berbicara, Kyra menyadari sesuatu yang janggal. Dari balik pohon dikejauhan ia melihat kilatan cahaya. Dengan sigap ia berlari kebelakang Arev seraya melindunginya. Dua buah panah melesat, salah satunya tertancap di bahu Kyra yang membuatnya terkesiap sedangkan panah satu lagi menggores lengan Arev cukup dalam.

Arev yang baru menyadarinya dengan cepat memapah Kyra dengan tangannya yang bersimbah darah. Tanpa menunggu, Arev segara berlari sambil menjaga bahu Kyra yang tertancap panah, ia khawatir jika langsung mencabutnya Kyra akan mengalami pendarahan. Mereka terus berlari ke arah hutan yang paling dalam, karena mendengar suara langkah berlari dari belakang, yang artinya mereka dikejar beberapa orang.

Tiba-tiba Arev merasakan pusing dan tubuhnya melemah, begitupun dengan Kyra yang tidak sanggup berlari lagi. Saat ini mereka tepat berada diujung tebing yang cukup tinggi. Arev terjatuh ke tanah namun tetap menjaga Kyra dengan hati-hati agar tidak memperparah lukanya. Arev berlutut sambil mendekap Kyra di dadanya, Kyra sudah hampir kehilangan kesadaran.

“Racun… tidak… obat penenang”, gumam Arev melihat luka terbuka di lengannya.

Permata didada mereka berdua bersinar menembus jubah yang mereka pakai. Dengan cermat Arev dan Kyra memfokuskan kekuatannya untuk menyembuhkan luka dan menyingkirkan obat penenang dari sistem di tubuhnya.
Sebelum sempat luka mereka tertutup, pengejar mereka sampai di depan Arev dan Kyra. Kelompok itu terdiri dari 7 orang dan semuanya memakai jubah panjang hitam dengan masker berwarna hitam. Walau begitu terlihat jelas salah satu dari mereka berperawakan kecil dan memakai gaun dibalik jubahnya. Wanita itu mendekat dan tertawa, suara tawa yang Arev dan Kyra dengar tidak mereka kenali, tapi mereka tahu kalau wanita itu memakai artefak untuk mengubah suaranya.

“Menyerahlah kalian sudah tak bisa berbuat apa-apa”, katanya dengan sinis.

Arev dan Kyra terdiam sambil berpikir cara untuk lari dari situasi ini. Kyra memandang Arev dan menunjuk kebelakang Arev dengan matanya. Arev mencoba menolaknya, tapi ia juga merasa tidak ada cara lain selain melompat dari tebing.
Tanpa aba-aba Kyra menarik panah yang menacap pada bahunya sambil menggeretakkan gigi dan melemparnya ke arah wanita itu. Jarak yang cukup dekat mampu membuat panah itu melesat dan menggores baju wanita itu, salah satu kancingnya terlepas Arev meraihnya tanpa melewatkan kesempatan. Kyra merangkul leher Arev dan mendorongnya agar mereka berdua dari tebing. Arev dan Kyra terjun bebas dan tercebur kedalam sungai yang dingin dengan arus yang deras. Selama beberapa saat mereka terbawa arus sungai cukup jauh Kyra tak sadarkan diri karena rasa sakit dibahunya. Arev meraih Kyra dan kembali memeluknya, ia terus melihat keatas tebing hingga ia yakin pengejarnya tak bisa mengetahui keberadaan mereka.

Setelah Arev yakin tak ada yang mengejar mereka, ia berenang ke pinggir sungai dan naik sambil menggendong Kyra. Dengan tersengal Arev terus berjalan hingga akhirnya ia melihat gua yang tersembunyi dibalik tanaman yang merambat. Arev memasuki gua itu, setelah menaruh Kyra didalam tidak lama ia keluar lagi untuk mencari kayu bakar.

Dirasa sudah cukup mengumpulkan kayu bakar Arev kembali ke gua dan menyalakan api untuk menghangatkan mereka berdua. Kyra dengan wajah pucat masih belum sadarkan diri, tubuhnya yang basah membuat ia gemetar kedinginan dan dalam keadaan terluka. Arev melihat Kyra sambil berpikir dengan keras, hingga akhirnya ia putuskan untuk membuka pakaian Kyra yang basah dan membalut lukanya.

Arev membuka baju atasannya lebih dulu untuk mencegah dirinya terkena Pneumonia.

“Kyra, maafkan aku, tapi aku harus melakukannya”, katanya pada Kyra yang tak sadarkan diri.

Arev membuka jaket Kyra, saat ingin membuka kancing kemeja Kyra ia kembali merasa ragu sesaat lalu melanjutkannya. Arev membuka kemeja Kyra dan matanya terbelalak, waktu seperti berhenti dan Arev tak bisa bergerak.

Kyra tidak memiliki sesuatu yang harusnya dimiliki oleh wanita, tubuh yang dimiliki Kyra tidak berbeda dengan Arev.

Nafas Arev tiba-tiba memburu dan ia merasa ingin berteriak tapi tidak bisa, tenggorokannya terasa tercekat. Semua yang terjadi dalam hidupnya seperti berputar-putar dalam ingatannya, ia seperti melihat kilas balik dihadapan matanya.

“Ahh… Ah…!!!”, dalam sepi Arev berusaha dengan keras menahan teriakannya.

Arev memeluk tubuh Kyra yang tidak sadarkan diri dan air matanya terus mengalir tanpa bisa berhenti.

“Maafkan aku… maafkan aku…”, gumamnya terus tanpa henti.

Arev baru menyadarinya, selama ini Kyra selalu mementingkan dirinya. Kyra hidup selama bertahun-tahun memakai gaun agar ia tak menjadi ancaman bagi Arev untuk menjadi penerus Emperor Ilios. Kyra mengorbankan semua yang ia punya untuk bisa merawat Arev dan mengajari semua yang Arev butuhkan. Sampai saat Kyra melindungi Arev dari panah, Kyra selalu mementingkan Arev dibanding dirinya sendiri.

Arev merasa sangat kacau, ia merasa lemah dan tak berdaya. Dengan keegoisannya ia menyakiti hati Kyra.

‘Arev, hal itu adalah hal yang tidak boleh kau katakan kepadaku’

‘kita berdua tak akan dimaafkan dengan hubungan yang melebihi kakak beradik’
Arev mengingat apa yang Kyra katakan, dan ia baru mengerti saat ini mengapa Kyra berkata seperti itu.

Sambil sesenggukan Arev membalut luka Kyra, airmata terus mengalir dipipinya tanpa bisa ia bendung.

Setelah selesai membalut luka Kyra ia duduk bersandar di dinding gua dan memeluk Kyra untuk membuat posisi tidur Kyra lebih nyaman. Lalu menyelimuti mereka berdua dengan jubahnya yang sudah kering.

Arev terus terdiam memandang wajah tidur Kyra dan merasa seperti pecundang. Karena walau tahu Kyra adalah laki-laki perasaannya pada Kyra tidak berubah. Arev tetap menyukai dan mencintai Kyra dengan sepenuh hatinya.

Tidak lama pada akhirnya Arev ikut tertidur karena kelelahan, namun pelukannya pada Kyra tidak ia kendurkan seraya melindunginya.

###

(ಥ﹏ಥ)

See ya on next chapter

The Emperor's SunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang