22. Mama

80 61 21
                                    

Hai pinky gimana kabarnya?

Jangan lupa vote dan komen banyak' biar cepet up yawww!!!

Kalian masih nungguin cerita ini g sih guys?😭✊🏻

Aku up setelah chapter ini melebihi chapter sebelumnya yaaa😠💗

WARNING!
DILARANG BERKOMENTAR YANG NEGATIF, JIKA ADA YANG SALAH/KURANG MENARIK DI CERITA INI TOLONG KASIH NASEHAT/BAHASA YANG BAIK DALAM BERKOMENTAR, JIKA KALIAN BERFIKIR CERITA INI SAMA DENGAN CERITA PENULIS' LAIN KEMUNGKINAN ITU HANYA KEBETULAN KARENA KITA TIDAK TAU APA YANG KITA PIKIRKAN SAMA DENGAN PIKIRAN ORANG LAIN, JADI MAKLUMI SAJA SEMUA PENULIS PASTI SERING MENGALAMI HAL SEPERTI ITU!!!

(⁠づ⁠。⁠◕⁠‿⁠‿⁠◕⁠。⁠)⁠づ

Selamat menjelajah💗✨

˖°🌷⋆ ˚。⋆୨୧˚

"Gue harus apa biar keluarga gue bisa balik lagi kayak dulu!" Ucap Langit frustasi dengan Photocard yang dirinya pegang di tangannya.

"Papa, andai Langit bisa liat papa Langit bakal buktiin kalo Langit bisa raih cita-cita Langit, kalo Langit udah jadi pilot langit mau penumpang pertama Langit itu papa, Langit pengen terbang bareng papa" Langit terus menyebut nama papa di sela-sela isak tangisannya kala itu, malam yang begitu dingin suasana yang hening di rumah itu membuat Langit semakin meningkat kejadian-kejadian sepuluh tahun yang lalu, dimana dia dan sang ibu sering sekali menghabiskan waktunya di rumah ini, bahkan saat Langit terluka sedikit saja ibunya pasti sudah panik takut jika hal buruk menimpa anaknya.

Rasanya Langit ingin sekali mengulang masa itu, ya meskipun dirinya selalu di buat bahan Bullying ketika berada disekolah tetapi walaupun itu sudah sepuluh tahun yang lalu Langit masih tidak ingin memaafkan mereka yang sudah membuat Langit mempunyai penyakit mental, Langit sering sekali merasakan sesak di dadanya dan kecemasan yang berlebihan.

Hal itu dapat merusak mental Langit menjadi semakin drop, tanpa ada satu orang pun yang tahu Langit diam-diam menyembunyikan penyakitnya sendiri, ya setelah Langit pergi ke dokter beberapa hari yang lalu dan melihat surat hasil kesehatannya Langit mengalami penyakit Psikolog.

Benar saja Langit sudah berpikir bahwa dirinya akan mengalami penyakit Psikolog  kala itu.

"Langit sekarang udah nggak punya siapa-siapa, mama tega ninggalin Langit Pa, Papa pasti nggak suka ya liat Langit? Papa malu kan punya anak kayak Langit?" Ucap Langit yang sudah berdiri dari duduknya dan berjalan menuju tembok tak menunggu lama kini Langit pun meluapkan emosinya dengan memukul tembok yang berada di kamarnya.

Malam yang penuh dengan tangisan, pikiran dan luka rumah yang seharusnya menjadi tempat cerita dan tempat pulang bagi anaknya kini telah tiada, siapa sangka bahwa Langit akan mengalami hal semacam ini? Langit terlalu lemah untuk bisa meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia bisa melewati semua sendiri tanpa bantuan orang-orang yang berada disekitarnya.


Bangsat! Gue nggak minta buat di lahirin anjing! Kalo gue punya satu kesempatan untuk mati mungkin hidup gue bakal damai nggak kayak sekarang, argh Bangsat!" Seketika darah segar yang mengalir dari tangan kiri Langit membuat suasa malam itu menjadi semakin kacau, tangisan. Ya malam itu di penuhi oleh luka dan tangisan dari seorang anak lelaki yang tidak memiliki kebahagiaan di dunianya sendiri.

LANGIT GALAKSI [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang